Mubadalah.id – Perhatikan postingan yang saya kutip berikut ini:
“Teringat teman yang punya anak 6. Sepertinya hidupnya bahagia tapi kok status FB-nya kayak kesepian mulu. Begitu juga suaminya yang juga bisa dibilang temanku juga. Qadarullah, mereka bercerai di usia pernikahan yang hampir 20 tahun.
Entah kenapa, saya sempat punya ‘feeling’ mereka tak baik-baik saja tapi nggak berani nanya. Ternyata beneran bubar. Sedangkan teman yang lainnya lagi, tanpa anak hingga 20 tahun usia pernikahannya. Dan mereka baik-baik saja hingga detik ini, alhamdulillah. Benar, kuncinya ada di suami.”
Rumah tangga itu sepenuhnya misteri. Tidak akan ada seorang pun yang tahu, dengan siapa kita akan menikah, kapan waktunya, di mana tempatnya, bagaimana prosesnya, seberapa lama perjalanannya, dan seterusnya.
Untuk itu saya menulis buku berjudul “Menempuh Perjalanan Terjauh: Tentang Pernikahan, Lika-liku Rumah Tangga dan Resep Hidup Bahagia bersama Allah.” Buku ini terbit pada tahun 2022, oleh Penerbit Quanta, Elex Media Komputindo, Kompas-Gramedia, Jakarta. Mengapa misteri? Karena hanya Allah saja yang mengetahuinya.
Menanggapi postingan yang saya kutip di atas, persoalannya bukan hanya pada suami, kuncinya bukan hanya pada suami, kuncinya adalah berdua. Bahkan bukan hanya istri dan suami, melainkan menyangkut masing-masing orang tua dan mertua. Apabila terjadi dalam kehidupan, pasangan istri dan suami yang akhirnya bercerai, itu semata-mata bukan karena salahnya suami saja atau istri saja.
Kesalahan Berdua
Perceraian itu merupakan konsekuensi dari kesalahan berdua, antara istri dan suami, apa pun alasannya. Bahkan terjadi juga, istri dan suami yang awalnya selalu kokoh, tetapi karena pengaruh negatif dari orang terdekatnya, apakah itu orang tua, mertua atau lainnya, juga bisa bercerai.
Tak terkecuali apabila ada pasangan istri dan suami yang mampu bertahan meskipun setelah sekian tahun lamanya belum dikaruniai momongan. Kebertahanan itu terbangun atas fondasi yang kuat antara istri dan suami, berikut orang-orang terdekatnya.
Sebab di luar sana juga banyak terjadi, pasangan yang tidak mampu bertahan karena ujian belum dikaruniai momongan. Dengan kata lain, penyebab kukuh atau rapuhnya sebuah bangunan rumah tangga akan sangat ditentukan oleh komitmen bersama. Di mana kuncinya ada pada istri dan suami.
Kenapa kuncinya bukan hanya pada suami? Sebab sekuat-kuatnya, sepandai-pandainya, sehebat-hebatnya suami, pasti ada batasnya. Demikian juga dengan kekuatan, kepandaian dan kehebatan seorang istri. Penting dibangun adalah pola pikirnya dulu, bahwa tidak boleh istri menggantungkan hidupnya kepada suami atau pun sebaliknya, suami kepada istri. Tempat bergantung kita yang terbaik hanyalah Allah Swt.
Banyak sekali pengalaman yang bisa kita jadikan pelajaran, apakah mereka yang bertahan atau yang berujung perpisahan. Dengan penyebab yang masuk atau tidak masuk akal. Dalam rumah tangga yang misteri ini semuanya bisa terjadi.
Jangan Hakimi Rumah Tangga Siapapun
Penting juga kita pahami, karena hal ini masih jarang tersampaikan oleh para ulama, psikolog dan ahli lainnya, bahwa kebertahanan istri dan suami itu tidak melulu atau seratus persen “baik” tanpa ada cela dan keburukan. Sebagaimana istri dan suami yang akhirnya memilih bercerai, itu pun tidak otomatis sepenuhnya berisi keburukan.
Kita tidak boleh menghakimi rumah tangga siapa pun, hanya karena bercerai kemudian kita anggap gagal seratus persen. Saya sendiri punya kenalan, seorang Kiai dan Nyai yang justru memilih berpisah, lalu masing-masing mereka menikah lagi, dan mampu bertahan dengan pernikahan barunya. Bertahan atau berpisahnya setiap pasangan, hanyalah skenario Allah untuk setiap manusia agar bisa kita ambil hikmahnya.
Tidak ada rumah tangga yang tidak ada masalah. Bagaimana pun perempuan dan laki-laki bersatu dalam akad pernikahan, di mana di saat yang bersamaan, keduanya memiliki watak dan latarbelakang yang berbeda. Tanpa kedewasaan dan kesabaran, sudah pasti akan berujung perpisahan.
Termasuk perlu saya sampaikan bahwa ada pasangan istri dan suami yang justru memilih berpisah, padahal keduanya diberi keturunan oleh Allah, harta yang berkecukupan, dan kenikmatan lainnya. Tetapi keduanya tetap memilih berpisah.
Kembali lagi bahwa bagaimanapun kondisi rumah tangga kita saat ini, yang baru maupun yang telah lama, kunci keutuhan rumah tangga tetap harus diikhtiarkan berdua dan bersama. Istri, suami dan orang-orang terdekatnya sekuat tenaga terus menjalin komunikasi yang baik, satu sama lain saling terbuka dan senantiasa bersikap hati-hati.
Di sinilah komitmen istri dan suami teruji, sebab kedua pihak inilah yang akan mampu mengendalikan manakala di luaran mendapat respon dan komentar yang baik maupun yang buruk. Mari kita terus berusaha dan berdo’a, semoga rumah tangga kita Allah kuatkan, sementara yang kadung berpisah, Allah tetap berkahi kehidupannya. []