Selasa, 4 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Nifas

    Haidh, Nifas, dan Istihadhah: Fitrah Perempuan yang Dimuliakan

    Usia 20-an

    It’s OK Jika Masih Berantakan di Usia 20-an

    Haidh

    Haidh Bukan Alasan Mengontrol Tubuh Perempuan

    Haidh

    Haidh dan Bias Tafsir: Ketika Tubuh Perempuan Dikontrol Agama

    Ekonomi Biru

    Meniti Keadilan di Gelombang Ekonomi Biru

    Haidh

    Membaca Ulang Makna Haidh dalam Islam

    Aksesibilitas Fasilitas Umum

    Aksesibilitas Fasilitas Umum Bukan Hanya Proyek Seremonial!

    Perempuan KUPI yang

    KUPI Menolak Tafsir yang Menafikan Martabat Perempuan

    Mandat KUPI

    Membaca Mandat KUPI dalam Kerangka Rahmatan lil ‘Alamin

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Nifas

    Haidh, Nifas, dan Istihadhah: Fitrah Perempuan yang Dimuliakan

    Usia 20-an

    It’s OK Jika Masih Berantakan di Usia 20-an

    Haidh

    Haidh Bukan Alasan Mengontrol Tubuh Perempuan

    Haidh

    Haidh dan Bias Tafsir: Ketika Tubuh Perempuan Dikontrol Agama

    Ekonomi Biru

    Meniti Keadilan di Gelombang Ekonomi Biru

    Haidh

    Membaca Ulang Makna Haidh dalam Islam

    Aksesibilitas Fasilitas Umum

    Aksesibilitas Fasilitas Umum Bukan Hanya Proyek Seremonial!

    Perempuan KUPI yang

    KUPI Menolak Tafsir yang Menafikan Martabat Perempuan

    Mandat KUPI

    Membaca Mandat KUPI dalam Kerangka Rahmatan lil ‘Alamin

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Perempuan dan Kesehatan Mental

Mela Rusnika Mela Rusnika
3 Agustus 2020
in Film, Keluarga, Personal
0
Perempuan dan Kesehatan Mental
866
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Budaya patriarki yang selama ini bias gender bukan hanya berdampak pada peran laki-laki dan perempuan yang disfungsi, lebih dari itu budaya patriarki berdampak pada kesehatan mental. Kesehatan mental sendiri tidak hanya berbicara tentang penyakit, tetapi dalam arti luas berkaitan dengan masalah-masalah penyesuaian diri untuk berupaya menjadi sehat mental.

Berbicara mengenai bias gender dan kesehatan mental, Sigmund Freud menyatakan jika perempuan rentan mengalami agresi terhadap diri sendiri yang berasal dari lingkungan yang patriarki. Akibatnya, perempuan cenderung memiliki masalah penyesuaian diri seperti stress, depresi, gangguan cemas, fobia, gangguan makanan, dan lainnya.

Pada mulanya, masalah penyesuaian diri ini berasal dari kebiasaan, peran, posisi, dan tuntutan yang diberikan kepada perempuan. Sedari kecil perempuan dituntut memiliki kepribadian yang mengutamakan hubungan, perasaan atau afeksi, menjadi pendukung, dan menomorsatukan kepentingan orang lain atau berkorban demi orang lain.

Tuntutan-tuntutan itu membuat perempuan memiliki banyak peran dan tekanan yang harus dihadapi setiap hari. Bahkan ketidaksetaraan gender banyak menekan perempuan untuk menjadi orang lain dan tidak mengenal dirinya sendiri. Mulai dari penampilan luar, pola pikir, dan cara berekspresi yang ditentukan oleh standar dari luar dirinya.

Sedari kecil perempuan selalu menjadi pihak yang harus terus berkorban. Sebagaimana yang digambarkan melalui film Korea, Kim Ji Young Born 1982, ketika ibunya harus memupus cita-cita menjadi guru untuk membiayai sekolah adik-adiknya. Hubungan Kim Ji Young dengan ayahnya pun tidak harmonis, karena ayahnya hanya membawa oleh-oleh untuk adik laki-lakinya. Ayahnya pun tidak berupaya melindunginya saat ada laki-laki yang mencoba melakukan pelecehan. Ia malah disalahkan oleh ayahnya karena dianggap berpenampilan menggoda.

Kondisi yang digambarkan pada film itu terlihat juga dilingkungan masyarakat kita. Hingga saat ini masih banyak orang tua yang menikahkan anak perempuannya pada usia muda dengan alih-alih beban ekonomi berkurang. Dampaknya anak perempuan itu mengorbankan diri secara terpaksa dengan memendam cita-cita serta harapannya untuk kehidupan di masa depan.

Begitupun dengan ayah atau secara umum orang tua yang lebih banyak menyalahkan anak perempuan saat berpakaian terbuka. Mayoritas lingkungan kita menggunakan dogma agama untuk mengancam anaknya berpenampilan tertutup, tidak keluar rumah, atau lainnya agar terhindar dari pelecehan seksual. Kebanyakan anak perempuan itu disalahkan dengan dalih dosa atau neraka.

