“Takut banget mau ketemu saudara nanti waktu lebaran. Pingin ngumpet aja, gak siap diinterview!” kalimat semacam ini sangat familiar di telinga teman-teman kan?
Saya termasuk salah satu pelakunya!
Mubadalah.id – Usia dua puluhan bagi perempuan juga bukan hal sederhana, banyak yang sedang dikerjakan, dipersiapkan sekaligus diperjuangkan. Tulisan ini bukan berarti menanggalkan rasa teman-teman laki-laki. Namun, karena penulis sebagai perempuan sehingga ingin menuliskan refleksi lebaran. Yakni atas nama perasaan pengalaman perempuan dalam menjalani hari-hari kemenangan Idulfitri.
Dalam prosesnya, banyak sekali hal yang harus kita hadapi dan kita pertahankan. Konsistensi, keseriusan, kemampuan untuk membagi waktu dan melakukan hal-hal baru yang sudah selayaknya mulai kita pelajari pelan-pelan untuk masa yang akan datang. Beban-beban seberat apapun rasanya tetap harus terpikul dengan pelan-pelan.
Tulisan ini adalah bagian dari hasil refleksi lebaran sekaligus sharing atas segala usaha yang telah penulis lakukan sebagai perempuan usia dua puluhan. Di mana penulis ingin tetap merayakan lebaran layaknya anak-anak yang sangat bahagia bertemu dengan moment lebaran.
Tampaknya akan lebih enak jika kita awali dengan pertanyaan sederhana agar teman-teman lebih mudah mendeteksi apa yang paling membuat berat dan tidak menyenangkan momen lebaran? Pertanyaan yang menyeramkan? Atau hal yang lain?
Mungkin, banyak dari kalian yang merasakan beratnya pertanyaan yang keluar dari tante, om, budhe, nenek atau yang lain. Pertanyaan-pertanyaan misalnya “kapan menikah?” “sudah kerja di mana?” “berapa gajinya?”
Pertanyaan itu semua memang menyeramkan, karena terkadang-kondisi-kondisi tersebut belum sepenuhnya kita capai, serta dalam waktu yang sama kita sedang berusaha berjuang untuk hal tersebut dan hal yang lainnya. Rasanya berat sekaligus membuat diri menjadi insecure. Sampai akhirnya berujung overthinking.
Namun sebelum jauh, penulis ingin sedikit membahas tentang apa itu mindfull.
Respon-respon atas pertanyaan yang menyeramkan memang wajar, namun ada cara pandang lain yang bisa menjadi opsi untuk menghadapi suramnya lebaran dan mengubah lebaran menjadi lebih menyenangkan.
Pertama, sadari bahwa pertanyaan itu adalah sesuatu yang sangat tidak penting dan sesuatu yang basa-basi level paling rendah. Basa-basi akan lahir dari sesuai dengan kondisi terluar yang orang lain ketahui dari diri kita.
Misalnya, jika masih sekolah maka pertanyaan yang terlontarkan seputar prestasi atau dunia sekolah. Jika sudah umur dua puluhan pasti pertanyaan yang lahir berkaitan dengan menikah, pekerjaan dan lamaran misalnya. Namun, berbeda lagi jika sudah menikah, maka pertanyaan akan berkaitan dengan hamil, memiliki rumah dan hal yang berkaitan dengan rumah tangga.
Kedua, sadari bahwa semua yang keluar dari orang lain adalah sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan. Pertanyaan yang menyakitkan bagi kita adalah sesuatu yang tidak bisa kita bendung. Semua itu akan lahir walaupun tidak kita inginkan. Pelajaran dari hal ini adalah tidak melakukan hal yang sama dengan sesuatu yang menyakiti kita.
Ketiga, sadari bahwa segala bentuk kemapanan adalah sesuatu yang bertahap. Tidak mungkin kita akan sampai pada semua capaian dalam waktu yang sama. Walaupun itu bisa terjadi, namun untuk makhluk underprevilage tampaknya tetap penting membangun kesadaran ini.
Jadi fokus dengan apa yang sedang kita kerjakan.
Yakin bahwa semua pertanyaan itu akan terjawab secara bertahap. Sadari, bahwa semua itu mungkin belum tepat lahir pada lebaran tahun ini, karena bukan prioritas. Jika yang ditanyakan adalah kegagalan, maka yakini bahwa itu hanya soal penundaan waktu, semuanya akan datang pada waktu yang tepat.
Keempat, sadari bahwa sejatinya kita telah melakukan banyak pencapaian yang sayangnya tidak menjadi pertanyaan pada hari lebaran. Misalnya lulus cumlaude, menjadi pribadi yang tidak mudah baper, selalu bisa bangun pagi, berhasil diet, serta banyak pencapaian yang lain. menyadari bahwa banyak kawan-kawan lain yang lebih kesulitan untuk mendapatkan kebahagiaan dan sulit mendapatkan ketenangan dibanding kita yang hanya akan merasa tidak tenang dengan pertanyaan lebaran.
Terakhir, hal ini sebetulnya mencakup semua yang telah penulis sampaikan di atas. Sebenarnya dalam hal apapun kita sangat penting memiliki kesadaran secara penuh atas apa yang sedang kita kerjakan, sebab hal tersebut membantu kita mengetahui sepenuhnya apa yang sedang terjadi pada diri kita.
Lebih lanjut, kita akan lebih mudah menjawab semua pertanyaan yang dianggap menyeramkan itu dengan tenang dan mudah. Melakukan segala bentuk pilihan dan tindakan dengan mindful memang membuat kami lebih mudah untuk mengetahui alasan kenapa kita harus melakukan hal tersebut, sehingga tidak mungkin berjalan tanpa alasan atau seperti robot.
Lebih singkatnya, kita harus sadar dan tegas atas setiap pilihan yang telah kita pilih. Setiap pilihan adalah pekerjaan terbaik. Subjek yang paling otoritatif untuk menilai setiap pilihan kita adalah diri kita sendiri, bukan orang lain. Dari sana kita tidak akan lagi goyah dengan faktor eksternal yang mendarat pada diri kita, seperti pertanyaan paska lebaran. []