Selasa, 9 September 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    Keselamatan Bangsa

    Jaringan KUPI Akan Gelar Doa Bersama dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia

    Deligitimasi Otoritas

    Agama, Rakyat, dan Proses Delegitimasi Otoritas

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: Gus Dur Selalu Letakkan Kemanusiaan di Atas Politik

    Mahfud MD

    Mahfud MD Ungkap Masalah Utama Bangsa, Beberkan Cara Gus Dur Tangani Krisis dan Demo

    Bersaudara dengan Alam

    GUSDURian Ajak Manusia Kembali Bersaudara dengan Alam

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Wakil Rakyat

    Belajar dari Wakil Rakyat: Komunikasi dengan Baik itu Penting

    Refleksi Maulid

    Refleksi Maulid sebagai Alarm Sosial: Dari Quraisy ke Oligarki

    Pseudoharmoni

    Pseudoharmoni; Kekaburan Relasi Pejabat Dengan Rakyat

    Demokrasi Deliberatif

    Habermas dan Senayan: Demokrasi Deliberatif yang Absen di Indonesia

    Maulid Nabi

    Maulid Nabi Tahun Ini Diwarnai oleh Darah

    Demo

    Apakah Demo Itu Selalu Anarkis?

    Kepercayaan Rakyat

    Mengembalikan Kepercayaan Rakyat: Pelajaran dari Kesederhanaan Umar bin Khattab

    Mereset Hidup

    Usaha Mereset Hidup menurut Fahruddin Faiz

    Tuntutan 17+8

    Mari Kita Baca Bersama Tuntutan 17+8

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Nabi Muhammad Saw

    Kecintaan Para Sufi kepada Nabi Muhammad Saw

    Surat Al-Hujurat Ayat 2

    Ketika Suara Menentukan Etika; Refleksi Teladan Nabi Melalui Surat Al-Hujurat Ayat 2

    Nabi Muhammad Saw

    Nabi Muhammad Saw adalah Ahsan An-Nas Khalqan wa Khuluqan

    Muhammad Saw Kecil

    Ketabahan Muhammad Saw Kecil saat Kehilangan Ayah dan Ibu

    Ibunda Aminah

    Duka Nabi Muhammad Saw Kecil: Kehilangan Ibunda Aminah di Usia Belia

    Muhammad

    Kehidupan Masa Kecil Nabi Muhammad

    Muhammad

    Mengapa Abdul Muththalib Menamai Cucu Itu Muhammad ?

    Panggung Maulid

    Panggung Maulid: Ruang Kreatif Gen Z Menyemai Cinta Rasulullah

    Lahir Nabi Muhammad

    Kisah Tahun Gajah dan Lahirnya Nabi Muhammad Saw

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    Keselamatan Bangsa

    Jaringan KUPI Akan Gelar Doa Bersama dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia

    Deligitimasi Otoritas

    Agama, Rakyat, dan Proses Delegitimasi Otoritas

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: Gus Dur Selalu Letakkan Kemanusiaan di Atas Politik

    Mahfud MD

    Mahfud MD Ungkap Masalah Utama Bangsa, Beberkan Cara Gus Dur Tangani Krisis dan Demo

    Bersaudara dengan Alam

    GUSDURian Ajak Manusia Kembali Bersaudara dengan Alam

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Wakil Rakyat

    Belajar dari Wakil Rakyat: Komunikasi dengan Baik itu Penting

    Refleksi Maulid

    Refleksi Maulid sebagai Alarm Sosial: Dari Quraisy ke Oligarki

    Pseudoharmoni

    Pseudoharmoni; Kekaburan Relasi Pejabat Dengan Rakyat

    Demokrasi Deliberatif

    Habermas dan Senayan: Demokrasi Deliberatif yang Absen di Indonesia

    Maulid Nabi

    Maulid Nabi Tahun Ini Diwarnai oleh Darah

    Demo

    Apakah Demo Itu Selalu Anarkis?

    Kepercayaan Rakyat

    Mengembalikan Kepercayaan Rakyat: Pelajaran dari Kesederhanaan Umar bin Khattab

    Mereset Hidup

    Usaha Mereset Hidup menurut Fahruddin Faiz

    Tuntutan 17+8

    Mari Kita Baca Bersama Tuntutan 17+8

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Nabi Muhammad Saw

    Kecintaan Para Sufi kepada Nabi Muhammad Saw

    Surat Al-Hujurat Ayat 2

    Ketika Suara Menentukan Etika; Refleksi Teladan Nabi Melalui Surat Al-Hujurat Ayat 2

    Nabi Muhammad Saw

    Nabi Muhammad Saw adalah Ahsan An-Nas Khalqan wa Khuluqan

    Muhammad Saw Kecil

    Ketabahan Muhammad Saw Kecil saat Kehilangan Ayah dan Ibu

    Ibunda Aminah

    Duka Nabi Muhammad Saw Kecil: Kehilangan Ibunda Aminah di Usia Belia

    Muhammad

    Kehidupan Masa Kecil Nabi Muhammad

    Muhammad

    Mengapa Abdul Muththalib Menamai Cucu Itu Muhammad ?

    Panggung Maulid

    Panggung Maulid: Ruang Kreatif Gen Z Menyemai Cinta Rasulullah

    Lahir Nabi Muhammad

    Kisah Tahun Gajah dan Lahirnya Nabi Muhammad Saw

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Ijtihad Hukum Ulama Laki-Laki tentang Fikih Darah Perempuan

Mengapa minim sekali kitab yang ulama perempuan tulis tentang fikih darah perempuan? Bukankah kecermatan membaca tubuh perempuan, lebih bisa perempuan itu sendiri yang memahaminya?

Uswah Syauqie Uswah Syauqie
11 Juli 2023
in Personal
0
Fikih Darah Perempuan

Fikih Darah Perempuan

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ada banyak kitab karangan ulama laki-laki yang menjadi sumber rujukan dalam mempelajari ilmu fikih darah perempuan. Keseluruhannya memiliki ciri khas masing-masing. Dalam kitab Risalah al-Mahidl karya ulama nusantara KH. Masruhan Ihsan, misalnya, menggunakan tulisan Arab pego. Sehingga mudah bagi santri-santri memahaminya.

Terutama bagi yang belum bisa membaca kitab kuning gundul, Di dalamnya juga memuat tabel-tabel penanggalan qadla’ salat bagi perempuan mustahadlah. Selain Risalah al-Mahidl ada juga Kitab Kifayah an-Nisa dan I’anah an-Nisa’ karya Syaikh Muhammad ibn ‘Abdul Qadir Bafadil, yang juga berbahasa jawa pegon.

Pada kitab Ibanah wa al-Ifadlah karya Sayyid Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Qadir Assaqqaf sangat sederhana narasinya dan mudah kita pahami maknanya. Meskipun dengan menggunakan bahasa Arab, beserta contoh konkrit pengalaman perempuan yang mengalami haid, nifas, dan istihadlah dalam haid atau istihadlah dalam nifas.

Begitu juga dengan kitab Fiqh al-Haidl wa an-Nifas wa al-Istihadlah karya Syaikh Muhammad bin Abdul Qadir yang mudah kita pahami. Apalagi beserta beberapa maraji’ dari kitab fikih induk. Ada kitab Masail al-Haid karya Syaikh Ahmad Yasin bin Asymuni yang mengulas seputar permasalahan haid.

Mengenal Kitab Seputar Fikih Perempuan

Kitab ‘Uyunul Masa’il Li an-Nisa’ adalah kitab yang membahas seputar fikih keperempuanan. Kitab terbitan Lirboyo Press dan merupakan hasil karya Lajnah Bahtsul Masail tentang fikih kewanitaan santri Hidayatul Mubtadi’in Lirboyo.

Di dalamnya tidak hanya memuat tentang hukum haid, nifas, dan istihadlah. Tetapi membahas fikih nisa’ waqi’iyah (kontemporer). Seperti, bagaimana hukum aborsi kandungan hasil perkosaan? Bagaimana hukum nifas orang yang keguguran? Beserta rujukan beberapa kitab dan hukum positif/undang-undang di Indonesia. Tinjauan medis juga penelitian langsung melalui angket yang tersebar di santri perempuan Lirboyo yang jumlahnya ribuan itu.

Dan berita menggembirakannya, kitab ini berbahasa Indonesia dengan redaksi yang mudah kita pahami. Sehingga perempuan yang ingin memahami dengan detail ilmu tentang haid, nifas, dan istihadlah bisa mempelajarinya secara mandiri, baik background pesantren ataupun nonpesantren.

