Mubadalah.id – Beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada bulan Agustus 2024. Saya berkesempatan untuk mengikuti acara ziarah sekaligus sowan-sowan bersama para jamaah alumni Pondok Pesantren Al-Hidayat Salaman Magelang. Setelah ziarah ke makan Sunan Gunung Jati di Cirebon dilanjut sowan ke kediaman Kiai Faqihuddin Abdul Kodir yang merupakan founder Mubadalah.id.
Saat kami tiba di kediaman Kiai Faqihuddin Abdul Kodir, kami disambut sangat hangat oleh keluarganya. Kami disuguhi makanan khas Cirebon yaitu Nasi Jamblang, dengan berbagai lauk dan nasi yang dibungkus dengan daun jati.
Setelah itu kami menyampaikan maksud kedatangan kepada keluarga Kiai Faqih. Kiai Faqih memberikan feedback yang sangat baik dan memberikan banyak pengetahuan baru pada kami. Terutama soal makna istirja.
Hakikat Lafadz Istirja
Selama ini aku kira kata انالله وانا اليه را جعون hanya boleh kita ucapkan ketika mendapat musibah atau mendengar orang yang meninggal saja. Padahal menurut penjelasakan Kiai Faqih, kalimat ini ternyata dapat kita ucapkan kapanpun.
Sebab, makna atau arti dari lafadz انالله وانا اليه را جعون itu ialah “sesungguhnya kami milik Allah dan kepadaNya-lah kami kembali”. Itu artinya sebagai manusia, kita dianjurkan untuk selalu ikhlas dan tawakal kepada Allah. Dengan kesadaran ini, kita tidak boleh merasa sombong apalagi sampai merendahkan manusia lain.
Sebab, harta, kesuksesan atau kebahagiaan yang kita punya semuanya mutlak milik Allah. Kita hanya boleh mensyukurinya, sambil terus memperbaiki diri supaya bisa terus beribadah pada Allah.
Mendengar penjelasan ini, aku jadi berefleksi bahwa sesungguhnya nilai yang ada di dalam kalimat istirja ini ternyata sangat luas dan istimewa. Aku merasa diingatkan untuk selalu rendah hati dan tidak mudah melecehkan orang lain, siapapun. Baik laki-laki mapun perempuna, orang muslim atau pun bukan.
Sebab kita semua ialah milik Allah dan akan kembali padanya. Kalimat ini juga mengingatkan aku untuk selalu memandang orang lain sebagai manusia yang utuh, hamba Allah yang sama-sama ditugaskan untuk selalu berbuat baik.
Makna Ikhlas dan Tawakal
Lebih lanjut dari itu, Kiai Faqih juga menjelaskan bahwa setiap kita harus punya sikap ikhlas dan tawakal. Yaitu sikap menerima dengan tulus, lapang dan senang setiap hal yang telah Allah beri.
Sikap ini menurutku penting, apalagi di zaman yang sudah serba digital ini. Sebagai anak muda, aku sering banget merasa terganggu, bahkan sampai insecure ketika melihat pencapaian-pencapain teman-teman di media sosial.
Sehingga ketika bercermin, tidak jarang kita berkomentar jahat sama diri kita sendiri. Misalnya “wajah aku kok glowing ya”, “kulitnya item dan kurang mulus” “pantes aja jomblo, wajah aku jelek dan enggak menarik”.
Komentar-komentar semacam ini adalah salah satu cerminan bahwa kita belum punya sikap ikhlas dan tawakal.
Sehingga hidup kita selalu merasa kurang dan nelangsa. Merasa paling menyedihkan dan tidak bahagia.
Kalau sudah begitu, kata Kiai Faqih kita harus mulai belajar untuk ikhlas dan tawakal pada semua hal yang Allah beri pada kita. Sehingga kita enggak perlu repot-repot membuang waktu untuk mengomentari tubuh kita sendiri.
Arti kata “KepadaNya-lah kami kembali”
Untuk melengkapi pertemuan kami, Kiai Faqih juga menyampaikan bahwa arti “Kepada-Nya lah kami kembali”, dapat dipahami bahwa kita harus senantiasa berbuat baik pada semua makhluk yang ada di muka bumi ini.
Karena semua makhluk yang hidup di dunia akan bertemu kembali dengan penciptanya, maka sudah sepatutnya laki-laki maupun perempuan saling berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan, dan menjauhi keburukan. []