Kondisi anak perempuan yang telah mengenal budaya patriarki sejak kecil, secara tidak langsung berpengaruh pada kesehatan mentalnya saat ia berkembang menjadi wanita dewasa. Belum lagi pengaruh lingkungan luar seperti sistem masyarakat, pola pikir, hingga standar kecantikan yang kebanyakan menyudutkan dan menuntut perempuan.

Dalam hal standar kecantikan misalnya, hingga saat ini perempuan masih saja dibombardir media dengan citra tubuh yang harus berkulit putih, berambut lurus, dan langsing. Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Psychological Science pun menunjukkan bahwa masyarakat cenderung menilai perempuan berdasarkan penampilan.

Sedangkan untuk hal-hal yang berkaitan dengan kecerdasan, keterampilan, dan kepribadian perempuan justru dikesampingkan, berbeda ketika mereka memberikan penilaian terhadap laki-laki. Kondisi yang demikian dapat disebut sebagai penurunan terhadap harkat tubuh perempuan dengan menjadikan perempuan sebagai objek semata.

Penilaian terhadap perempuan yang berkaitan dengan standar kecantikan itu, menurut Jackie Viemilawati, seorang psikolog klinis dan antropolog media dari Yayasan Pulih justru berisiko membuat perempuan mengalami gangguan kesehatan mental. Gangguan kesehatan mentalnya dapat berupa Gangguan Stress Pasca Trauma (PTSD), kecemasan, dan gangguan pola makan. Mental yang tidak sehat ini dapat saja menurunkan kualitas dan harapan hidup perempuan. Baik itu insecure karena tidak dapat memenuhi standar kecantikan tersebut atau justru sakit fisik yang disebabkan pola makan yang tidak sehat.

Tidak hanya itu, perempuan juga rentan mengalami gangguan kesehatan mental yang disebabkan oleh objektifikasi perempuan. Misalnya siulan, tatapan, atau ucapan yang dianggap sebagai budaya laki-laki yang justru diklaim sebagai bentuk dalam menunjukkan kasih sayang.

Objektifikasi perempuan seperti di atas juga terkadang dianggap sebagai pujian dan merupakan hal yang biasa. Dalam hal ini, penampilan dan tubuh perempuan seringkali dijadikan bahan guyonan. Mereka yang melakukan itu tidak sadar bahwa praktik tersebut bisa berbahaya bagi kesehatan mental perempuan apabila terus dibiarkan. Objektifikasi kepada perempuan ini terjadi ketika bagian tubuh perempuan diinspeksi melalui pandangan dan sentuhan. Laki-laki sebenarnya bisa juga mengalami hal tersebut, tapi perempuan mempunyai kecenderungan lebih besar.

Bentuk-bentuk objektifikasi lainnya pun beragam, mulai dari menatap bagian tubuh tertentu, bersiul ketika perempuan lewat, meraba bagian tubuh, mengeluarkan komentar berkaitan dengan penampilannya baik secara langsung atau melalui media sosial, bahkan melakukan kekerasan fisik seperti memerkosa.

Dampak yang paling terlihat dari praktik objektifikasi kepada perempuan ialah self-objectification. Apabila hal ini terus dibiarkan dapat mengganggu kepercayaan diri perempuan, memiliki perasaan tidak aman, memengaruhi kenyamanan perempuan untuk berpartisipasi di ranah publik, bahkan berpengaruh terhadap angka kematian perempuan.

Objektifikasi ini pun menjadi perpanjangan tangan perilaku seksisme atau diskriminasi gender. Pada sebuah studi Young Women’s Trust ditemukan bahwa seksisme berkaitan dengan tingkat depresi yang tinggi pada wanita muda yang mana berresiko menjadi sasaran perilaku seksis. Young Women’s Trust yang bekerja sama dengan Universitas College London juga menemukan bahwa perempuan rentang usia 18-30 tahun yang mengalami seksisme lima kali lebih mungkin menderita depresi klinis.

Pada umumnya seksisme terhadap perempuan terjadi dilingkungan sekolah, kerja, transportasi umum, dan di luar rumah. Seksisme sangatlah memengaruhi kehidupan perempuan usia muda, bahkan memiliki dampak gangguan kesehatan mental yang menahun. Perempuan yang menjadi korban perilaku seksisme bukan hanya wanita muda, baik yang belum menikah maupun yang sudah berkeluarga. Mereka yang berusia 30 tahun ke atas pun kerap kali menerima perilaku seksisme yang merujuk pada perubahan biologis.

Misalnya ketika perempuan mengalami masa menopause selalu dikaitkan dengan nilai-nilai sosial bahwa perempuan itu tidak subur lagi. Nilai-nilai perempuan dilingkungannya pun menjadi berkurang dan itulah yang menambahkan faktor risiko kesehatan mental bagi perempuan. Kondisi perempuan yang rentan mengalami gangguan kesehatan mental akibat bias gender pun dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok radikal dan ekstremis. Latar belakang perempuan yang diajarkan harus patuh kepada laki-laki sedari kecil dijadikan tameng untuk mengikuti perintah dari pimpinan kelompok.

