• Login
  • Register
Senin, 7 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Malaikat Jalanan dan Kesetaraan Huruf Arab-Ajami

Malaikat jalanan bukan hanya sekedar tulisan, apa lagi lelucon. Tapi senantiasa berjalan sembari memberikan energi menyelamatkan seorang tak berdaya, menabur cinta atas orang putus asa

Moh Soleh Shofier Moh Soleh Shofier
23/07/2024
in Pernak-pernik
0
Malaikat Jalanan

Malaikat Jalanan

974
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id — Siapa sangka, setelah pengajian, bapak tua itu bertanya hal remeh kepada seorang kiai setingkat Wakil Ra’is Aam PBNU, kiai Afifuddin Muhajir. Malaikat Jalanan? Pertanyaan yang ia sodorkan kemarin, Minggu (21/7/2024) bakda pengajian tiap hari minggu di kediaman Kiai Afif.

Sembari senyam-senyum bapak tua itu mengungkapkan kegelisahannya tiap kali jumpa kalimat “Malaikat Jalanan” di beberapa titik sekitar rute perumahannya.

Malaikat Jalanan, bagi sebagian orang, hanya lelucon tapi tidak bagi si bapak yang gundah hingga menyentuh sensitifitas keyakinannya.

Saya mengira, kiai Afif akan melewati pertanyaan tersebut. Mengingat antrian pertanyaan lain yang lebih besar dan serius misal respons terkait perhelatan tambang, nasab, dan terakhir kasus waqi’i meninggalkan wasiat dalam khutbah jum’at yang kedua.

Kesetaraan Huruf Arab dan Ajami

Faktanya tidak. Dan perkiraan saya salah. Kiai justru menikmati menjawab pertanyaan tersebut dengan selingan gelak tawa dari para hadirin.

Baca Juga:

Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

Tafsir Sakinah

Dalam menjawab pun, kiai Afif tak gamblang boleh-tidak, haram-halal, tidak. Beliau membawa pada hal yang mendasar. “Huruf-huruf itu tak ada yang sakral baik huruf Arab atau bukan” tuturnya. Mengulang penjelasan dalam unggahan di Facebooknya.

“Huruf itu tidak sakral. Yang sakral adalah kalimat atau kata yg melambangkan sesuatu yang sakral seperti asma Allah, asma Nabi dll”.

Jadi, huruf apapun baik huruf arab atau ajami tidaklah sakral selama tidak menjadi lambang atau simbol dzat yang sakral. Keduanya setara. Sebaliknya, huruf apapun yang terangkai menjadi kata atau kalimat dan merujuk makna dzat yang sakral, maka menjadi sakral.

Malaikat Jalanan

Sementara malaikat, imbuh Kiai Afif, adalah makhluk yang sakral. Sehingga tak elok bila kata Malaikat bersanding dengan kalimat yang bermakna “negatif/buruk”.

Tentu saja, yang tak elok adalah kata Malaikat – baik pakai tulisan arab atau latin. Karena huruf apapun yang merujuk kepada makhluk sakral maka kata itu menjadi sakral pula. Karena malaikat, dalam teologi muslim, merupakan perantara turunnya Alquran kepada manusia.

Lalu apakah “Malaikat Jalanan” tak elok dan mengesankan desakralisasi makhluk yang mestinya sakral? Sayang Kiai Afif tak menjawab dengan tegas kendatipun secara konteks dan indikasi mengatakan, tak seharusnya “malaikat” bersanding dengan kata “jalanan”.

Sebabnya, sebagaimana kata saya di muka, bagi sebagian orang seolah lelucon yang konotasinya negatif dan buruk. Itulah kesan kala di majlis pertanyaan itu terlontar. Boleh jadi, alasan inilah yang membuat bapak tua sedikit janggal hingga denyut nadi keyakinannya berteriak, tidak.

Tapi tidak bagi sebagian orang, misal saya. Bagi saya dan beberapa anak muda yang senasib, “malaikat jalanan” merupakan suatu kata untuk terus mendorong menjalani hidup.

Di saat Jibril tak lagi singgah ke dunia sejak Nabi Muhammad wafat. Izrail yang enggan mencabut nyawa sebelum waktunya. Israfil yang sibuk memegang terompetnya, dan Mikail sibuk membagi-bagikan rizki bahkan ke para koruptor.

Kala itulah “Malaikat Jalanan” dengan penuh kesakralannya menemani kita tetap berjalan menuju Tuhan dan merengkuh dari lumbung keputus asaan. Dan boleh jadi, membantu anak-anak yang dibulli bahkan oleh aparat, para petani dari jeratan korporat.

Dalam kondisi ini Malaikat jalanan bukan hanya sekedar tulisan, apa lagi lelucon. Tapi malaikat yang senantiasa berjalan sembari memberikan energi menyelamatkan seorang tak berdaya, menabur cinta atas orang putus asa. Bahkan dengan hilangnya nyawa sebagai pilihan terbaik tinimbang hidup disiksa – layaknya bocah yang mati dugaan penyiksaan aparat. Wahai Malaikat Jalanan. []

 

 

Tags: Bahasa ArabislamkematianMalaikatMalaikat Jalanan
Moh Soleh Shofier

Moh Soleh Shofier

Dari Sampang Madura

Terkait Posts

Bekerja adalah bagian dari Ibadah

Bekerja itu Ibadah

5 Juli 2025
Bekerja

Jangan Malu Bekerja

5 Juli 2025
Bekerja dalam islam

Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

5 Juli 2025
Kholidin

Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

5 Juli 2025
Sekolah Tumbuh

Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

4 Juli 2025
Oligarki

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

4 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ulama Perempuan

    Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia
  • Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial
  • Surat yang Kukirim pada Malam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID