• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Agama vs Moralitas: Mengapa Seseorang yang Taat Agama Bisa Menjadi Pelaku Kekerasan Seksual?

Prinsip moral yang baik adalah yang berlandaskan pada dampak suatu perbuatan terhadap kesejahteraan diri sendiri dan orang lain

Hoerunnisa Hoerunnisa
08/08/2024
in Publik
0
Pelaku Kekerasan Seksual

Pelaku Kekerasan Seksual

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Beberapa waktu lalu, kita bersama-sama merayakan Hari Anak Nasional (HAN), tepatnya pada tanggal 23 Juli 2024. Momen HAN ini tentu menjadi momen penting bagi anak-anak Indonesia. HAN 2024 mengangkat tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju.” Tema ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk terus melindungi hak-hak anak agar mereka dapat berkembang dengan baik dan berkontribusi pada kemajuan bangsa.

Kehadiran Hari Anak Nasional tidak muncul dari ruang kosong, ia memiliki makna yang dalam. Momen ini hadir sebagai bentuk komitmen bersama terhadap situasi anak yang rentan, terutama terhadap berbagai bentuk kekerasan.

Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), sebanyak 16.854 anak menjadi korban kekerasan pada 2023. Anak-anak ini sering kali mengalami lebih dari satu jenis kekerasan, dengan total 20.205 kejadian kekerasan tercatat. Kekerasan tersebut meliputi kekerasan fisik, psikis, seksual, penelantaran, perdagangan orang, dan eksploitasi. Jenis kekerasan yang paling banyak terjadi adalah kekerasan seksual, dengan 8.838 kejadian.

Kasus Kekerasan terhadap Anak

Sementara kasus kekerasan terhadap anak bagaikan fenomena gunung es. Data yang terhimpun bukanlah data sebenarnya, apalagi kebanyakan kasus tidak teradukan. Seperti halnya kasus pencabulan yang saya temui baru-baru ini, kasus tersebut terjadi sejak tahun 2018 dan baru terungkap setelah 6 tahun lamanya.

Tepat di hari penting anak-anak Indonesia, saya menerima kabar buruk yang menyayat perasaan sedalam-dalamnya. Pria berinisial OM (38), seorang guru SD yang berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) melakukan tindakan pencabulan terhadap 8 siswa laki-laki.

Baca Juga:

Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

Vasektomi Sebagai Solusi Kemiskinan, Benarkah Demikian?

Tonic Immobility: Ketika Korban Kekerasan Seksual Dihakimi Karena Tidak Melawan

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

Tindakan tersebut telah ia lakukan sejak tahun 2018 dan baru terungkap sekarang setelah salah satu korban mengeluh sakit dan dibawa ke dokter oleh orang tuanya. Dokter menemukan luka yang tidak biasa, dan akhirnya anak tersebut mengaku tentang tindakan guru tersebut. Kejadian ini terjadi di daerah Garut Selatan, tempat kelahiran saya.

Tindakan tersebut biasanya pelaku kekerasan seksual setelah memberikan pelajaran atau les komputer di rumahnya. Selanjutnya, setelah melakukan perbuatan pencabulan, pelaku memberikan uang sebesar Rp20 ribu kepada korban dan meminta agar korban tidak memberitahukan kejadian tersebut kepada siapa pun.

Tidak Hanya Sebagai Guru SD, Pelaku juga Berprofesi Sebagai Guru Ngaji

Kejadian tersebut cukup mengejutkan masyarakat setempat, mengingat citra baik yang telah dibangun pelaku selama ini. Selain sebagai guru dan aktif di berbagai ruang pendidikan, pelaku juga merupakan guru ngaji yang dihormati di kampungnya. Ia sering mengimami salat di masjid dan dianggap sebagai tokoh masyarakat.

Pertanyaan besar yang mungkin muncul di benak banyak orang adalah, bagaimana mungkin seseorang yang kita anggap taat agama bisa melakukan tindakan yang sama sekali tidak bermoral sebagai pelaku kekerasan seksual?

Apakah Mungkin Seseorang yang Taat Agama Bisa Tidak Bermoral?

Saya tertarik dengan penjelasan Cania Citta dalam video YouTube-nya yang berjudul “Moral Tanpa Agama: Apa Mungkin?” Penjelasan Cania ini cukup memberikan gambaran yang jelas tentang mengapa seseorang yang taat agama bisa melakukan tindakan kekerasan seksual.

Menurut Cania, banyak masyarakat Indonesia yang menyamakan moral dengan agama, sehingga menganggap bahwa “moral pasti agama” dan “agama pasti moral”, padahal belum tentu. Ia menjelaskan bahwa prinsip moral yang baik adalah yang berlandaskan pada dampak suatu perbuatan terhadap kesejahteraan diri sendiri dan orang lain. Moral yang berbasis dampak ini juga memiliki koneksi emosional yang sering disebut sebagai Nurani.

Artinya, moral yang baik dapat mengasah kita sehingga nurani kita akan terganggu jika tindakan kita memperburuk kesejahteraan orang lain. Sebaliknya, beberapa orang yang mengaku sebagai tokoh agama mungkin melakukan sesuatu hanya karena “perintah atau larangan” agama. Bukan karena kepekaan Nurani terhadap kesejahteraan diri sendiri atau orang lain, melainkan karena rasa takut.

“Memiliki moral berarti senantiasa menggunakan akal sehat, ilmu pengetahuan, dan kebijaksanaan untuk menentukan apa yang baik dan buruk dalam setiap tindakan,” tegas Cania. Dengan kata lain, rasa takut terhadap tindakan pencabulan tidak akan muncul hanya dari kepatuhan terhadap agama. Oleh karena itu, melibatkan Nurani dalam setiap tindakan adalah hal yang penting.

Akal Sehat Mengatur Perilaku

Jadi, mengapa seseorang yang taat agama bisa menjadi pelaku kekerasan seksual? Jawabannya jelas: banyak orang beragama tanpa melibatkan Nurani dalam perilakunya. Akibatnya, ketika mereka melakukan sesuatu yang buruk, mereka hanya merasa takut kepada Tuhan. Tanpa merasakan rasa bersalah karena tindakan mereka berdampak buruk terhadap orang lain.

Menurut Plato, seks adalah aspek dari jiwa yang irasional dan dapat menjadi liar jika tidak terkendalikan oleh logostikon, yaitu bagian jiwa yang rasional. Oleh karena itu, saya sepakat dengan Cania bahwa perilaku kita harus diatur oleh akal sehat, pengetahuan, dan kebijaksanaan. Tanpa pengendalian rasional ini, nafsu dapat menguasai tindakan kita, menyebabkan perilaku yang tidak bermoral dan merugikan orang lain. []

Tags: agamaHak anakhari anak nasionalKekerasan seksualMoralitasPelaku Kekerasan Seksual
Hoerunnisa

Hoerunnisa

Perempuan asal garut selatan dan sekarang tergabung dalam komunitas Puan menulis

Terkait Posts

Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Nakba Day

Nakba Day; Kiamat di Palestina

15 Mei 2025
Nenek SA

Dari Kasus Nenek SA: Hukum Tak Lagi Melindungi yang Lemah

15 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version