• Login
  • Register
Senin, 7 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Buku

Nyai Ontosoroh: Potret Perempuan Berdaya dalam Novel Bumi Manusia

Menjadi perempuan tegas seperti Nyai Ontosoroh tidak lantas menjadikan dia keras hati, semuanya tak lain demi anaknya, Robert Mellema dan Annelies Mellema

Shella Carissa Shella Carissa
18/08/2023
in Buku
0
Nyai Ontosoroh

Nyai Ontosoroh

1.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Bumi Manusia telah menjadi sastra klasik bergenre roman sejarah yang telah berusia 43 tahun. Sejak pertama kali terbit pada tahun 1980 oleh Penerbit Hasta Mitra, fiksi ini menimbulkan pro-kontra yang cukup panas.

Dalam karya fiksi ini Pramoedya Ananta Toer berfokus pada tokoh utama bernama Minke dengan segala sepak terjangnya. Perjalanannya malang melintang dalam istilah Indo-Pribumi, pendidikan, teknologi, bisnis hingga kisah asmaranya yang cukup memilukan.

Bahkan dari latar belakang pergaulannya itu dia mendapat pengalaman yang cukup menarik, mempertemukannya dengan seorang, maaf, gundik, bernama Nyai Ontosoroh. Minke pun cukup kagum dan terkaget-kaget dengan sosok Nyai Ontosoroh. Sebab perempuan itu hanya seorang gundik pribumi, akan tetapi pengetahuannya seluas Eropa Tulen yang cerdas dan beradab saat itu.

Sosok Perempuan yang Memiliki Daya Tarik

Cerita dalam novel memang mengisahkan Minke, hanya saja Minke juga rupanya juga menceritakan dan mengungkap misteri kehidupan Annelies. Dalam sekejap Annelies membuat Minke jatuh hati dan kisah selanjutnya merambat pada Nyai Ontosoroh selaku Ibu Annelies yang membuat Minke terkagum-kagum akan sosoknya.

Nyai itu rupanya amat mengagumkan dengan kepribadian yang produktif. Bagaimana tidak, dia mengurus semua pekerjaan kantor, menyangkut perusahaan, bank, kesekretariatan, perkebunan dan peternakan.

Baca Juga:

From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?

Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Jangankan soal baca-tulis yang masih langka dan bisa berbahasa Belanda, soal Nyai yang berpakaian rapih yang cakap berinteraksi dengan orang pun Minke sudah dibuat mati kutu. Tak lupa pula soal tutur katanya yang memiliki daya tarik sehingga terkesan membuat siapapun yang mendengarnya menjadi patuh.

Belajar dari Masa Lalu yang Kelam

Jujur saya sendiri sangat kagum pada sosok Nyai ini. Meski berstatus sebagai selir seorang belanda totok bernama Herman Mellema, semuanya tak lain tak bukan merupakan nasib buruk masa lalu.

Dengan nama asli Sanikem, dulunya dia merupakan gadis berusia 13 tahun. Sayang, ayahnya yang ambisius itu tega menjualnya kepada Tuan Herman Mellema, demi mendapat pangkat di sebuah perusahaan.

Sanikem yang kemudian telah menjadi Nyai Ontosoroh akhirnya menjadi selir Herman Mellema. Tapi nasib buruk lagi-lagi menimpa. Anak kandung Herman Mellema datang hendak merebut harta kepemilikan di Wonokromo, yang membuat Herman Mellema menjadi tak waras.

Kejadian itu menyadarkan Nyai Ontosoroh bahwa kekejaman praktik budaya Hindia-Belanda bisa menggilas dan menerkam dirinya kapan saja. Karena itu dia perlu menyiapkan diri dan bertekad mendidik dirinya menjadi perempuan berdaya.

Saudara sekalian tentunya telah menonton film Bumi Manusia pada tahun 2019 silam. Namun kalau ada kesempatan membaca bentuk bukunya, akan ada detail-detail dan keterangan yang lebih menguatkan tentang pribadi Nyai Ontosoroh.

Akan ada pemaparan lebih jelas mengenai jejak masa lalu yang membuatnya menjadi kritis seperti sekarang. Dan Hanung Bramantyo selaku sutradara telah berhasil memvisualkan sosok Nyai Ontosoroh dengan baik, dengan kepribadian yang hampir sama persis dalam buku. Meskipun tidak sama persis.

Gadis Lugu yang Bertransformasi Menjadi Perempuan Berdaya

Nyai Ontosoroh dalam kacamata saya, merupakan gadis lugu bernama Sanikem yang dulunya tak tahu apa-apa. Namun Sanikem kemudian berhasil menjadikan dirinya sendiri seorang perempuan tangguh dan hebat.

Bahkan dibanding gadis-gadis eropa tulen dan sekelas bupati pribumi hingga belanda totok sekalipun, Nyai Ontosoroh lebih mumpuni. Nyai Ontosoroh telah menopang dirinya sendiri dan mengeluarkan diri dari belenggu ketidakberdayaan menghadapi kerasnya konstruksi budaya dan kekejaman hukum kala itu.

