• Login
  • Register
Kamis, 19 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Mengkongkritkan Akhlak Mubadalah Secara Preventif, Aktif, dan Rehabilitatif

Memaafkan adalah kekuatan moral untuk memulai dan meneruskan relasi, agar tidak lagi menyakiti diri sendiri

Faqih Abdul Kodir Faqih Abdul Kodir
27/01/2025
in Keluarga, Rekomendasi
0
Akhlak Mubadalah

Akhlak Mubadalah

1.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Tadarus ke 138 ini, aku bersama mba Nyai Umma Farida Kudus, tentang Akhlak Hukum Keluarga dalam Al-Qur’an. Salah satu penjelasannya adalah tentang konsep birr, khair, dan Ihsan dalam relasi berkeluarga.

Aku memulai Tadarus Subuh pagi ini dari rumah, lalu jalan menuju stasiun, dan saat sedang di kereta menuju Purwokerto alias Banyumas, ada curhat dan refleksi dari mba Indah. Yaitu, tentang seorang anak yang “gondok” dengan perilaku ayahnya, suka melakukan kekerasan pada ibunya, tidak menafkahi, bahkan selingkuh. Sehingga ibunya, yang tersakiti, terpaksa bekerja keluar negeri, untuk menutup dan memenuhi kebutuhan keluarga.

Dongkolnya, kata sang anak, uang hasil ibunya di luar negeripun sering dihabiskan foya-foya oleh ayahnya. Sebagai anak, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya diam sambil memendam marah, dongkol, dan perasaan entahlah.

Nah, sekarang ayahnya sudah uzur, sakit-sakitan, dan sang anaklah yang merawat. Namun, tetap dengan perasaan dongkol atas seluruh dosa-dosa ayahnya terhadap sang ibu tersebut. Pertanyaannya, apakah ini yang kita sebut Ihsan, berbuat baik pada ayah seperti kasus ini? bagaimana menerapkannya pada situasi seperti ini?

Mengkonkritkan Akhlak Mubadalah

Aku jawab: pada kasus Bu Indah ini, akhlak mubadalah itu harus kita kongrkitkan dalam bentuk hukum, perilaku, dan langkah-langkah dalam kehidupan nyata secara Preventif, Aktif, dan Rehabiltatif (mungkin masih prematur, bisa dikembangkan lagi he he hee).

Baca Juga:

Menyemai Kasih Melalui Kitab Hadis Karya Kang Faqih

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

Menikah atau Menjomlo: Mana yang Lebih Baik?

Menumbuhkan Relasi Kesalingan (Mubadalah) dari Rumah dan Sekolah

Preventif itu dengan membikin UU, aturan lembaga, atau langkah-langkah yang bisa menghentikan seseorang berbuat keburukan, atau menjadi korban keburukan dari orang lain. Negara atau institusi apapun, harus hadir dengan kebijakan atau aturanya.

Sebagai individu atau keluarga, kita harus mendidik diri dan orang lain agar tidak menjadi pelaku kekerasan, dan juga berani menolak masuk dalam relasi (misalnya pertemanan, atau pernikahan) yang akan membuat kita menjadi korban kekerasan. Karena itulah, penting memastikan calon pasangan kita berakhlak, salah satunya yang tidak ringan tangan (kata Nabi Saw) kepada Fathimah binti Qays RA.

Aktif, artinya ketika relasi buruk sedang terjadi, maka kita harus aktif untuk menghentikan pelaku dan menjauhkan korban, termasuk jika kita sendiri yang menjadi korbannya. Minimal, pastikan tidak menimbulkan dampak yang destruktif.

Melakukan pertahanan diri, meminta tolong pada tetangga, dan atau melaporkan pada yang berwajib, adalah salah satu tindakan aktif untuk akhlak relasi yang lebih baik. Kerja-kerja lembaga layanan dan women crisis center (WCC), misalnya, adalah salah satu kerja kongkrit dari akhlak Ihsan.

Teladan Nabi

Kata Nabi Saw: Menolong orang yang zalim itu dengan mencegahnya, dan melindungi yang dizalimi. Dan, kita harus aktif jika ada kemungkaran (kezaliman), bisa dengan tangan, lisan, maupun hati, juga kata Nabi Saw.

Tetapi jika sudah terjadi keburukan tersebut, seperti dalam cerita Bu Indah, pilihannya apakah kita akan tetap dengan relasi tersebut atau berpisah. Jika ada tanda-tanda pelaku akan mengulang: berpisah lebih baik.

Jika, karena sesuatu dan lain hal, memilih atau terpaksa masih dalam relasi, misalnya karena sakit dan kita bersedia melayaninya, maka harus berani memaafkannya atas perilaku yang sudah dan juga memaafkan diri atas kelemahan (selalu menerima dan diam).

Memaafkan adalah kekuatan moral untuk memulai dan meneruskan relasi, agar tidak lagi menyakiti diri sendiri dengan perasaan-perasaan gondok, dongkol, dan marah. Tidak melupakan, tetapi melepaskan dan memaafkan.

Mudah? Tidak tentu saja, tetapi kita harus memilih. Ada pendapat lain?

 

Tags: Akhlak MubadalahDr. Faqihuddin Abdul KodirFikih Keluargahukum keluarga IslamTadarus Subuh
Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir

Founder Mubadalah.id dan Ketua LP2M UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

Terkait Posts

Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

Dari Indonesia-sentris, Tone Positif, hingga Bisentris Histori dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

18 Juni 2025
Perbedaan anak laki-laki dan perempuan

Jangan Membedakan Perlakuan antara Anak Laki-laki dan Perempuan

17 Juni 2025
Istri Marah

Melihat Istri Marah, Benarkah Suami Cukup Berdiam dan Sabar agar Berpahala?

17 Juni 2025
Ibu Rumah Tangga

Multitasking itu Keren? Mitos Melelahkan yang Membebani Ibu Rumah Tangga

17 Juni 2025
Pesantren Disabilitas

Sebuah Refleksi atas Kekerasan Seksual di Pesantren Disabilitas

16 Juni 2025
Tanggung Jawab Perkawinan

Tanggung Jawab Pasangan Suami Istri dalam Menjaga Perkawinan

15 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sister in Islam

    Doa, Dukungan dan Solidaritas untuk Sister in Islam (SIS) Malaysia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Berproses Bersama SIS Malaysia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nelayan Perempuan Madleen, Greta Thunberg, dan Misi Kemanusiaan Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dr. Nur Rofiah Tegaskan Pentingnya Mengubah Cara Pandang untuk Hentikan Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Indonesia-sentris, Tone Positif, hingga Bisentris Histori dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dr. Nur Rofiah Tegaskan Pentingnya Mengubah Cara Pandang untuk Hentikan Kekerasan Seksual pada Anak
  • Nelayan Perempuan Madleen, Greta Thunberg, dan Misi Kemanusiaan Palestina
  • Berproses Bersama SIS Malaysia
  • Doa, Dukungan dan Solidaritas untuk Sister in Islam (SIS) Malaysia
  • Saatnya Mengakhiri Tafsir Kekerasan dalam Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID