Mubadalah.id – Nyai Khairiyah lahir di lingkungan Pesantren Tebuireng pada tahun 1326 H/ 1908 M. Beliau merupakan anak kedua dari pasangan Kiai Hasyim Asy’ari dan Nyai Nafiqah. Dari kedua orangtuanya nasabnya bersambung dengan Sayyid Abdurrahman atau yang lebih terkenal dengan Sayyid Syambu Lasem.
Dalam masalah pendidikan, kiprah Nyai Khairiyah kecil berbeda dengan saudara-saudaranya yang lelaki seperti Kiai Wahid Hasyim dan Kiai Yusuf Hasyim yang mempunyai langkah lebih besar dibandingkan dia. Memang di waktu itu, masih terdengar asing, dan tabu. Kebanyakan perempuan masih mereka anggap konco wingking, yang tidak diberikan kesempatan untuk melangkah, dan mendapatkan pengajaran. Sebagaimana kebanyakan laki-laki, terlebih orang ningrat, seperti kaum feodal, yang keseharian waktunya dihabiskan di rumah atau dalam lingkungan istana.
Nyai Khairiyah kecil tidak menemui masa kehidupan Kartini. Namun pengaruhnya sangat kuat di Jombang. Karena sepak terjangnya yang sedikit banyak mirip dengan Kartini, maka tidak mengherankan jika ia bersama putrinya yaitu Nyai Abidah disebut sebagai Kartini from Jombang. Karena tidak dapat melangkah jauh sebagaimana saudaranya laki-laki.
Jejak Pendidikan
Pendidikan Nyai Khairiyah kecil ia dapatkan langsung dari ayahnya, yang nantinya akan dilanjutkan oleh suaminya, baik yang pertama maupun yang kedua. Yaitu, Kiai Ma’shum Ali dan Syeikh Muhaimin Al-Lasemi. Saat menjalani dirasah kepada sang ayah, Nyai Khairiyah kecil tidak ikut bergabung dengan halaqah yang terselenggara di aula pesantren atau kediaman kiai (selain muhrimnya). Ia mendengarkan di balik tirai, yang terpisah, tidak terlihat oleh kaum santri putra yang sedang mengaji.
Selain dengan cara di atas, kiprah Nyai Khairiyah kecil juga sering belajar secara otodidak. Ia mempelajari kitab-kitab salaf seperti ilmu gramatika Arab, fikih, hadist, tafsir, dan lain-lain. Jika ia tidak paham terhadap disiplin keilmuan yang ia geluti, maka ia tidak segan-segan untuk menanyakan hal tersebut kepada ayahnya. Sang ayah pun dengan senang hati akan menjawab pertanyaan tersebut.
Pendidikan Nyai Khairiyah kecil terpantau langsung oleh sang ayah. Siang-malam, hari-hari sang ayah terpenuhi dengan mulang ngaji. Nyai Khairiyah kecil aktif dalam rutinitas tersebut. Di samping itu, ia adalah sosok yang mudah menangkap keilmuan yang sang ayah sampaikan. Dengan banyaknya koleksi kitab milik ayahnya, maka hal ini menjadi salah satu faktor pendukung dalam membentuk pola pikirnya dengan rajin membaca.
Pendiri Madrasah Kuttabul Banat
Masalah pendidikan perempuan di Arab Saudi belum terurus dengan baik dan sistematis. Sebagian pengajaran untuk perempuan hanya seadanya, tidak terorganisir sebagaimana lembaga klasikal untuk pelajar laki-laki yang ada di Makkah yaitu lembaga Shaulatiyah, lembaga Dar- al-Ulum dan lembaga al-Falah. Ketiga lembaga tersebut merupakan warisan dari budaya patriarki. Yaitu hanya para laki-laki yang berhak sekolah di lembaga tersebut.
Meskipun budaya patriarki di Arab sangat kuat, kiprah Nyai Khairiyah Hasyim tetap mampu memperjuangkan hak pendidikan untuk kaum perempuan di Arab. Dibuktikan dengan kuatnya pendirian Nyai Khairiyah Hasyim dalam mengembangkan pendidikan perempuan, sehingga ia mampu menjadi pendobrak sistem pendidikan bagi kaum perempuan di Makkah.
Atas izin Kiai Hasyim, Nyai Khairiyah lalu mendirikan sekolah khusus untuk perempuan yang ia namakan Madrasah Banat di Makkah. Ini merupakan langkah pendobrakan terhadap tradisi Arab yang menabukan sekolah bagi kaum Hawa. Tak heran bila sekolah itu sempat terkenal dan banyak kaum perempuan dari kalangan Kerajaan Arab Saudi yang masuk menjadi muridnya.