Transformasi Nyai Ontosoroh memang tak lepas dari peran dan didikan Herman Mellema. Akan tetapi didikan itu tidak lantas menjadikan Nyai Ontosoroh bergantung pada Herman Mellema.

Meskipun statusnya seorang gundik pribumi yang terkenal mudah tunduk dan patuh, Nyai Ontosoroh telah mendobrag anggapan itu. Nyai Ontosoroh mengubah cara pandang terkait budak yang tak punya kehendak menjadi digdaya dan mampu memerdekakaan diri dari jeratan kolonialisme.

Belajar dari pengalamannya sendiri, Nyai Ontosoroh kemudian menekadkan diri agar kelak Annelies bisa hidup bahagia. Nyai Ontosoroh mendidik Annelies untuk bisa mandiri dengan bekerja keras meskipun tak bisa melepas diri dari sifat manja dan kekanakannya.

Hal tersebut tak lagi aneh lantaran Annelies tidak bergaul seperti anak indo kebanyakan. Hal itu menunjukan betapa trauma masa lalu memang menakutkan bagi perempuan. Dan setiap ibu tidak ingin kejadian serupa menimpa anaknya. Karena setiap perempuan tidan ingin kenangan pahit masa muda juga menimpa perempuan lainnya.

Meneladani Nyai Ontosoroh sebagai Perempuan Tangguh

Kita dapat mengambil pelajaran dan bisa belajar dari kisah perjalanan Nyai Ontosoroh, bahwa terlepas dari status dan latar belakang kita, kita adalah manusia yang punya kehendak. Kehendak tidak hanya milik laki-laki yang notabenenya masih memegang kendali atas keputusan pada masa itu, melainkan juga untuk perempuan. Perempuan memiliki tonggak nan digdaya untuk memimpin serta menentukan sendiri jalan kehidupannya.

Mereka juga memiliki otoritas sikap yang bisa menjadi  patokan dasar untuk mendidik dan menggerakkan sistem yang berlaku, seperti halnya memimpin perusahaan.

Selain itu sebagai manusia, perempuan juga memiliki hak untuk bersuara serta menggugat hak-haknya dan menuntut bagiannya yang telah ia perjuangkan selama bertahun-tahun dengan penuh darah dan air mata. Dalam artian perempuan seharusnya mendapat pengakuan dalam harkat dan martabatnya dengan tidak mengesampingkan peran dan kiprahnya.

Apalagi para perempuan yang telah berjuang untuk keluarga bahkan suami yang sudah tidak lagi mampu menafkahi keluarganya.

Menjadi perempuan tegas dan keras seperti Nyai Ontosoroh tidak lantas menjadikan dia keras hati, semuanya tak lain dan tak bukan demi anaknya, Robert Mellema dan Annelies Mellema. Hal itu dia lakukan untuk melindungi mereka serta menjaga mereka dari kerasnya praktik hukum pengadilan putih masa itu.

Demi rasa kasih dan cintanya terhadap anak, Nyai Ontosoroh memoles dirinya menjadi perempuan tangguh. Dia kemudian menjadi pekerja keras, cerdas, kritis, tegas dan keras namun tetap menunjangnya dengan hati nurani dan sifat kasih sayang.

Perempuan sekarang pun bisa berkiblat pada Nyai Ontosoroh dengan memiliki tekad yang berani dan bermental baja. Jika demikian, dia tidak hanya berdaya, melainkan telah menjadikan dirinya seorang perempuan yang berkontribusi dalam peradaban membawa peran-peran yang menakjubkan. []

Tags: BerdayaCintaNyai OntosorohPeran PerempuanperempuanPerempuan Tangguh
Shella Carissa

Shella Carissa

Masih menempuh pendidikan Agama di Pondok Kebon Jambu Al-Islamy dan Sarjana Ma'had Aly Kebon Jambu. Penikmat musik inggris. Menyukai kajian feminis, politik, filsafat dan yang paling utama ngaji nahwu-shorof, terkhusus ngaji al-Qur'an. Heu.

Terkait Posts

Ancaman Intoleransi

Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

5 Juli 2025
Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

4 Juli 2025
Fiqh Al-Usrah

Fiqh Al-Usrah Menjembatani Teks Keislaman Klasik dan Realitas Kehidupan

28 Juni 2025
Novel Cantik itu Luka

Novel Cantik itu Luka; Luka yang Diwariskan dan Doa yang Tak Sempat Dibisikkan

27 Juni 2025
Fiqhul Usrah

Fiqhul Usrah: Menanamkan Akhlak Mulia untuk Membangun Keluarga Samawa

25 Juni 2025
Hakikat Berkeluarga

Membedah Hakikat Berkeluarga Ala Kyai Mahsun

23 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sejarah Ulama Perempuan

    Mencari Nyai dalam Pusaran Sejarah: Catatan dari Halaqah Nasional “Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kasih Sayang Seorang Ibu
  • Intoleransi di Sukabumi: Ketika Salib diturunkan, Masih Relevankah Nilai Pancasila?
  • Pengrusakan Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Sisakan Trauma Mendalam bagi Anak-anak
  • From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?
  • Pentingnya Relasi Saling Kasih Sayang Hubungan Orang Tua dan Anak

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID