• Login
  • Register
Selasa, 8 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Ada Apa dengan R-KUHP?

Zahra Amin Zahra Amin
19/03/2018
in Aktual
0
R-KUHP

R-KUHP

158
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pada 16 Maret 2018 Jumat pekan kemarin, Masyarakat Sipil Peduli R-KUHP mengeluarkan petisi agar pengesahan R-KUHP ditunda dan disarankan melibatkan seluas mungkin masyarakat. Karena ada fakta-fakta yang harus diketahui sehingga berdasarkan temuan itu menyerukan kepada Presiden dan DPR RI, yakni pertama menunda pengesahan RKUHP, dan kedua melakukan konsultasi secara meluas di berbagai wilayah dan melibatkan sebanyak mungkin masyarakat.

Bagi masyarakat awam tentu ingin mengetahui mengapa kita harus kritis terhadap R-KUHP, dan apa akibatnya jika disahkan lalu diberlakukan menjadi sejumlah aturan hukum yang mengikat Warga Negara Indonesia tanpa kecuali. Karena R-KUHP menyangkut nasib dan rasa keadilan seluruh warga Indonesia yang jumlahnya mencapai 260 juta. Namun sayangnya pembahasan  hanya didominasi oleh orang-orang yang dianggap ahli hukum pidana tanpa memperhatikan disiplin ilmu dan praktik lapangan, sehingga berbagai kekurangan akan berdampak merugikan warga negara Indonesia baik yang berstatus pelaku maupun korban. Maka atas berbagai pertimbangan diatas penulis menelusuri data terkait dengan dampak jika R-KUHP disahkan.

Pertama, dengan adanya pengesahan RKUHP ini penyebaran fitnah, main hakim sendiri, dan persekusi akan semakin marak terjadi. Pasal 484 ayat (1) huruf e menyebutkan “dipidana karena zina, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun: laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan”. Sementara pada pasal yang lain 488 berbunyi sebagai berikut “Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar pernikahan dipidana, pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana penjara”.

Jika RKUHP ini disahkan, berapa banyak persekusi, penyebaran fitnah dan main hakim sendiri akan terjadi? Ketentuan yang tercantum pada pasal-pasal tersebut akan menjadi celah untuk disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Masih hangat dalam ingatan kita kasus persekusi yang terjadi di Tangerang belum lama ini, terhadap pasangan yang tidak terbukti berbuat mesum, ditelanjangi ramai-ramai lalu dinikahkan, maka kemungkinan ke depan akan semakin meningkat peristiwa serupa dengan menggunakan dalih pasal-pasal ini.

Selain itu, pasal 484 ayat 1 huruf E juga berpotensi mengkriminalisasi kelompok rentan, masyarakat miskin dan para Penghayat Kepercayaan karena tidak mempunyai  surat nikah, padahal menurut data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasisonal (BAPPENAS) tahun 2016, temuan studi representatif di daerah Aceh, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan memperlihatkan bahwa 41 persen pasangan menikah tidak dapat menunjukkan akta nikah mereka dan 21 persen pasangan menikah, status pernikahannya tidak tercantum dalam kartu keluarga mereka. Apalagi kelompok masyarakat dari Penghayat Kepercayaan yang waktu itu belum diakui oleh negara, pada 2012 saja sekitar 40 sampai 50 juta masyarakat adat yang belum difasilitasi oleh negara karena sistem keyakinan dan nilai  yang mereka anut berbeda dengan kelompok mayoritas.

Baca Juga:

Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

Keadilan sebagai Prinsip dalam Islam

Prinsip Keadilan Sosial dalam Ajaran Islam

#JusticeForArgo: Melawan Privilese Dalam Menegakkan Keadilan Korban

Kedua, ketentuan pasal 496 RKUHP hanya memberikan perlindungan bagi anak yang “belum menikah”. Penggunaan kalimat belum menikah berarti mengesampingkan perlindungan bagi 25 persen anak perempuan yang telah dikawinkan sebelum berusia 18 tahun. Padahal definisi anak dalam UU Perlindungan Anak tidak berdasarkan pada status perkawinan. Pasal 496 juga hanya memberi perlindungan pada anak yang “berkelakuan baik”. Frasa berkelakuan baik ini harus dipertanyakan pada pembuat RKUHP ini. Kata-kata tersebut bisa menjadi ruang bagi orang dewasa untuk bersikap sewenang-wenang pada anak, dan juga mendiskriminasi anak yang dianggap “tidak berkelakuan baik” dan menganggap mereka pantas mendapatkan kekerasan fisik maupun seksual.

Ketiga, perkawinan anak dianggap rasional bagi masyarakat untuk menghindari zina. Jika RKUHP disahkan, pilihan untuk menikahkan anak-anak berusia di bawah 18 tahun akan semakin marak terjadi. Padahal anak-anak di bawah usia 18 tahun belum matang secara fisik maupun mental untuk menghadapi kehidupan rumah tangga. Salah satu dampaknya adalah kekerasan dalam rumah tangga, dan meningkatnya angka perceraian.

Keempat, orang-orang dengan orientasi seksual di luar heteroseksual sangat rentan untuk dikriminalisasi. Pasal 495 RKUHP akan memberikan celah bagi masyarakat yang tidak menerima keberagaman orientasi seksual untuk mengkriminalisasi mereka yang memiliki orientasi seksual berbeda. Ini juga dapat meningkatkan stigma negatif dan persekusi terhadap mereka. RKUHP ini oleh pemerintah diklaim akan melindungi masyarakat Indonesia. Namun pemberian perlindungan seperti apa jika ada aturan-aturan yang berpotensi mengancam banyak lapisan masyarakat. Setiap dari kita besok bisa saja terjerat pasal-pasal tersebut.

Sedangkan dalam perspektif mubadalah yang penulis ringkas dari catatan “Mendengarkan Suara Perempuan” oleh KH Husein Muhammad edisi 15 September 2017, menyampaikan bahwa advokasi untuk menciptakan konstruksi sosial yang setara dan berkeadilan disarankan melalui cara mendengarkan dan merespon suara-suara yang terpinggirkan, yang diabaikan dan yang tidak dihargai. Suara-suara adalah ekspresi, baik yang diaktualkan dalam aksi-aksi konkret maupun diverbalkan dalam bentuk mempertanyakan, mengkritisi atau menggugat. Dalam konteks kebudayaan patriarkhis, suara-suara personalnya dibatasi dan dimarginalkan. Kemerdekaan mereka dirampas habis. Tetapi sikap dan pandangan Nabi dalam hal ini sangat berbeda.

Dalam konteks advokasi terhadap hak-hak perempuan yang terampas, konsistensi Nabi Muhammad SAW untuk mendengarkan, mendampingi dan membela tetap berlangsung dan tak pernah mengendor. Dalam pidato perpisahannya di Arafat, beliau menyampaikan deklarasi kemanusiaan universal. Nabi meminta yang hadir mendengarkannya. Salah satu butir deklarasi itu menyatakan, “Perhatikan dengan baik, aku wasiat kepadamu agar memperlakukan perempuan dengan baik. Selama ini kalian telah memperlakukan perempuan bagaikan tawanan. Tidak, kalian tidak boleh memperlakukan mereka kecuali dengan baik dan santun”. (HR. Ibn Majah, No. hadits : 1924).

Pernyataan Nabi ini didengar oleh lebih dari 100 ribu orang  ketika itu. Tetapi pesan ini disampaikannya untuk seluruh umat manusia dimana saja dan kapan saja. Bahkan menurut penulis, hingga hari ini pesan Nabi itu masih relevan terutama jika dikaitkan dengan RKUHP, agar mendengarkan suara perempuan, merespon suara-suara yang terpinggirkan, yang diabaikan dan yang tidak dihargai, sehingga konstruksi sosial yang setara dan berkeadilan akan mampu terwujud di negera tercinta Indonesia, negeri milik kita bersama. []

Tags: Dampak RKHUPkeadilanRKHUPTolak RKHUP
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Marzuki Wahid

Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

6 Juli 2025
Sejarah Ulama Perempuan

Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif

6 Juli 2025
Samia

Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

6 Juli 2025
Ulama Perempuan

Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

6 Juli 2025
Sejarah Ulama Perempuan ISIF

ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

5 Juli 2025
kekerasan seksual terhadap anak

Dr. Nur Rofiah Tegaskan Pentingnya Mengubah Cara Pandang untuk Hentikan Kekerasan Seksual pada Anak

18 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Nikah Massal

    Menimbang Kebijakan Nikah Massal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menggugat Batas Relasi Laki-Laki dan Perempuan di Era Modern-Industrialis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Intoleransi di Sukabumi: Ketika Salib diturunkan, Masih Relevankah Nilai Pancasila?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pengrusakan Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Sisakan Trauma Mendalam bagi Anak-anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sejarah Ulama Perempuan yang Membisu dalam Bayang-bayang Kolonialisme Ekonomi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional
  • Kemanusiaan sebagai Fondasi dalam Relasi Sosial Antar Manusia
  • Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak
  • Meruntuhkan Mitos Kodrat Perempuan
  • Menimbang Kebijakan Nikah Massal

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID