Mubadalah.id – Di dalam ajaran Islam, upah adalah hak pekerja dan kewajiban majikan. Jika majikan tidak memberinya upah, maka ia berhak menuntutnya.
Bahkan sebagian ahli fiqh menegaskan bahwa pekerja boleh menahan barang milik majikan yang dihasilkan dari kerjanya sebagai jaminan jika majikan tidak membayar upahnya. Tanpa harus menunggu keputusan pengadilan/pemerintah.
Oleh karena itu, PRT adalah manusia dengan seluruh kapasitas fisiknya yang terbatas. Ia berhak untuk mendapatkan istirahat yang cukup. Karena itu para majikan tidak dibenarkan membebani para pekerjanya di luar kemampuannya.
Al-Qur-an menyebutkan bahwa Tuhan sendiri tidak pernah membebani makhluk-Nya dengan kewajiban-kewajiban yang tidak mampu ditanggungnya: “Tuhan tidak membebani orang di luar kemampuannya”.(Q.S. al Baqarah, 2:286).
Nabi Muhammad Saw pernah menyatakan “Sesungguhnya tubuhmu mempunyai hak”.
Hak tubuh adalah hak untuk istirahat yang cukup, hak untuk sehat, hak untuk berdaya dan hak untuk dihormati.
Semua hak ini harus mendapat jaminan perlindungan dari kita semua,sebagai umat beragama. Sebab dalam etika Islam, seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain.
Satu atas yang lain tidak boleh menyakiti dan merendahkan. Apa yang menjadi penderitaan seseorang seharusnya adalah juga derita bagi saudaranya.
Di atas itu Negara, terutama pemerintah harus menjadi ujung dari seluruh jaminan atas hak-hak warganya, apapun jenis kelaminnya, atau profesinya. Termasuk PRT. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 281 ayat (4) menyatakan bahwa “perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab Negara, terutama pemerintah”.
Sebelumnya UUD itu menegaskan bahwa “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif.” (Pasal 281 ayat 2). []