Madrasah Banat yang merupakan hasil rintisan Nyai Khairiyah Hasyim itu sampai sekarang masih ada, dan Kiai Dahlan mengatakan bahwa Nyai Khairiyah Hasyim merupakan perintis kebebasan belajar bagi kaum perempuan di Mekkah. Bahkan sekarang di sana terdapat lembaga PKK dengan nama Jam’iyatul Khairiyah yang menurut sebagian informasi nama itu dinisbatkan kepada Nyai Khairiyah Hasyim.
Sedangkan yang menangani lembaga ini sekarang juga seorang perempuan Putri bin Abdul Aziz Malik Faishal. Dia juga merupakan seorang pendobrak pendidikan yang juga sangat keras, sebagai kelanjutan dari Madrasah Banat yang telah Nyai Khairiyah Hasyim rintis.
Pendiri dan Pengasuh Pesantren Seblak
Perkembangan awal Pesantren Putri Seblak bermula dari santri putri yang datang ke rumah Nyai Abidah. Yaitu cucu tertua Kiai Hasyim Asy’ari yang mengaji Iqra dan kitab kuning. Setelah itu diutuslah Nyai Khairiyah untuk mengembangkan menjadi pesantren khusus putri. Dalam pengasuhan Nyai Khairiyah pesantren semakin maju dan keilmuan yang ia berikan pada santri semakin luas.
Dalam pengasuhan pesantren Nyai Khairiyah menganggap santrinya seperti anak sendiri, sehingga hubungan antara guru dan murid terjalin sangat akrab. Proses pengasuhan Pesantren Seblak juga Nyai Khairiyah manfaatkan untuk mengembangkan sistem pendidikan yang berada di naungan Pesantren Seblak.
Madrasah Tsanawiyah ia kembangkan dengan adanya Madrasah Aliyah dan Sekolah Persiapan Tsanawiyah. Selama pengasuhan pesantren di bawah naungan Nyai Khairiyah Hasyim, beliau sangat memperhatikan pengembangan para santri. Terobosan dalam bidang formal dan non formal juga beliau kembangkan di sana.
Kegiatan yang beliau usung selain sistem kegiatan belajar mengajar bidang agama dan akademik juga terdapat kegiatan Pengajian Al-Qur’an, Khitabiyah, Tartil Qira’ah, Majelis Taklim, musyawarah dan kegiatan rutin malam Jum’at bagi kelompok ibu dai warga sekitar pesantren.
Beliau juga menciptakan kerudung Rubu’ yang menjadi kerudung seragam dalam pesantren. Hal ini berdasarkan padai keinginan beliau agar para santri bisa menutup aurat dengan benar. Karakter pemikiran terbuka dan luas yang Nyai Khairiyah Hasyim miliki membuat beliau bisa menjadi panutan perempuan berkemajuan. Bagi beliau santri atau perempuan harus melek informasi, cerdas, memiliki keberanian untuk belajar, dan harus mandiri. Hal semacam itulah yang selalu ia tanamkan kepada para santri untuk membentuk karakter perempuan yang baik dan bijak.
Mendirikan Perpustakaan dan Pemberantasan Perempuan Buta Huruf
Nyai Khairiyah Hasyim percaya bahwa membaca adalah penting, dan bisa menjadi sarana belajar untuk memenuhi kewajiban umat muslim mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Sehingga membuat beliau berinisiatif untuk mendirikan perpustakaan. Pentingnya perpustakaan untuk menopang sumber bacaan bagi para santri maupun masyarakat umum.
Kiprah Nyai Khairiyah membuka perpustakaan untuk pertama kalinya yang ada di Jombang untuk para santri. Di perpustakaan tersebut beliau juga mengajar membaca huruf latin untuk para santri ataupun masyarakat umum di sekitar pesantren, terutama para kaum perempuan. Buku yang perpustakaan koleksi awalnya adalah kitab-kitab kuning, Al-Qur’an dan beberapa buku lawas milik beliau dan kerabat. Sampai akhirnya terisi oleh donatur dan hasil pembelian buku.
Dari proses kehidupan beliau yang peduli dan aktif dalam pengembangan diri kaum perempuan, membuat beliau banyak menerima penghargaan. Emansipasi yang beliau aktualisasikan dalam ranah pendidikan patut menjadi motivasi bagi para perempuan, terutama para santri dan pelajar di Indonesia. Sampai detik ini segala kiprah Nyai Khairiyah Hasyim berikan terasa manfaatnya oleh banyak orang. []