Mubadalah.id – Prinsip dasar perspektif keadilan hakiki adalah tidak menjadikan pihak yang dominan sebagai standar tunggal kemaslahatan pihak lainnya.
Dalam relasi laki-laki dan perempuan, perspektif keadilan hakiki tidak menjadikan laki-laki sebagai standar tunggal kemaslahatan perempuan.
Hal ini dilakukan dengan cara memberikan perhatian pada kekhususan perempuan yang setidaknya meliputi dua jenis pengalaman kemanusiaan mereka.
Pertama, pengalaman biologis perempuan, khususnya menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui, yang secara sistemik sudah sakit (adza), melelahkan (kurhan) bahkan sakit atau lelah berlipat-lipat (wahnan ala wahnin).
Pengalaman reproduksi khas perempuan ini karena sakit maka tidak boleh dibuat semakin sakit, bahkan sebisa mungkin bisa menjadi semakin nyaman.
Kedua, pengalaman sosial perempuan, khususnya kerentanan sosial mereka untuk mengalami stigmatisasi, subordinasi, marginalisasi, kekerasan, dan beban ganda hanya karena menjadi perempuan. Kerentanan sosial perempuan ini tentu saja tidak adil sehingga mesti kita cegah atau atasi untuk tidak terjadi sama sekali.
Jadi, kemaslahatan Islam mesti maslahat pula bagi perempuan dan indikatornya adalah pengalaman biologisnya tidak semakin sakit dan kerentanan sosialnya tidak terjadi sama sekali.
Demikian pula sebaliknya, mafsadat apalagi mudlarat mesti meliputi tindakan apapun yang menyebabkan pengalaman biologis khas perempuan makin sakit. Atau mengakibatkan kerentanan sosial perempuan terjadi.
Persamaan sekaligus perbedaan manusia dalam relasi gender juga sama-sama perlu mendapatkan perhatian dalam relasi Indonesia dan Arab.
Meskipun sama-sama Muslim yang sama-sama beriman pada al-Qur’an dan hadis sebagai sumber rujukan dalam berislam. Namun kekhasan Muslim sebagai warga negara Indonesia juga perlu mendapatkan perhatian.
Sebagai warga negara, masyarakat Muslim Indonesia terikat pada Konstitusi negara RI. Sehingga juga perlu mempertimbangkannya dalam merumuskan kemaslahatan Islam di Indonesia.
Hal ini berdasarkan pada pemikiran bahwa setiap Muslim Indonesia adalah warga negara yang mempunyai kewajiban untuk tunduk pada konstitusi Negara. []