Mubadalah.id – KH. Husein Muhammad, atau yang akrab disapa Buya Husein, lahir di Cirebon pada 9 Mei 1953. Beliau adalah salah satu ulama yang sangat aktif menyuarakan isu pluralisme, toleransi, HAM, kesetaraan dan keadilan gender.
Pemikiran beliau tidak hanya disampaikan melalui diskusi, halaqah, dan seminar, tetapi juga dituangkan dalam banyak tulisan dan buku-buku yang sangat menginspirasi.
Salah satu buku Buya Husein yang menarik untuk dibahas adalah “Islam yang Mencerahkan dan Mencerdaskan”. Buku ini memuat berbagai topik yang beragam, salah satunya adalah pembahasan dalam subjudul “Berdampingan dengan Non-Muslim”, yang mengupas isu tentang non-Muslim beribadah di masjid.
Pandangan Para Mazhab Fikih
Di dalam buku ini, KH. Husein Muhammad menceritakan pengalamannya saat ia sedang dalam perjalanan pulang ke Cirebon menggunakan kereta api Bima. Seorang teman sekursinya bertanya tentang pandangan Islam terkait ibadah non-Muslim di masjid.
Buya Husein menjelaskan bahwa persoalan ini telah lama dibahas oleh para ulama dengan berbagai pandangan dan argumen. Berikut adalah beberapa pendapat dari mazhab-mazhab utama dalam Islam:
Pertama, Mazhab Hanafi membolehkan non-Muslim memasuki masjid mana pun, termasuk Masjidil Haram. Alasan mereka adalah bahwa masjid merupakan tempat ibadah yang terbuka untuk semua orang.
Kedua, Mazhab Maliki melarang non-Muslim memasuki masjid karena masjid dianggap sebagai tempat suci yang khusus bagi umat Islam.
Ketiga, Mazhab Syafi’i dan Hambali membolehkan non-Muslim masuk masjid selama tidak mengganggu ibadah dan dengan tujuan yang baik, kecuali Masjidil Haram.
Praktik Nabi Muhammad Saw
Buya Husein juga mengutip praktik Rasulullah Saw sebagai landasan historis. Dalam kitab Ahkam Ahl adz-Dzimmah karya Ibnu Qayyim al-Jauziyah, menyatakan bahwa:
وقَدْ صَحَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ أَنْزَلَ وَقْدَ نَصَارَى نَجْرَانَ فِي مَسْجِدِهِ وَحَانَتْ صَلَاتُهُمْ فَصَلُّوا فِيْهِ وَذُلِكَ عَامَ الْوُفُوْدِ
Artinya: “Nabi Muhammad Saw menerima rombongan Nasrani Najran di masjidnya. Ketika waktu kebaktian mereka tiba, mereka melakukan ibadah di dalam masjid, dan Nabi tidak melarangnya.”
Peristiwa ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Saw tidak hanya mengizinkan non-Muslim beribadah di masjid. Tetapi juga memberikan ruang untuk membangun dialog dan mempererat hubungan kemanusiaan.
Membuka Ruang
Dari berbagai pandangan ulama dan praktik Nabi Muhammad Saw, maka Buya Husein menyimpulkan bahwa kebolehan non-Muslim beribadah di masjid adalah persoalan ijtihad yang membuka ruang untuk perbedaan pendapat.
Namun, ketika Nabi yang langsung memberikan contoh, maka hal ini menunjukkan bahwa Islam mengedepankan sikap inklusif. Terutama jika tujuannya adalah dialog dan hubungan yang lebih harmonis antarumat beragama.
Maka dari itu, menurut saya, buku Buya Husein ini tidak hanya memberikan wawasan tentang hukum fikih. Tetapi juga mengajak pembaca untuk merefleksikan pentingnya sikap toleransi dan keterbukaan dalam kehidupan beragama. []