• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Bagaimana Sikap Santri Menghadapi Bullying di Lingkungan Pesantren?

Seringkali, kejadian bullying di pesantren dianggap sebagai candaan atau guyonan biasa. Sehingga untuk menyikapinya, perlu hati yang lapang, agar tidak mudah terpancing dan terbawa suasana alias baper

Dina Maulaya Dina Maulaya
06/07/2023
in Publik
0
Santri Menghadapi Bullying

Santri Menghadapi Bullying

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Era sekarang ini, kasus bullying  atau perundungan terus meningkat. Bullying merupakan sikap intimidasi yang penyebabnya karena sikap superioritas seseorang sehingga merasa berkuasa mengintimidasi orang lain.

Hal ini tak hanya terjadi di masyarakat umum, namun juga di lingkungan pesantren yang notabene sebagai tempat menimba ilmu agama, dan tempat untuk mencetak generasi yang berakhlak. Maka perlu adanya kepedulian khusus, agar santri menghadapi bullying tidak berdampak negatif, dan semakin marak terutama di lingkungan pesantren.

Kehidupan di pesantren bisa kita bilang merupakan miniatur kehidupan dunia yang sesungguhnya. Orang-orang yang hidup di pesantren, atau biasa kita kenal dengan sebutan santri, harus  berlatih punya mental yang kuat dalam menghadapi berbagai problem yang ada di pesantren. Di mana mereka harus bisa menyikapi serta mengambil keputusan sendiri karena harus tinggal berpisah dengan keluarga.

Para santri tak hanya mendapatkan pengetahuan agama, namun juga mendapatkan bekal kehidupan secara keseluruhan. Para santri juga harus pandai beradaptasi dengan teman-temannya yang memiliki latar belakang keluarga, juga pendidikan yang berbeda-beda. Bagaimana sikap santri menghadapi bullying.

Mereka harus terbiasa hidup bersama-sama dengan teman-temannya. Makan, minum, tidur, belajar dan lainnya secara bersama-sama. Di sini secara tidak langsung mereka bisa belajar toleransi dengan teman-teman yang memiliki berbagai karakter.

Baca Juga:

Peran Pesantren dalam Kehidupan Kartini

Nyai Badriyah Fayumi: Nabi Saw Melarang Kekerasan dalam Rumah Tangga

Revisi UU TNI Disahkan: Perempuan semakin Rentan Menjadi Korban Kekerasan

Perempuan Rentan Menjadi Korban Kekerasan dalam Perkawinan Poligami

Berbagai Karakter, dan Beragam Latar Belakang

Para santri yang memiliki berbagai karakter dan latar belakang tersebut menjadi penyebab berkembangnya kasus bullying yang ada di pesantren. Selain itu, kurangnya perhatian dan pantauan dari pihak pesantren juga bisa mengakibatkan timbulnya bullying.

Pola asuh orang tua yang otoriter akan menjadikan anak hidup dengan semen-mena atau berkuasa, sehingga menjadikan anak mudah membully orang lain. Anak yang tumbuh di lingkungan yang kurang toleran juga menyebabkan anak kurang bersikap toleran terhadap orang lain. Dari latar belakang pola asuh keluarga dan pengaruh lingkungan sebelumnya  yang beragam inilah menjadikan tindakan bullying  berkembang di pesantren.

Seringkali, kejadian bullying di pesantren dianggap sebagai candaan atau guyonan biasa. Sehingga untuk menyikapinya, perlu hati yang lapang, agar tidak mudah terpancing dan terbawa suasana alias baper. Bullying yang berupa candaan ini sebaiknya kita jadikan motivasi dan semangat untuk melatih psikologis kita, dan mental agar lebih kuat.

Dalam QS. Al-Hujurat ayat 11 telah ada penlesan larangan untuk menghina atau mengolok-olok orang lain. Jika para santri dapat mengimplementasikan kandungan dari ayat ini, pastinya tidak ada kejadian saling mengejek di pesantren.

