Mubadalah.id – Ajang Clash of Champions (COC) yang diselenggarakan Ruangguru menjadi ruang kompetisi intelektual yang cukup bergengsi bagi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Dalam berbagai tayangan di kanal YouTube dan aplikasi Ruangguru, COC menguji peserta dalam berbagai challenge yang seru, mulai dari hafalan ekstrem, hitungan cepat, hingga teka-teki logika.
Meski temanya hiburan edukatif, COC ternyata mampu memperlihatkan kemampuan laki-laki dan perempuan dalam menyelesaikan challenge-challenge tersebut. Uniknya di COC season-1, peserta yang memenangkan seluruh tantangan adalah perempuan, yaitu Shakira Amirah, mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ia berhasil meraih poin tertinggi dengan menyelesaikan berbagai tantangan akademik yang diberikan oleh tim COC Ruangguru.
Tidak hanya itu, dalam banyak episode, Shakira juga tampil konsisten baik secara individu maupun dalam tantangan kelompok. Ia mendapat kepercayaan untuk memimpin timnya dalam beberapa babak, dan sukses mengordinasikan strategi dengan baik.
Keberhasilan, kecerdasan dan kemampuan Shakira menjadi pemimpin yang baik adalah cerminan bahwa kepemimpinan, kecerdasan, dan tanggung jawab bukan hanya milik laki-laki. Siapapun akan mampu melakukannya.
Sayangnya, di luar panggung kompetisi, realitas sosial belum seideal itu. Masih banyak perempuan yang sebetulnya mampu untuk bersaing dan menunjukan pengetahuan yang ia miliki. Namun, sering kali ia tidak mendapatkan panggung, atau bahkan mereka anggap tidak mampu.
COC sebagai Cermin Sosial
Kompetisi seperti COC seharusnya tidak berhenti hanya menjadi ajang hiburan edukatif. Tetapi juga menjadi ruang yang menyuarakan keberagaman pengalaman dan potensi manusia secara adil, termasuk bagi perempuan.
Sosok seperti Shakira Amirah bukan hanya menunjukkan bahwa perempuan mampu bersaing. Tetapi juga memiliki keberanian untuk membawa suara yang lebih besar dari dirinya sendiri. Ia menjadi simbol bahwa kecerdasan, empati, dan tanggung jawab bisa berjalan beriringan.
Namun, inspirasi dari Shakira harus kita baca bersamaan dengan kenyataan sosial yang masih timpang. Ketika satu perempuan mendapat ruang tampil dan bersinar, masih banyak perempuan lainnya yang harus berjuang keras untuk sekadar terakui keberadaannya. Dari ruang akademik hingga ruang kerja, masih ada diskriminasi, ketidakadilan, dan kekerasan yang perempuan hadapi.
Di sinilah pentingnya membangun ekosistem sosial yang tidak hanya memberi kesempatan, tapi juga perlindungan. Kesetaraan gender bukan hanya soal siapa yang menang, tapi siapa yang kita beri kesempatan untuk ikut bertanding.
Dan dalam konteks ini, agama, negara, dan masyarakat semestinya berjalan beriringan untuk membuka ruang itu secara adil.
COC hanyalah satu panggung kecil dari sekian banyak ruang hidup kita. Tapi dari panggung kecil itulah, kita bisa belajar bahwa perubahan dimulai dari siapa yang diberi tempat untuk bersuara. Dan saat perempuan diberi ruang itu—seperti Shakira—mereka tidak hanya akan bicara untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk keadilan yang lebih besar.
Karena itu, mari kita dorong lebih banyak panggung-panggung lain yang memberi ruang bagi perempuan untuk tumbuh, bersinar, dan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan. []