Mubadalah.id – Meskipun penyediaan fasilitas yang ramah disabilitas di tempat-tempat publik adalah wajib, namun tak sedikit masjid atau mushala yang hingga kini belum aksesibel. Karena itu, banyak penyandang disabilitas yang kemudian memilih untuk menjamak salat sebab mereka kesulitan menyucikan diri di tempat yang disediakan.
Pertanyaannya, bolehkah menjamak salat atau menunda salat dari waktu yang ditentukan ketika bepergian, dengan alasan fasilitas publik atau tempat yang dituju (rumah individu) belum ramah disabilitas?
Dalam berbagai literatur fikih, ternyata boleh menjamak salat (menggabungkan dhuhur dengan asar atau Maghrib dengan Isya di salah satu waktunya) dengan alasan tersebut di atas. Yang menurut sebagian ulama dan pendapat tersebut boleh mereka ikuti selama tidak melakukannya secara terus-menerus. Atau ketika benar-benar mereka butuhkan saja.
Dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Muhyiddin Syarf an-Nawawi menjelaskan:
“Penjelasan tentang mazhab para ulama perihal menjamak salat tanpa bepergian jauh dengan tanpa sebab ketakutan, tanpa adanya perjalanan, tanpa hujan dan tanpa sakit: Mazhab kita (Syafi’iyyah), mazhab Abu Hanifah, Malik dan Ahmad dan mayoritas ulama adalah tidak memperbolehkannya. Tetapi riwayat dari Ibnu Mundzir dan sebagian ulama bahwa jamak itu boleh tanpa sebab. Ia berkata: Ibnu Sirin memperbolehkannya apabila ada keperluan atau selama tidak menjadi sebuah kebiasaan.”
Kemudian dalam Kitab Rahmah al-Ummah fi Ikhtilaf al-Ummah, Abdillah Shadruddin asy-Syafi’i menjelaskan:
“Pasal. Tidak diperkenankan menjamak salat dengan alasan sakit atau takut menurut yang kuat dari mazhab Syafi’i. Akan tetapi Ahmad memperbolehkannya dan pendapat ini dipilih oleh ulama muta’akhirin (belakangan) dari mazhab Syafi’i.
Imam Nawawi dalam Syarah Muhazzab mengatakan bahwa pendapat ini sangat kuat. Juga diriwayatkan dari Ibnu Sirin bahwa boleh menjamak tanpa ada takut dan sakit ketika dibutuhkan selama tidak menjadi kebiasaan. Pendapat ini juga dipilih oleh Ibnu Munzir.”
Boleh Menjamak
Seperti keterangan di atas, meskipun pendapat yang memperbolehkan menjamak dengan alasan tersebut. Namun hal tersebut bukan pendapat yang umum atau resmi dari empat mazhab. Tetapi tetap boleh mengikuti mereka dengan catatan tersebut di atas.
Hal ini berdasarkan pada keterangan berikut:
“Tidak mengapa bertaklid (ikut) kepada ulama selain mazhabnya dalam perincian masalah tertentu. Sama saja taklidnya kepada salah satu dari mazhab empat atau kepada ulama lainnya yang mazhabnya terjaga dan terbukukan dalam masalah tersebut. Sehingga mengetahui syarat-syarat dan pertimbangannya.”
Secara garis merah, status hukum bagi penyandang disabilitas yang menunda salat dari waktu yang mereka tentukan ketika bepergian. Termasuk dengan alasan fasilitas publik atau tempat yang ia tuju (rumah individu) belum ramah disabilitas, maka hukumnya boleh. []