Jika tindakan bullying di pesantren sudah masuk kategori ekstrim dan tidak bisa kita tolerir lagi semisal pemukulan atau melukai  fisik yang sudah berbau kriminal, tentu pihak pesantren harus turun tangan menangani kasus ini.

Harapannya agar tidak ada korban fatal yang berujung kematian. Bisa juga bullying yang ekstrim mengakibatkan santri baru mengalami trauma untuk tinggal di pesantren sehingga memutuskan keluar dari pesantren atau boyong.

Bullying pada Zaman Nabi

Tindakan bullying sejatinya sudah ada sejak zaman Rasulullah, baik secara fisik maupun psikis. Pada zaman itu, Rasulullah sendirilah yang menjadi korban bullying. Namun dengan keteguhan hati beliau, bullying yang ditujukan kepada Rasulullah seolah-olah tidak berefek dan berdampak buruk pada diri Rasulullah.

Dalam salah satu Riwayat, Rasulullah mengajarkan tindakan preventif dalam menangani pembullyan. Untuk para korban bullying dapat membela diri dengan bahasa dan sikap yang baik. Nantinya pelaku bullying akan merasa bosan melancarkan tindakannya jika korbannya tidak merasa tertekan atau melawan balik.

Tindakan asertif perlu kita latih guna mengantisipasi Tindakan bullying yang dapat dilakukan siapa saja dan kapan saja. Sikap asertif ini merupakan salah satu usaha untuk menghilangkan sikap inferior diri sendiri yang menjadi objek atau sasaran superioritas seseorang.

Rasulullah juga pernah bersabda: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik akhlaknya” (HR. Abu Daud). Pesan Rasulullah ini, tentunya dapat menjadi motivasi para umat beliau untuk selalu berlomba-lomba dalam kebaikan agar menjadi manusia yang baik akhlaknya.

Teladani Nabi Ketika Menghadapi Bullying

Dalam menyikapi tindakan buliying ini, dapat mencontoh Rasulullah saat menerima tindak bullying pada masa itu. Selain itu, juga kita perlukan usaha-usaha, di antaranya meningkatkan kesadaran kepada para santri untuk terus berperilaku baik.

Sebagaimana predikatnya sebagai generasi bangsa yang tinggal dalam lingkungan agama seyognyanya dapat menjadi contoh generasi yang hidup di lingkungan umum. Juga menekankan pentingnya empati dan bersikap baik terutama kepada teman-teman yang ada di sekitarnya.

Selain itu, memberi arahan dan pendampingan kepada  santri agar mindset bullying yang dianggap sebagai guyonan oleh para santri untuk bisa kita alihkan dengan guyonan lainnya. Tentu yang lebih positif dan memotivasi. Maka pihak pesantren harus bisa bersinergi dengan para orang tua santri.

Tujuannya adalah agar dapat menanamakan mindset kepada para santri bahwasanya tindakan bullying di pesantren bisa kita jadikan sebagai sarana menguatkan psikis untuk bekal pengetahuan dalam berkehidupan sosial. Tak lupa sebagai orang tua juga untuk selalu berdoa agar anak-anak yang berada di pesantren senantiasa diberi kekuatan, kesabaran dan dalam lindungan Allah. []

Tags: Kasus BullyingkekerasanPondok PesantrenSantriTeladan Nabi
Dina Maulaya

Dina Maulaya

Saat ini, penulis mengabdi di Bimas Islam Kantor Kementerian Agama Kabupaten Demak sebagai Penyuluh Agama Islam. Penulis memiliki akun Facebook dengan nama Dina Maulaya dan Instagram bunda_haqq

Terkait Posts

Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Nakba Day

Nakba Day; Kiamat di Palestina

15 Mei 2025
Nenek SA

Dari Kasus Nenek SA: Hukum Tak Lagi Melindungi yang Lemah

15 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version