Tidak mudah dalam mengelaborasi kitab-kitab tersebut hingga sampai kepada kita. Bukan hanya modal disiplin keilmuan dengan mengambil referensi dari kitab-kitab fikih induk serta kecermatan dalam membaca pengalaman biologis perempuan. Tapi tentunya riset di lapangan yang tidak singkat serta proses instinbat yang kuat, sehingga menghasilkan analisis yang tajam tentang produk-produk hukum fikih perempuan.

Fikih Darah Perempuan

Namun hal ini menjadi pertanyaan kita, mengapa minim sekali kitab yang ulama perempuan tulis tentang fikih darah perempuan? Bukankah kecermatan membaca tubuh perempuan, lebih bisa perempuan itu sendiri yang memahaminya? Ini semuanya tidak lepas dari sosio kultural historis perempuan pada masyarakat masa itu yang masih minim ruang untuk berkarya.

Dalam masa yang sama pula, para mufassir masih memandang perempuan bukanlah subyek penuh pelaku kehidupan. Tidak banyak yang tahu bahwa Kitab Parukunan Jamaluddin adalah kitab yang ditulis oleh seorang ulama perempuan bernama Fatimah binti Abdul Wahab Bugis bin Syekh Arsyad al-Banjari.

Namun, sebagai pengarang kitab, ia sengaja tidak menuliskan namanya sendiri dan lebih memilih nama pamannya. Di mana ia merupakan seorang mufti kerajaan, yakni Syekh Mufti Jamaluddin sebagai muallif. Hal ini karena masih terbawa arus patriarki. Di mana pihak kerajaan hanya mengakui mufti kerajaan sebagai pemegang otoritas keilmuan agama Islam, sedangkan pendapat terkait hukum keagamaan yang tidak tersampaikan oleh mufti tidak akan terakui kebenarannya. Dan Syaikhah Fatimah mampu membaca situasi tersebut, maka atas dasar kebermanfaatan ilmu yang lebih besar daripada sekadar pencantuman namanya, ia melakukan itu demi tersebarnya ilmu di kerajaan Banjar.

Kitab yang berisi penjelasan yang gamblang tentang rukun Islam dan iman ini merupakan salah satu kitab yang paling popular di antara kitab-kitab tauhid di Banjar, dan sering dicetak kembali.

Perempuan dalam Catatan Sejarah

Tak ubahnya ketika pada sebelum abad ke-7 Masehi, Al-Qur’an belum turun, perempuan tidak dianggap manusia. Kalaupun perempuan dianggap manusia, maka dia adalah manusia nomor dua setelah laki-laki (subordinasi). Dan kalaupun perempuan ini dianggap sebagai manusia, maka dia adalah obyek dari laki-laki. Maka tidak heran pada zaman dahulu perempuan dianggap naqishat din atau kurang agama.

Laki-laki dianggap manusia seutuhnya. Karena dia tidak mengalami pengalaman biologis dengan mengeluarkan darah. Laki-laki tidak mendapatkan rukhsah berupa tidak salat dan tidak puasa. Laki-laki menjalani ibadah dengan penuh. Maka, lazimlah kita menemui banyak sekali kitab-kitab klasik yang ditulis oleh ulama yang masih dehumanisasi terhadap perempuan. Selain itu, meletakkan laki-laki sebagai makhluk yang superior.

Dalam kitab fikih urusan salat saja, masih mengklasifikasikan level ke-good looking-an perempuan dalam menghukumi boleh tidaknya ke masjid. Perempuan yang cantik dihukumi makruh salat di masjid, dan menjadi haram jika ditambah cantik dan suka berdandan saat salat di masjid.

Mereka, para ulama tersebut masih terbawa arus bagaimana tradisi yang mengakar pada masa dahulu, sehingga terkesan mendeskriditkan eksistensi perempuan dalam agama. Sebenarnya banyak sekali hadis-hadis tentang kesetaraan bagi perempuan yang kurang terangkat dalam forum keilmuan tradisional atau formal dan tidak termuat di turots, sehingga kurang masyhur dalil-dalil yang berkeadilan bagi perempuan.

Seperti contohnya, lebih banyak narasi dalam literasi kitab klasik ulama yang mengatakan bahwa istri harus taat pada suami. Tempat terbaik bagi perempuan atau istri adalah di rumah. Istri terlarang keluar rumah tanpa izin suami meskipun dalam keadaan darurat. Bahkan hadis yang berstatus lemah pun turut melegitimasi tentang hukum haramnya seorang perempuan yang mengunjungi orang tuanya saat sakaratul maut jika tanpa izin suami.

