Mubadalah.id – Anak-anak muda mempunyai kepedulian dengan kelestarian lingkungan, perusakan bumi, perubahan iklim, isu sosial, ekonomi dan politik di negeri ini. Siapa yang menyangka bahwa generasi milenial dan Gen-Z ternyata memiliki kepedulian yang kuat dengan apa yang terjadi di sekitar mereka. Anak muda adalah masa depan bangsa ini. Pengetahuan mereka terkait perubahan iklim adalah salah satu faktor pembentuk kebijakan.
Untuk itu, aspirasi mereka penting untuk diberi ruang. Dalam beberapa waktu ke belakang, anak-anak muda di beberapa daerah telah bergerak menuntut berbagai kebijakan dan implementasi pemerintah untuk mengatasi krisis iklim. Sebagian besar anak muda ini merasa khawatir dengan kondisi lingkungan dan negaranya jika terdampak perubahan iklim.
Bagaimana Pemahaman Anak Muda di Indonesia tentang Perubahan Iklim?
Anak muda mulai banyak yang memiliki kesadaran dan kepedulian dengan dampak krisis iklim yang sedang terjadi. Anak muda di seluruh dunia mempunyai kesadaran lebih tinggi mengenai isu ini dibandingkan dengan generasi yang sebelumnya.
Maka tidak mengherankan bila banyak anak muda yang terjun dan berjuang mengatasi krisis iklim (Data UNDP, 2019). Anak muda mempunyai kekhawatiran dengan perubahan iklim yang berdampak secara psikologis, sosial, dan fisik. (Survei Indonesians & Climate Change 2020)
Saat mendengar istilah perubahan iklim, hal-hal yang pertama kali terlintas dalam benak anak muda antara lain: perubahan besar pada alam, bencana alam, kerusakan lingkungan serta akibat ulah manusia. Berikut adalah beberapa isu yang paling anak muda khawatirkan. Di antaranya korupsi, kerusakan lingkungan, polusi, kesehatan, perubahan iklim, lunturnya nilai dan budaya tradisional serta pekerjaan.
Meskipun secara data isu lingkungan ini ramai orang muda bicarakan, angkanya masih kalah dengan isu yang telah saya jabarkan di atas. Meskipun sebenarnya isu-isu tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain. Hal ini karena isu perubahan iklim masih kita anggap tidak riil karena dampaknya belum begitu terasa.
Informasi tentang Krisis Iklim Belum Merata
Dalam masyarakat kesenjangan informasi bisa terjadi karena narasi krisis iklim belum merata. Oleh karena itu publik perlu mendapat pengetahuan mengenai hal ini dengan narasi yang sederhana dan membumi. Kampanyenya bisa dilakukan dengan mengaitkan isu perubahan iklim dengan isu lain yang dampaknya sudah dirasakan masyarakat.
Misalnya dengan mengaitkan krisis iklim dengan dampak kesehatan, ekonomi atau fenomena alam yang sering terjadi belakangan ini. Media sosial menjadi wadah yang tepat dalam membumikan dampak krisis iklim. Sebagai negara dengan pengguna media sosial terbesar di dunia, kampanye perubahan iklim seharusnya bisa dengan mudah dilakukan di Indonesia.
Anak muda yang aktif dan familiar dengan media sosial bisa menjadi agen yang tepat untuk melakukan metode dakwah online dalam mengkampanyekan isu perubahan iklim. Isu ini tidak jauh berbeda dengan Covid-19 di awal kemunculannya. Masyarakat banyak yang tidak tahu tentang virus ini. Namun, perlahan masyarakat mulai paham karena banyaknya informasi.
Artinya, upaya anak muda dalam penyebaran informasi melalui media sosial selama ini mempunyai peranan besar. Usaha ini perlu kita dengar, dan dengan dukungan semua pihak, agar memastikan informasinya tersampaikan dan ditindaklanjuti dengan langkah nyata.
Apa Dampak Perubahan Iklim pada Masyarakat?
Dampak perubahan iklim tidak hanya menjadi fokus perhatian lembaga pemerintah dan organisasi internasional saja, namun juga harus menjadi perhatian setiap masyarakat. Di Indonesia dampak tersebut sudah mulai terjadi. Dampak yang mulai dirasakan saat ini berupa siklus alam berubah, struktur ekosistem berubah, krisis Kesehatan, spesies terancam punah hingga air dan pangan yang mulai langka. (Laporan ASEAN State of Climate Change Report 2021).
Perubahan iklim bisa menyebabkan kemiskinan dan kerentanan. Kaitan keduanya memang kompleks, namun dapat saya jelaskan dengan beberapa pendekatan. Bila dilihat dari perspektif normatif bahwa melihat kemiskinan sebagai dampak dari minimnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Sedangkan kemiskinan relatif yakni melihat kemiskinan sebagai dampak dari ketimpangan relasi dalam ruang dan kondisi tertentu. Dari kedua kondisi tersebut membuat kelompok miskin paling rentan terhadap perubahan iklim.
Kebijakan penanganan kemiskinan gagal memecahkan masalah kemiskinan karena tidak memperhatikan dampak perubahan iklim. Konstelasi sosial-politik yang tumpang tindih dalam merespon krisis iklim telah memperburuk kerentanan dan kemiskinan (Data : Perspektif Agraria Kritis: Teori, Kebijakan, dan Kajian Empiris, STPN Press).
Dampak Krisis Iklim terhadap Kelompok Rentan
Petani, perempuan, masyarakat adat, penyandang disabilitas, dan kelompok marjinal lainnya adalah kelompok rentan. Daerah atau provinsi miskin di Indonesia pada umumnya sangat bergantung pada sektor yang rentan terkena dampak iklim seperti pertanian, perikanan dan peternakan. Setiap kali terjadi bencana akibat perubahan iklim mereka menjadi kelompok yang lebih dulu merasakan dampak.
Di daerah atau provinsi miskin, dampak perubahan iklim sangat memprihatinkan. Kekurangan sumber daya manusia, sumber daya alam, dan keuangan membuat mereka tidak mampu memitigasi datangnya bencana. Bagi mereka yang tinggal di kawasan pesisir, harus kembali beradaptasi dengan peningkatan air laut, gelombang tinggi, dan cuaca buruk yang membatasi nelayan melaut. Selain fenomena alam, perubahan iklim juga berdampak pada sektor sosial, budaya, politik hingga kesehatan.
Kebijakan dalam merespon perubahan iklim perlu memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan agar kelestariannya terjaga. Program pelestarian lingkungan yang keliru justru berdampak fatal terhadap perubahan iklim. Terjadinya kerentanan dan kemiskinan merupakan dampak dari kerusakan lingkungan. Maka tidak mengherankan bila tingkat kemiskinan sangat tinggi di wilayah yang lingkungannya telah rusak dan tercemar.
Bila tidak kita cegah, perubahan iklim bisa jadi mimpi buruk bagi masa depan manusia, termasuk dalam penegakan HAM. Mulai dari hak untuk hidup, hak atas kesehatan, ketersediaan makanan, air bersih dan tempat tinggal. Selain berdampak pada kehidupan manusia dan lingkungan, sektor ekonomi menjadi yang paling sensitif terkena dampak perubahan iklim.
Sebab, sektor ini sangat bergantung dengan kondisi alam, seperti pertanian, kehutanan, pariwisata hingga sektor kesehatan. lebih memprihatinkan lagi karena sektor ini juga yang paling banyak terlaporkan melakukan pelanggaran HAM.
Praktik Baik Seperti Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Praktik baik pencegahan perubahan iklim oleh masyarakat bisa kita pelajari dari warga Blitar, Jawa Timur. Warga disana menginisiasikan kelompok usaha bernama BBM Plast. Inovasi yang dilakukan adalah dengan mengolah sampah plastik menjadi bahan bakar kendaraan. Bahan bakar tersebut mereka hasilkan dengan menggunakan bahan baku sampah plastik yang mereka olah dengan destilator.
Inovasi yang kelompok usaha BBM Plast ini lakukan layak kita tiru, guna mengurangi populasi sampah plastik. Mereka mengubah limbah plastik menjadi bahan bakar kendaraan. Terobosan ini bisa menjadi solusi permasalahan plastik yang mencemari lingkungan dan berdampak pada perubahan iklim. Inovasi seperti ini perlu kita dorong dan kita fasilitasi agar melahirkan berbagai inovasi untuk mengatasi masalah sosial yang muncul.
64 juta ton sampah plastik yang dihasilkan masyarakat Indonesia dalam sehari (Data INAPLAS 2019). Bila kita kelola dan dimanfaatkan dengan baik, BBM Plast bisa menjadi investasi masa depan lingkungan kita.
Inovasi Sosial di Indonesia
Inovasi sosial tidak hanya berdampak baik terhadap lingkungan, namun juga turut andil dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja serta membuka peluang investasi yang berkelanjutan. Lahirnya inovasi sosial yang masyarakat insiasi bisa menjadi solusi dari ancaman perubahan iklim dan kerusakan lingkungan.
Bila hanya mengharapkan perbaikan iklim hanya pada peraturan perundang-undangan saja tentunya tidak cukup. Perlu adanya upaya lebih agar inovasi sosial di Indonesia meningkat dan membawa perubahan. Situasi ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah maupun swasta untuk dapat beradaptasi dan memitigasi dampak perubahan iklim. Pelibatan multipihak bisa melahirkan solusi yang holistik.
Berbicara tentang inovasi sosial, kita bisa belajar banyak dari negara tetangga yang sudah memilih strategi nasional untuk inovasi sosial. (Data National Geographic Indonesia, 2020). Masyarakat harus percaya bahwa inovasi masa depan tidak lagi berbicara tentang teknologi dan sains, melainkan inovasi sosial.
Hal ini tentunya menjadi peluang dan kekuatan bagi anak muda agar mulai mempersiapkan diri dari sekarang. Inovasi sosial mengajarkan kita bahwa perubahan tidak hanya terjadi karena peran pemerintah, mencegah perubahan iklim tidak lagi mengandalkan kebijakan dari atas ke bawah. []