• Login
  • Register
Jumat, 25 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Membongkar Budaya Patriaki di sebagian Masyarakat Madura dengan Pendekatan Trilogi Fatwa KUPI

Dalam konsep Trilogi Fatwa KUPI ini menekankan bahwa laki-laki dan perempuan adalah manusia. Keduanya harus sama-sama harus saling menghormati, menghargai dan memuliakan.

A. Hendra Purnomo A. Hendra Purnomo
18/09/2024
in Publik
0
Masyarakat Madura

Masyarakat Madura

955
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Hingga saat ini, yang menjadi persoalan di sebagaian masyarakat Madura adalah soal kuatnya peran laki-laki daripada para perempuan. Dalam berbagai bidang di ruang publik maupun domestik banyak dikuasai oleh para laki-laki.

Sehingga para perempuan diminta hanya untuk patuh kepada semua perintah laki-laki. Dalam bahasa yang berkembang saat ini, kepatuhan perempuan kepada laki-laki, kita kenal dengan budaya patriaki. Sebuah budaya yang menempatkan perempuan hanya sebagai kelas dua dibanding laki-laki.

Bahkan dengan budaya patriaki yang berkembang di sebagian masyarakat di Madura, justru menjadi kesempatan bagi para laki-laki untuk mendomestifikasi, dan merendahkan perempuan. Bahkan tidak sedikit menganggap para perempuan hanya sebagai pelengkap untuk kehidupannya.

Faktor Penyebab

Namun, dengan melihat realitas tersebut, sebetulnya apa sih penyebab budaya patriaki ini begitu melekat di sebagian masyarakat Madura. Dalam refleksi melihat realitas di kehidupan, saya mencoba mengkaji terkait apa saja faktor penyebabnya.

Pertama, agama dan tradisi keagamaan. Masyarakat Madura kita kenal sebagai komunitas yang religius, dengan mayoritas beragama Islam. Interpretasi konservatif dari ajaran agama sering kali memperkuat peran gender tradisional, di mana laki-laki dianggap sebagai pemimpin keluarga dan masyarakat, sementara perempuan diharapkan menjalankan peran domestik.

Baca Juga:

Tauhid: Kunci Membongkar Ketimpangan Gender dalam Islam

Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

Membongkar Dalil Lemah di Balik Khitan Perempuan

Membongkar Konstruksi Seksualitas Perempuan dalam Pemikiran Keagamaan

Kedua, kultur laki-laki sebagai pemimpin. Di Madura, laki-laki sering kali dianggap sebagai kepala keluarga dan pemimpin di berbagai aspek kehidupan. Status sosial laki-laki sering dikaitkan dengan kemampuan mereka dalam melindungi dan mengatur keluarga, yang memperkuat peran dominan laki-laki dalam masyarakat.

Ketiga, pendidikan yang terbatas untuk perempuan. Meskipun pendidikan formal semakin meluas, dalam sebagian masyarakat Madura, perempuan sering kali memiliki akses yang lebih terbatas terhadap pendidikan daripada laki-laki.

Keempat, nilai-nilai lokal. Nilai-nilai lokal yang terwariskan dari generasi ke generasi cenderung menempatkan perempuan dalam peran subordinat. Peran perempuan sering kali terbatas pada urusan rumah tangga dan mengurus anak, sementara laki-laki mengambil peran di ruang publik dan sebagai pengambil keputusan.

Dengan empat faktor penyebab tersebut, menurut saya hal inilah yang sangat mempengaruhi kehidupan perempuan di Madura. Mereka menghadapi tembok besar yang menyulitkan mereka untuk tumbuh dan berkembang. 

Sehingga, mau tidak mau, tembok besar tersebut harus kita bongkar, dengan kehidupan yang lebih maslahat dan berkeadilan bagi perempuan. Kita bisa memulainya dengan mengajak para perempuan untuk terlibat di ruang-ruang yang strategis dalam membangun kehidupan.

Misalnya, kita bisa mengajak atau berkolaborasi dengan para ulama perempuan Madura untuk mengisi ruang-ruang tersebut. Termasuk mengajak mereka untuk terlibat aktif dalam berbagai kehidupan di masyarakat. Seperti mengisi pengajian, menjadi ibu nyai, mengelola komunitas, menjadi bagian dari lembaga-lembaga keagamaan, menjadi dosen, rektor dan lain sebagainya.

Trilogi Fatwa KUPI

Keterlibatan ulama perempuan dalam kehidupan terutama memiliki perspektif Trilogi Fatwa KUPI (mubadalah, makruf dan keadilan hakiki), menurut saya bisa menyelesaikan berbagai permasalahan yang tengah dihadapi oleh perempuan di dalam lingkungannya. Apalagi trilogi KUPI menjamin kehidupan perempuan dan laki-laki lebih setara, adil, maslahah dan tidak ada yang menempatkan mereka lebih tinggi maupun rendah.

Karena dalam konsep ini menekankan bahwa laki-laki dan perempuan adalah manusia. Keduanya harus sama-sama harus saling menghormati, menghargai dan memuliakan.

Sehingga dengan pendekatan Trilogi Fatwa KUPI, saya meyakini tembok besar (budaya patriaki) bisa kikis dengan secara perlahan. Dengan begitu kehidupan perempuan di Madura menjadi perempuan yang terhormat dan sama-sama memiliki otoritas untuk kehidupannya. []

Tags: Budaya PatriakiMasyarakat MaduraMembongkarPendekatanSebagianTrilogi Fatwa KUPI
A. Hendra Purnomo

A. Hendra Purnomo

Pegiat Literasi dari Pelosok Desa di Madura

Terkait Posts

Suluk Damai

Suluk Damai di Negeri Bhineka melalui Peran LKLB dalam Merawat Toleransi

24 Juli 2025
Perlindungan Anak

Mengapa Perlindungan Anak Harus Dimulai dari Kesadaran Gender?

23 Juli 2025
Pesantren Inklusif

Menuju Pesantren Inklusif: Sebuah Oto-kritik

22 Juli 2025
Perselingkuhan

Perselingkuhan, Nikah Siri dan Sexually Discipline

22 Juli 2025
Mazmur

Mazmur dan Suara Alam: Ketika Bumi Menjadi Mitra dalam Memuji Tuhan

21 Juli 2025
Erika Carlina

Dari Erika Carlina Kita Belajar Mendengarkan Tanpa Menghakimi

21 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Anak Bukan Milik Orang Tua

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sah Tapi Nggak Terdaftar, Nikah Sirri dan Drama Legalitasnya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tangan Kuat Perempuan dalam Dunia Kerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tubuh, Cinta, dan Kebebasan: Membaca Simone de Beauvoir Bersama Rumi dan al-Hallaj

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • PRT Bukan Pekerja yang Rendah dan Lemah
  • Rewire Otakmu dengan Secarik Kertas: Cara Sederhana untuk Menemukan Arah Hidup yang Hilang
  • Islam Mengharamkan Kekerasan terhadap PRT
  • Tubuh, Cinta, dan Kebebasan: Membaca Simone de Beauvoir Bersama Rumi dan al-Hallaj
  • Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID