• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Stigma Perempuan dan Ihwal Kedekatan dengan Tuhan

Berdasarkan literatur hadis, tidak pernah sedikitpun Nabi mendiskriminasi perempuan. Apalagi menganggap perempuan sebagai penghalang untuk dekat dengan Tuhan

M. Daviq Nuruzzuhal M. Daviq Nuruzzuhal
17/10/2023
in Hikmah
0
Stigma Perempuan

Stigma Perempuan

821
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Stigma perempuan sebagai penghalang  Tuhan seringkali kita jumpai dalam budaya keagamaan kita. Bertebaran tafsir akan teks-teks hadis mengenai perempuan sebagai sumber fitnah. Ada lagi tafsir atas teks keagamaan yang menggaungkan perempuan sebagai sumber maksiat.  Parahnya lagi, sampai kepada anggapan baru bahwa perempuan adalah sebagai penghalang menggapai Tuhan.

Akibat merebaknya tafsir tersebut di kalangan masyarakat kita, lambat laun hal tersebut menjadi sebuah kebudayaan agama yang mengakar. Tafsir agama diskriminatif bergema di seluruh penjuru daerah. Mulai dari pelosok negeri hingga kota-kota besar.

Imbasnya, Sebagian masyarakat awam yang telah terpapar tidak bisa lagi membedakan mana yang ajaran agama, dan yang mana tafsir agama. mereka cenderung mengamini segala hal yang masuk dalam diri mereka. Buntut dari stigma perempuan merupakan sumber maksiat dan sumber fitnah itu sampai menimbulkan stigma baru terhadap perempuan.

Karena sudah tertancap di otak kita bahwa perempuan adalah sumber maksiat, maka ada angapan segala perkara yang berhubungan dengan perempuan adalah buruk. Termasuk dalam hal kedekatan dengan Tuhan. Dalam ajaran tasawuf Al-Ghazali, ada salah satu tahapan dalam mendekati Tuhan.

Tahapan tersebut adalah Takhalli, yaitu membersihkan hati dan jiwa kita dari hal-hal yang bersifat kotor. Ketika anggapan bahwa perempuan merupakan sumber maksiat, maka otomatis proses takhalli kita akan ternodai ketika berelasi dengan perempuan. Bahkan saking ekstrimnya anggapan ini, ada kasus seorang suami yang rela meninggalkan kewajiban batin Istrinya.

Baca Juga:

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Membantah Ijma’ yang Melarang Perempuan Jadi Pemimpin

Tafsir Hadits Perempuan Tidak Boleh Jadi Pemimpin Negara

Tidak berhenti sampai di situ saja, bahkan ada juga laki-laki yang rela tidak menikah dengan alasan riyadhah beribadah pada Allah. Dalam usaha mendekat pada Tuhan, para salik dalam ajaran tasawuf biasanya akan menyepikan diri dari keramaian. Tapi, terkadang hal ini sampai melewati batas sehingga mengabaikan hak-hak dan kewajiban sosial salik itu sendiri.

Lebih bahaya lagi kalau masyarakat awam memegang stigma perempuan ini. Karena potensi marjinalisasi perempuan akan semakin besar, sehingga akan bermuara pada tindak pelecehan dan kekerasan.

Stigma Diskriminatif Bukan Ajaran Nabi

Berdasarkan literatur hadis, tidak pernah sedikitpun Nabi mendiskriminasi perempuan. Apalagi menganggap perempuan sebagai penghalang untuk dekat dengan Tuhan. Bahkan sebaliknya, Nabi menegaskan bahwa perempuan tidak boleh kita kaitkan dengan hal tersebut. Hal itu terbukti dari sabda Nabi:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم حَمِدَ اَللَّهَ , وَأَثْنَى عَلَيْهِ , وَقَالَ : لَكِنِّي أَنَا أُصَلِّي وَأَنَامُ , وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ , وَأَتَزَوَّجُ اَلنِّسَاءَ , فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Artinya: Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam setelah memuji Allah dan menyanjung-Nya bersabda: “Tetapi aku sholat, tidur, berpuasa, berbuka, dan mengawini perempuan. Barangsiapa membenci sunnahku, ia tidak termasuk ummatku.” [Muttafaq Alaihi].

Hadis tersebut menceritakan tentang kisah sahabat Anas bin Malik yang gemar beribadah siang-malam. Namun, kebiasaannya tersebut tetap ia bawa meski sudah menikah. Akibatnya, Nabi menasihati Anas bin Malik dengan hadis tersebut.