Padahal ada suatu hadis sahih yang mengatakan bahwa “Jika istrimu meminta izin keluar, janganlah dilarang!”. Banyak juga hadis pelarangan bagi seorang wali nikah untuk menikahkan anak perempuannya dengan paksa meskipun status pewaliannya adalah wali mujbir.

Misi Keadilan bagi Perempuan

Nabi pun melarang keras Sayyidina Ali bin Abi Thalib mempoligami Sayyidah Fatimah. Dan masih sedikit pemuka agama yang berceramah di mimbar dengan membawa misi keadilan bagi perempuan. Kita merasa terberkati sekali ketika Kiai Faqih Abdul Kadir, Bapak Mubadalah menulis kitab Sittin ‘Adliyah, kita mampu mendaras kembali bagaimana perempuan-perempuan agung yang sempurna ketauhidannya dikisahkan dalam Islam.

Untuk bisa bijak memahami tentang narasi-narasi patriarkis, konservatif, dan misoginis tentang perempuan dalam kitab-kitab ulama klasik adalah dengan menambahkan keterangan yang lebih rahmah dan ramah perempuan. Pemikiran ulama perempuan yang adil gender patut kita sampaikan. Kembali lagi kita menilik bagaimana teks-teks fikih klasik tentang darah perempuan.

Misalkan di dalam kitab Al-Fatawil Kubro Al-Fiqhiyyah menuliskan bahwa terdapat delapan binatang yang bisa menstruasi, urutan pertama tertuliskan perempuan, lalu kelelawar, dlobuk, kelinci, unta, cicak, kuda, dan anjing. Narasi ini tertuliskan juga dalam buku terjemahan tentang haid berjudul Haid dan Masalah-Masalah Wanita Muslim karya Muhammad Abd. Qodir.

Tentu saja akan ada pertanyaan bagaimana bisa perempuan termasuk dalam jenis binatang yang bisa haid? Dan hal tersebut dituliskan oleh ulama sekaliber Ibnu Hajar Al-Haitami. Di mana ia adalah penganut madzhab Syafi’i yang ahli hadis, ahli fikih, ahli ilmu kalam, ahli tafsir, dan sejarawan.

Maka kita bisa memahaminya secara moderat bahwa memang beliau menuliskan hal tersebut dalam kitabnya. Namun kalimat aslinya adalah “ثمانية فى جنسها الحيض”. Dalam kalimat tersebut tidak secara gamblang menyebut bahwa 8 binatang yang haid adalah termasuk perempuan. Hanya saja perinciannya menjadi satu dengan binatang, maka seolah-olah derajat perempuan sejajar dengan binatang urusan anatomi tubuh yang bisa mengeluarkan darah haid.

Tentang Kemanusiaan Perempuan

Lalu kita bisa menyampaikan bagaimana mungkin perempuan (dianggap) termasuk binatang? Padahal dalam Al-Qur’an manusia adalah sebaik-baik ciptaan? Bukankah perempuan juga termasuk manusia? Ada kisah unik tentang kemanusiaan perempuan. Saat itu berkumandang di masjid seruan untuk mendatangi masjid dengan kalimah “Yaa ayuuhannas.”

Maka bergegaslah Ummu Salamah mendatangi masjid, ketika sampai di masjid ia ditanya oleh seorang sahabat “Wahai Ummu Salamah mengapa kamu datang kemari, panggilan ini untuk laki-laki?”, Ummu Salamah menjawab “Loh, tadi panggilannya kan untuk manusia, aku kan juga manusia?”

Ummu Salamah merupakan istri Nabi yang senantiasa menyuarakan kemanusiaan perempuan, ia senantiasa bertanya pada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, kenapa sih kami para perempuan ini tidak pernah disebutkan dalam Al-Qur’an?”, maka suara Ummu Salamah terdengar sampai langit sehingga turun ayat Ali Imran ayat 195 tentang perempuan yang berhijrah, Al-Ahzab ayat 33 tentang penyebutan perempuan. Lalu surah An-Nisa ayat 32 tentang perempuan yang juga berhak mendapatkan harta warisan. Yang awalnya perempuan menjadi obyek waris.

