• Login
  • Register
Senin, 21 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Mengkongkritkan Akhlak Mubadalah Secara Preventif, Aktif, dan Rehabilitatif

Memaafkan adalah kekuatan moral untuk memulai dan meneruskan relasi, agar tidak lagi menyakiti diri sendiri

Faqih Abdul Kodir Faqih Abdul Kodir
27/01/2025
in Keluarga, Rekomendasi
0
Akhlak Mubadalah

Akhlak Mubadalah

1.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Tadarus ke 138 ini, aku bersama mba Nyai Umma Farida Kudus, tentang Akhlak Hukum Keluarga dalam Al-Qur’an. Salah satu penjelasannya adalah tentang konsep birr, khair, dan Ihsan dalam relasi berkeluarga.

Aku memulai Tadarus Subuh pagi ini dari rumah, lalu jalan menuju stasiun, dan saat sedang di kereta menuju Purwokerto alias Banyumas, ada curhat dan refleksi dari mba Indah. Yaitu, tentang seorang anak yang “gondok” dengan perilaku ayahnya, suka melakukan kekerasan pada ibunya, tidak menafkahi, bahkan selingkuh. Sehingga ibunya, yang tersakiti, terpaksa bekerja keluar negeri, untuk menutup dan memenuhi kebutuhan keluarga.

Dongkolnya, kata sang anak, uang hasil ibunya di luar negeripun sering dihabiskan foya-foya oleh ayahnya. Sebagai anak, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya diam sambil memendam marah, dongkol, dan perasaan entahlah.

Nah, sekarang ayahnya sudah uzur, sakit-sakitan, dan sang anaklah yang merawat. Namun, tetap dengan perasaan dongkol atas seluruh dosa-dosa ayahnya terhadap sang ibu tersebut. Pertanyaannya, apakah ini yang kita sebut Ihsan, berbuat baik pada ayah seperti kasus ini? bagaimana menerapkannya pada situasi seperti ini?

Mengkonkritkan Akhlak Mubadalah

Aku jawab: pada kasus Bu Indah ini, akhlak mubadalah itu harus kita kongrkitkan dalam bentuk hukum, perilaku, dan langkah-langkah dalam kehidupan nyata secara Preventif, Aktif, dan Rehabiltatif (mungkin masih prematur, bisa dikembangkan lagi he he hee).

Baca Juga:

Ketika Zakat Profesi Dipotong Otomatis, Apakah Ini Sudah Adil?

Fiqh Al-Usrah Menjembatani Teks Keislaman Klasik dan Realitas Kehidupan

Fiqhul Usrah: Menanamkan Akhlak Mulia untuk Membangun Keluarga Samawa

Fiqh Al Usrah: Menemukan Sepotong Puzzle yang Hilang dalam Kajian Fiqh Kontemporer

Preventif itu dengan membikin UU, aturan lembaga, atau langkah-langkah yang bisa menghentikan seseorang berbuat keburukan, atau menjadi korban keburukan dari orang lain. Negara atau institusi apapun, harus hadir dengan kebijakan atau aturanya.

Sebagai individu atau keluarga, kita harus mendidik diri dan orang lain agar tidak menjadi pelaku kekerasan, dan juga berani menolak masuk dalam relasi (misalnya pertemanan, atau pernikahan) yang akan membuat kita menjadi korban kekerasan. Karena itulah, penting memastikan calon pasangan kita berakhlak, salah satunya yang tidak ringan tangan (kata Nabi Saw) kepada Fathimah binti Qays RA.

Aktif, artinya ketika relasi buruk sedang terjadi, maka kita harus aktif untuk menghentikan pelaku dan menjauhkan korban, termasuk jika kita sendiri yang menjadi korbannya. Minimal, pastikan tidak menimbulkan dampak yang destruktif.

Melakukan pertahanan diri, meminta tolong pada tetangga, dan atau melaporkan pada yang berwajib, adalah salah satu tindakan aktif untuk akhlak relasi yang lebih baik. Kerja-kerja lembaga layanan dan women crisis center (WCC), misalnya, adalah salah satu kerja kongkrit dari akhlak Ihsan.

Teladan Nabi

Kata Nabi Saw: Menolong orang yang zalim itu dengan mencegahnya, dan melindungi yang dizalimi. Dan, kita harus aktif jika ada kemungkaran (kezaliman), bisa dengan tangan, lisan, maupun hati, juga kata Nabi Saw.

Tetapi jika sudah terjadi keburukan tersebut, seperti dalam cerita Bu Indah, pilihannya apakah kita akan tetap dengan relasi tersebut atau berpisah. Jika ada tanda-tanda pelaku akan mengulang: berpisah lebih baik.

Jika, karena sesuatu dan lain hal, memilih atau terpaksa masih dalam relasi, misalnya karena sakit dan kita bersedia melayaninya, maka harus berani memaafkannya atas perilaku yang sudah dan juga memaafkan diri atas kelemahan (selalu menerima dan diam).

Memaafkan adalah kekuatan moral untuk memulai dan meneruskan relasi, agar tidak lagi menyakiti diri sendiri dengan perasaan-perasaan gondok, dongkol, dan marah. Tidak melupakan, tetapi melepaskan dan memaafkan.

Mudah? Tidak tentu saja, tetapi kita harus memilih. Ada pendapat lain?

 

Tags: Akhlak MubadalahDr. Faqihuddin Abdul KodirFikih Keluargahukum keluarga IslamTadarus Subuh
Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir

Founder Mubadalah.id dan Ketua LP2M UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

Terkait Posts

Tren S-Line

Tren S-Line: Ketika Aib Bukan Lagi Aib

21 Juli 2025
Sejarah Ulama Perempuan

Menguatkan Peran Ibu Nyai Pesantren dengan Penulisan Ulang Sejarah Ulama Perempuan

20 Juli 2025
Cita-cita Tinggi

Yuk Dukung Anak Miliki Cita-cita Tinggi!

19 Juli 2025
Mengantar Anak Sekolah

Mengantar Anak Sekolah: Selembar Aturan atau Kesadaran?

18 Juli 2025
Wonosantri Abadi

Harmoni Iman dan Ekologi: Relasi Islam dan Lingkungan dari Komunitas Wonosantri Abadi

17 Juli 2025
Representasi Difabel

Dari Layar Kaca ke Layar Sentuh: Representasi Difabel dalam Pergeseran Teknologi Media

16 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • low maintenance friendship

    Low Maintenance Friendship: Seni Bersahabat dengan Sehat, Bahagia, dan Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mazmur dan Suara Alam: Ketika Bumi Menjadi Mitra dalam Memuji Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tren S-Line: Ketika Aib Bukan Lagi Aib

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mudir Ma’had Aly Kebon Jambu Soroti Fiqh al-Usrah dan SPS sebagai Distingsi Wisuda ke-5

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mazmur dan Suara Alam: Ketika Bumi Menjadi Mitra dalam Memuji Tuhan
  • Mengapa Istri Paling Rentan secara Ekonomi dalam Keluarga?
  • Dari Erika Carlina Kita Belajar Mendengarkan Tanpa Menghakimi
  • S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu
  • Tren S-Line: Ketika Aib Bukan Lagi Aib

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID