Mubadalah.id – Ta’aruf meniscayakan adanya perkenalan dan pengenalan calon dalam koridor syari’ah. Ta’aruf dalam tradisi Islam tidak hanya menjadi urusan calon suami istri. Tetapi melibatkan pihak ketiga yang jujur dan terpercaya sehingga bisa mengenal secara objektif kelebihan dan kekurangan pasangan yang hendak menikah.
Pacaran bukanlah ta’aruf yang islami, karena sering sekali didominasi kehendak subjektif dan nafsu. Tak heran jika ada orang yang menikah sesudah pacaran 5 tahun, ternyata pernikahannya hanya seumur jagung. Itu karena pacaran tidak membuat seseorang mengenal calonya apa adanya.
Kegamangan sering terjadi karena calom merasa belum cukup tahu pasangannya hingga “ke dalam”. Dengan ta’aruf yang melibatkan pihak ketiga yang jujur dan objektif.
Bahkan calon pasangan bisa diketahui lebih jauh tentang sifat dan karakter aslinya, niat dan orentasinya menikah dan berkeluarga, bagaimana ia akan memperlakukan istri dan anak-anakanya. Termasuk jika istrinya ingin memiliki karier sendiri, dan hal-hal penting lainya.
Dengan ta’aruf yang objektif calon suami bisa ia ketahui sejauh mana istitha’ahnya (kemampuannya). Bukan hanya kemampuan memberi nafkah.
Namun lebih dari itu, kemampuan menjadi imam serta kesanggupan mengendalikan diri untuk tidak melakukan KDRT dalam bentuk apapun. Ta’aruf dengan melibatkan pihak ketiga akan memberikan tanggung jawab moral yang lebih bagi calon suami.
Pihak ketiga dalam ta’aruf ini idealnya adalah wali dan orang yang adil dan bijak. Tentu semua proses mesti keduanya lakukan secara santun dan penuh kearifan.
Dengan peran yang tepat dari wali dalam ta’aruf ini, pernikahan akan menjadi sarana ibadah yang melindungi dan membahagiakan. []