• Login
  • Register
Minggu, 25 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Hidup Minimalis juga Bagian dari Laku Tasawuf Lho!

Kita perlu menjadikan banyak laku sehari-hari menjadi bagian dari bentuk ibadah yang selanjutnya bisa dipahami sebagai laku tasawuf.

Khoniq Nur Afiah Khoniq Nur Afiah
24/05/2025
in Personal
0
Laku Tasawuf

Laku Tasawuf

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Setelah melakukan upaya untuk menjalani pola makan baru dengan mengkonsumsi real food dan menerapkan intermiten fasting, ternyata aku menemukan makna laku tasawuf yang melampaui dari sekadar pola makan real food.

Perjalanan memilih untuk mengubah pola makan sebenernya berlatar belakang karena merasa badan mulai kurang nyaman jika saya ajak beraktivitas seharian. Sehingga tergerak untuk melakukan perbaikan pola makan. Soal efeknya kurus atau turun berat badan, ya berharap sih. Cuma itu tidak terlalu fokus untuk menjadi tujuan. Terpenting hidup sehat.

Setelah beberapa waktu menjalani rutinitas tersebut, hari-hari makin mudah dan simple. Hal yang paling terasa adalah ketika makan dengan sesuatu yang hanya diproses dengan sangat sederhana, yakni direbus. Tidak bisa kita pungkiri bahwa makan sesuatu yang direbus bagi pemula atau yang tidak bisa tentu tidak enak. Lidah terasa aneh. Bahkan, pengen muntah. Itu terjadi padaku.

Ternyata saat kita terus berusaha melakukan sugesti positif pada diri sendiri dan kondisi perut yang lapar karena setelah berpuasa, akhirnya semua bisa lahap dan masuk. Lama-lama semua makanan dengan teknik pengolahan saya rebus menjadi sesuatu yang tidak aneh di lidah. Makin kesini pula, menemukan titik “enaknya” makanan yang saya olah dengan direbus itu di mana letaknya.

Kebiasaan tersebut juga akhirnya membawa tubuh ini beradaptasi dan menerima sesuatu yang sebelumnya tidak diterima oleh tubuh. Beberapa waktu lalu, sebelum membiasakan pola ini, ada beberapa makanan yang tidak bisa saya konsumsi karena rasanya aneh. Namun setelah mengikuti pola ini, ternyata akhirnya bisa menikmati dengan lebih baik dan merasakan enak. Memang hal ini menjadi sesuatu yang perlu kita syukuri.

Baca Juga:

Mengenal Lebih Dekat Kanker Ovarium: Sebagai Salah Satu Sillent Killer pada Wanita

Green Deen: Perspektif Islam tentang Keselarasan antara Lingkungan dan Spiritualitas

Waspada Trend Skincare dalam Gaya Hidup Remaja

Membongkar Dogma yang Selama Ini Keliru tentang Kesuksesan

Menerapkan Pola Makan Real Food

Tidak hanya berhenti di situ, kebiasaan pola ini juga mengantarkan pada ketidakkhawatiran atas sesuatu yang kita konsumsi. Artinya, di tengah maraknya diversifikasi makanan, tubuh yang terbiasa dengan makanan yang sederhana dengan direbus (misalnya) ternyata membawa diri ini untuk menikmati makanan yang tersedia saja.

Kita tidak lagi memiliki keinginan untuk berbelanja ke pusat jajanan yang terjual berjejer di pasar, misalnya. Merasa tidak perlu lagi menyajikan berbagai makanan di meja hingga penuh. Cukup makan dengan sesuatu yang ada dengan secukupnya. Keinginan tidak lagi membucah dan lidah mulai menerima apapun yang tersedia. Intinya, makin simple.

Hal yang sudah tersampaikan menjadi sesuatu yang membawa diri akhirnya berefleksi lebih panjang. Menemukan makna dan berusaha menceritakan dalam tulisan sederhana ini. Menerapkan pola makan real food dan intermiten fasting mungkin bisa kita kategorikan sebagai bentuk hidup minimalis.

Karena pola ini membawa individu untuk mengkonsumsi sesuatu yang low proses dan secukupnya. lebih panjang lagi, latihan mengatur pola makan baru dengan cara tersebut juga membentuk mindset baru terhadap kehidupan sehari-hari.

Hidup semakin senang dengan gaya minimalis. Tidak lagi menggunakan standar umum untuk menjalankan hidup sehari-hari. Misalnya, sebagai warga Indonesia, sehari tidak makan nasi juga sama saja terasa kenyang. Patah sudah semua alibi “aku tidak kenyang jika belum makan nasi”.