Ada lagi hadis nabi yang menyebutkan bahwa wahyu turun kepada Nabi ketika ia sedang dalam selimut Aisyah. Istri Nabi tersebut juga pernah iseng kepada Nabi ketika salat. Nabi bersabda :

  عن عائشة رضى الله عنها، ان النبي صلى الله عليه وسلم قال لام سلمة :لا تؤذيني في عائشة فإن الوحي لم يأتني وأنا في ثوب امرأة، إلا عائشة

Artinya : Aisyah Ra meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Saw berkata kepada ummu salamah Ra., “ jangan sakiti aku pada diri Aisyah, karena tidak pernah wahyu turun kepadaku saat aku berada dalam selimut perempuan selain Aisyah.” (Shahih al-Bukhari).

حَدَّثَنَا الْقَاسِمُ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ بِئْسَمَا عَدَلْتُمُونَا بِالْكَلْبِ وَالحِمَارِ، لَقَدْ رَأَيْتُنِي وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي، وَأَنَا مُضْطَجِعَةً بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ، فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَسْجُدَ غَمَزَ رِجْلَيَّ فَقَبَضْتُهُمَا. رواه البخاري

Artinya: Qasim meriwayatkan bahwa Aisyah Ra berkata, “Buruk amat perlakuan kamu sekalian para laki-laki menyamakan kami (para perempuan) dengan anjing dan keledai. Sungguh, aku mengalami sendiri dan melihat Rasulullah Saw  shalat, sedangkan aku sedang berbaring di antara beliau dan arah kibatnya. Jika hendak sujud, beliau membuat isyarat dengan mendorong kakiku dengan tangan beliau, lalu aku pun segera menarik kedua kakiku.” (Shahih al-Bukhari).

Meluruskan Stigma Perempuan sebagai penghalang menuju Tuhan

Ada berbagai alasan mengapa perempuan tidak boleh kita kategorikan sebagai penghambat untuk dekat dengan Tuhan.

Pertama, ada teks yang menyatakan bahwa meninggalkan pernikahan untuk ibadah itu bukan teladan Nabi Muhammad Saw. Kedua terdapat teks yang menceritakan bagaimana wahyu turun ketika Nabi Muhammad Saw sedang berselimut dengan Aisyah. Ketiga, Nabi Muhammad Saw tidak mempermasalahkan perempuan (istri) berbaring di hadapannya.

Jika mengacu pada hadis di atas mendekati Allah itu bukan dengan meninggalkan perempuan dan keluarga, sebagaimana yang praktik yang kita lakukan akhir-akhir ini. Justru, menikah dan mengurus keluarga merupakan bagian dari ibadah yang dapat mendekatkan diri pada Allah.

Dalam hadis di atas juga menunjukkan bahwa perempuan bukanlah penghalang untuk mendekatkan diri pada Allah. Perempuan sama sekali tidak mengganggu ibadah seseorang, sebagaimana kisah Nabi dan istrinya. Semua stigma perempuan yang menyalahi atau sebaliknya justru menyalahi Nabi Muhammad Saw dan tidak Islami sama sekali.

Kemudian, Menurut perspektif mubadalah, maka laki-laki juga juga bukan penghalang bagi perempuan untuk mendekat pada Allah. Bahkan keduanya bisa saling membantu mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa stigma perempuan addalah penghalang untuk dekat dengan Tuhan sungguh tidak tepat.

Dalam mendekatkan diri pada Allah Swt, Nabi Muhammad Saw saja tidak sampai mendiskriminasi perempuan.  Masa Stigma diskriminatif tetap kita lestarikan? Lalu, Nabi siapa yang kita anut selama ini? []

 

 

Tags: istri nabimenggapai tuhanNabi Muhammad SAWperempuanStigma PerempuanSunah Nabi
M. Daviq Nuruzzuhal

M. Daviq Nuruzzuhal

Mahasiswa jurusan ilmu falak UIN Walisongo Semarang yang menekuni Islamic Studies dan isu kesetaraan. Allumni MA NU TBS dan Ponpes Raudlatul Muta'allimin Jagalan 62 Kudus

Terkait Posts

Bersyukur

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

19 Mei 2025
Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Pola Relasi Suami Istri

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

17 Mei 2025
Peluang Ulama Perempuan

Peluang Ulama Perempuan Indonesia dalam Menanamkan Islam Moderat

16 Mei 2025
Nusyuz

Membaca Ulang Ayat Nusyuz dalam Perspektif Mubadalah

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version