Dalam kajian tafsir kita mengenal tadarruj atau proses untuk mencapai target final (ijmal) dalam suatu ideal moral dalil. Pada proses tadarruj inilah kita bisa mengonter apa yang ada dalam kitab tersebut tanpa menafikan isinya. Apalagi menganggap kitab tersebut sudah tidak relevan lagi.

Mencari Alternatif Tafsir Islam yang Ramah Perempuan

Kita sangat boleh tidak menyepakati tafsiran-tafsiran yang terkesan konservatif, misoginis, atau patriarkis. Maka mencari alternatif lain dari interpretasi teks-teks Islam klasik yang selama ini dibaca dengan cara pandang maskulin merupakan bentuk representasi Islam yang rahmah.

Kita seharusnya beruntung ketika mengetahui bahwa ternyata tafsir Al-Qur’an melalui kitab-kitab ulama memuat banyak hal yang luar biasa. Meskipun hal-hal tersebut merupakan ‘produk’ lama yang terolah kembali oleh para pembaharu keilmuan Islam demi satu kata; RELEVAN.

Jika mengaku menjadi muslim yang moderat, tentu saja memiliki karakter “Al-Muhafadzatu ala al-Qadimi as-Shalih, wa al-Akhdzu bi al-Jadid al-Aslah” adalah hang tag wajib sebagai branding muslim sejati. Bukannya merasa pongah menafikan keilmuan ulama terdahulu. Banyak orang yang mengamini bahwa pintu ijtihad tidak pernah tertutup, namun terbatas, tidak sembarangan orang bisa berijtihad. Memilih taqlid para ulama adalah jalan yang paling selamat.

Mari menghargai bahwa penafsiran dalam beberapa kitab klasik itu tidaklah keliru, tetapi bagian dari pola pikir yang ilmiah. Telah para ulama rumuskan melalui keilmuan yang terstruktur dan bersanad. Bukankah ijtihad satu tidak dapat dianulir dengan ijtihad yang lain? Mari berdakwah tanpa meremehkan ‘produk’ hukum ulama klasik. Apalagi merisak orang lain yang berpegang teguh terhadap landasan keilmuan para pendahulu. []

Tags: Fikih Darah PerempuanFikih KlasikFikih PerempuanislamKiitab Kuningsejarahulama perempuan
Uswah Syauqie

Uswah Syauqie

Santri yang mengabdi di Pesantren Al-Azhar Kota Mojokerto, direktur Aplus Publishing, penulis dan editor liar, kakak admin Perempuan Membaca, pecandu kopi stadium lanjut.

Terkait Posts

Nabi Muhammad
Buku

Maulid Nabi Muhammad: Merayakan Idul Mahabbah Melalui Buku Membaca Sirah Nabi Muhammad

8 September 2025
Refleksi Maulid
Publik

Refleksi Maulid sebagai Alarm Sosial: Dari Quraisy ke Oligarki

8 September 2025
Siti Manggopoh
Figur

Siti Manggopoh Perempuan yang Menyusui dan Melawan Pajak di Medan Perang

7 September 2025
Siti Khadijah
Figur

Siti Khadijah, Belahan Hati dan Penopang Perjuangan Nabi

6 September 2025
Maulid Nabi
Hikmah

Maulid Nabi: Cahaya bagi Kaum Tertindas

5 September 2025
Ulama Perempuan KUPI
Aktual

Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

4 September 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Wakil Rakyat

    Belajar dari Wakil Rakyat: Komunikasi dengan Baik itu Penting

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi Maulid sebagai Alarm Sosial: Dari Quraisy ke Oligarki

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duka Nabi Muhammad Saw Kecil: Kehilangan Ibunda Aminah di Usia Belia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Suara Menentukan Etika; Refleksi Teladan Nabi Melalui Surat Al-Hujurat Ayat 2

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Maulid Nabi Muhammad: Merayakan Idul Mahabbah Melalui Buku Membaca Sirah Nabi Muhammad

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kecintaan Para Sufi kepada Nabi Muhammad Saw
  • Ketika Suara Menentukan Etika; Refleksi Teladan Nabi Melalui Surat Al-Hujurat Ayat 2
  • Nabi Muhammad Saw adalah Ahsan An-Nas Khalqan wa Khuluqan
  • Maulid Nabi Muhammad: Merayakan Idul Mahabbah Melalui Buku Membaca Sirah Nabi Muhammad
  • Ketabahan Muhammad Saw Kecil saat Kehilangan Ayah dan Ibu

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID