Mubadalah.id – Respons atau sikap kaum Muslimin atas isu-isu gender sangatlah beragam, meskipun mereka mengacu pada sumber referensi yang sama.
Hal ini karena keberagaman pandangan yang muncul dari perbedaan mereka dalam membaca atau memahami teks. Sebagian memahaminya secara tekstual/harfiyyah, dan menganggapnya sebagai kebenaran final, tanpa harus mempertimbangkan aspek argumen rasional maupun realitas di luarnya.
Sementara pandangan yang lain membaca teks dengan segenap makna terdalamnya, dan holistik, terutama keberadaannya yang tidak bisa lepas dari ruang dan waktu yang melingkupnya.
Teks tidaklah berdiri sendiri, tetapi merupakan refleksi dari situasi peristiwa kehidupan yang nyata yang senantiasa mengalami proses perubahan dan dinamis.
Setiap pendapat pikiran adalah refleksi dari diri yang hidup dari lingkungannya masing-masing. Saya yakin bahwa setiap keputusan dirumuskan dalam kerangka kemaslahatan sosial.
Pandangan yang terakhir ini menarik hati saya, dan saya percaya bahwa pesan-pesan agama yang ditulis dalam teks-teks keagamaan selalu mengandung logika rasional, tujuan, dan ruh kemanusiaan.
Tujuan ini dapat dipelajari dan diusahakan untuk diwujudkan. Ia bersifat rasional, dan bukan masalah yang harus terkait dengan kebenaran skriptural semata. Dari sini, saya ingin menyatakan sekali lagi bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama dan setara.
Dengan demikian, dalam aspek gender, perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan hak dan kewajiban laki-laki dan mempunyai kedudukan dan fungsi yang setara dengan laki-laki.
Kesetaraan manusia, menurut saya, adalah konsekuensi paling bertanggungjawab atas pengakuan keimanan kita kepada keesaan Allah dan sejalan dengan visi kemanusiaan Islam.
Atas dasar ini, keadilan dan kemaslahatan sosial harus kita tegakkan. Keadilan adalah bertindak proporsional, dengan memberikan hak dan akses kepada siapa saja yang memilikinya. Bukan berdasarkan atas jenis — kelamin tertentu atau katagori-katagori primordialitasnya dan identitas-identitas sosial yang lain.
“Tuhan tidak menilaimu dari wajah dan tubuhmu, melainkan dari hati dan tindakanmu” (hadits dalam Shahih Muslim). []