Selain itu, perihal membeli sesuatu juga sangat minimalis. Tidak lagi repot harus membeli dan menyimpan barang terlalu banyak. Semua yang di konsumsi menjadi secukupnya.

Laku Tasawuf

Lebih mendalam lagi, semua yang baru berkaitan dengan pola makan menjadi bagian dari laku tasawuf. Lantaran makanan yang sehat dengan low proses dan tidak terlalu banyak memasukan makanan, akhirnya menjadikan badan sehat dan nyaman untuk beraktivitas termasuk beribadah kepada Tuhan.

Terlebih lagi, perasaan tentang rasa cukup untuk mengkonsumsi sesuatu yang tersedia dan tidak ingin mengkonsumsi makanan yang macem-macam menjadi sikap bijak dan bagian dari bentuk pengendalian nafsu.

Menekan keinginan untuk rakus, berlebihan dan memuaskan diri dengan makanan akhirnya perlahan hilang. Kesadaran tumbuh akan pentingnya mengkonsumsi sesuatu yang bermanfaat bagi tubuh secukupnya, nah ini yang menjadi nilai dari tasawuf dalam laku pola makan baru yang saya jalani.

Tulisan ini bukan berarti ingin menggeralisasi sesuatu menjadi sebuah laku tasawuf. Namun, tasawuf merupakan laku yang mengantarkan subjek lebih dekat dengan Tuhan melalui relasi yang sifatnya duniawi secara bijak.

Melalui refleksi ini juga penulis ingin mengajak pembaca untuk memahami bahwa laku tasawuf tidak melulu ibadah mahdzah yang seringkali selama ini masyarakat pahami. Mungkin, bentuk laku lain sederhana seperti bekerja untuk kepentingan keluarga juga bagian dari laku tasawuf.

Kita perlu menjadikan banyak laku sehari-hari menjadi bagian dari bentuk ibadah yang selanjutnya bisa dipahami sebagai laku tasawuf. Pola makan yang sehat dan secukupnya juga mengandung kesadaran penuh atas perilaku yang kita kerjakan.

Pelibatan kesadaran dalam setiap tindakan yang kita miliki menjadi sangat penting dan memiliki peran mendalam dalam tindakan yang kita kerjakan. Artinya bahwa, individu untuk mampu memaknai atas setiap laku yang kita kerjakan adalah sebuah konsekuensi logis dari pelibatan kesadaran dalam setiap laku dan dari sanalah kebijakan juga akan lahir. []

Tags: gaya hidupLaku TasawufLife StyleMakananMinuman
Khoniq Nur Afiah

Khoniq Nur Afiah

Santri di Pondok Pesantren Al Munawwir Komplek R2. Tertarik dengan isu-isu perempuan dan milenial.

Terkait Posts

Narasi Gender dalam Islam

Melampaui Batasan Tafsir: Membebaskan Narasi Gender dalam Islam Menurut Mernissi dan Wadud

22 Mei 2025
Jalan Mandiri Pernikahan

Jalan Mandiri Pernikahan

22 Mei 2025
Age Gap

Berhenti Meromantisasi “Age Gap” dalam Genre Bacaan di Kalangan Remaja

22 Mei 2025
Catcalling

Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?

21 Mei 2025
Berpikir Positif

Rahasia Tetap Berpikir Positif Setiap Hari, Meski Dunia Tak Bersahabat

21 Mei 2025
Puser Bumi

Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

21 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Laku Tasawuf

    Hidup Minimalis juga Bagian dari Laku Tasawuf Lho!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menjembatani Agama dan Budaya: Refleksi dari Novel Entrok Karya Oky Madasari

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus Pelecehan Guru terhadap Siswi di Cirebon: Ketika Ruang Belajar Menjadi Ruang Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Self Awareness Ala Oh Yi Young di Resident Playbook

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bulan Kebangkitan: Menegaskan Realitas Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Tegaskan Eksistensi Keulamaan Perempuan
  • Meneladani Noble Silence dalam Kisah Bunda Maria dan Sayyida Maryam menurut Al-Kitab dan Al-Qur’an
  • Ihdâd: Pengertian dan Dasar Hukum
  • Hidup Minimalis juga Bagian dari Laku Tasawuf Lho!
  • Menjembatani Agama dan Budaya: Refleksi dari Novel Entrok Karya Oky Madasari

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version