Melalui doktrin agama dan sosial yang cenderung patriarki, perempuan diberikan paham bahwa bergabung dengan kelompok tersebut memudahkan seluruh anggota keluarganya masuk surga. Dalam hal ini perempuan kembali menjadi sosok yang harus berkorban untuk keluarganya. Pada akhirnya, semua hal yang berakibat pada kesehatan mental menjadi penyebab rendahnya produktivitas perempuan dibandingkan laki-laki, terutama dalam bidang pendidikan dan ekonomi, begitupun dalam isu ekstremisme kekerasan. Hal ini karena banyaknya batasan-batasan yang dikonstruksi masyarakat dalam mengekang perempuan.

Sistem patriarki dan konstruksi gender sebenarnya merugikan laki-laki juga, tapi lebih banyak perempuan yang dirugikan. Dalam relasi kelompok pun perempuan yang seharusnya menjadi support system antar sesama perempuan, malah menjadi boomerang, yang mana perempuan pun menjadi pelaku bullying secara psikologis.

Banyak perempuan yang akhirnya diam dan abai terhadap kesehatan mental mereka sendiri karena terlalu banyak stigma. Bahkan tidak sedikit juga orang-orang terdekat mereka yang mengungkit-ungkit bahwa gangguan kesehatan mental yang terjadi merupakan akibat dari kurangnya mendekatkan diri kepada Tuhan.

Pernyataan itu bukan membuat kondisi perempuan semakin membaik, malah memperburuk situasi dan mendorong sebagian orang ingin mengakhiri hidup. Begitulah yang disampaikan salah satu perempuan yang berpartisipasi dalam diskusi Ruang Nyaman yang diselenggarakan Magdalene pada 2019 silam.

Dampak budaya patriarki itu ternyata sangatlah luas, hingga menyentuh ranah kesehatan mental, khususnya perempuan. Namun, dengan mengetahuinya setidaknya kita bisa mulai aware dan peka terhadap kehidupan perempuan yang membutuhkan ruang untuk memerdekakan dirinya dalam segala hal. Kita juga sebagai perempuan harapannya mulai mengerti bahwa perempuan itu membutuhkan support system yang baik. Tujuannya agar kualitas dan harapan hidup perempuan terus meningkat, bukannya melakukan perilaku bullying antar sesama perempuan.

Dengan memberi dukungan dan memahami bahwa perempuan itu rentan terkena gangguan kesehatan mental akibat budaya patriarki, secara tidak langsung kita semua sedang memberikan kekuatan kepada seluruh perempuan, bahwa perempuan bukanlah manusia kelas dua yang terus menerus menjadi korban objektifikasi. Harapannya pun pemerintah kita bisa melek dengan kondisi budaya patriarki yang berpengaruh pada kesehatan mental perempuan. Misalnya dengan mengesahkan RUU PKS yang mana dianggap salah kaprah, tetapi justru membantu sekaligus menolong perempuan menjadi sehat secara mental.[]

Mela Rusnika

Mela Rusnika

Bekerja sebagai Media Officer di Peace Generation. Lulusan Studi Agama-Agama UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Part time sebagai penulis. Tertarik pada project management, digital marketing, isu keadilan dan kesetaraan gender, women empowerment, dialog lintas iman untuk pemuda, dan perdamaian.

Terkait Posts

Nifas
Keluarga

Haidh, Nifas, dan Istihadhah: Fitrah Perempuan yang Dimuliakan

3 November 2025
Usia 20-an
Personal

It’s OK Jika Masih Berantakan di Usia 20-an

3 November 2025
Haidh
Keluarga

Haidh Bukan Alasan Mengontrol Tubuh Perempuan

3 November 2025
Wangari Muta Maathai
Figur

Wangari Muta Maathai: Perempuan Afrika Pertama Peraih Nobel Perdamaian untuk Lingkungan

3 November 2025
Haidh
Keluarga

Haidh dan Bias Tafsir: Ketika Tubuh Perempuan Dikontrol Agama

3 November 2025
Ekonomi Biru
Publik

Meniti Keadilan di Gelombang Ekonomi Biru

3 November 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Haidh

    Membaca Ulang Makna Haidh dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meniti Keadilan di Gelombang Ekonomi Biru

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Wangari Muta Maathai: Perempuan Afrika Pertama Peraih Nobel Perdamaian untuk Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Haidh dan Bias Tafsir: Ketika Tubuh Perempuan Dikontrol Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • It’s OK Jika Masih Berantakan di Usia 20-an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Haidh, Nifas, dan Istihadhah: Fitrah Perempuan yang Dimuliakan
  • It’s OK Jika Masih Berantakan di Usia 20-an
  • Haidh Bukan Alasan Mengontrol Tubuh Perempuan
  • Wangari Muta Maathai: Perempuan Afrika Pertama Peraih Nobel Perdamaian untuk Lingkungan
  • Haidh dan Bias Tafsir: Ketika Tubuh Perempuan Dikontrol Agama

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID