• Login
  • Register
Minggu, 4 Juni 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Banyak Anak Banyak Rezeki?

Mamang Haerudin Mamang Haerudin
10/04/2018
in Kolom
0
banyak rezeki

banyak rezeki

19
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Apakah benar banyak anak itu akan membuat kita banyak rezeki? Tapi sebelum menjawab pertanyaan itu, mari kita diskusikan dulu, apa yang dimaksud dengan rezeki? Rezeki itu bisa jadi uang yang banyak, bisa jadi berupa kesehatan keluarga yang terjaga, kesederhanaan dalam hidup dan lain sebagainya. Saya harus katakan di awal jika rezeki dan kebahagiaan itu sama sekali tidak identik dengan banyaknya uang. Rezeki dan kebahagiaan itu lebih kepada pemahaman yang hakikat akan makna ikhtiar, syukur dan sabar.

Mari kita lanjutkan pada pertanyaan, apakah benar banyak anak, banyak rezeki? Bisa ya, bisa tidak. Apa sebab? Saya kira kita semua menemukan berbagai macam kondisi keluarga yang dikaruniai anak yang banyak, sampai lebih dari 3 anak bahkan mungkin sampai belasan anak, yang kesemuanya hidup, dapat makan dan minum dengan cukup tanpa kekurangan. Tapi pada saat yang bersamaan, saya juga tidak bisa bohong ketika melihat orang tua yang punya anak banyak tetapi tidak terurus sebab hidup dalam kemiskinan.

Melalui catatan ini saya hanya ingin mengajak khalayak untuk lebih memperkaya cara pandang. Terutama berkaitan dengan realitas dan lika-liku berumah tangga. Menurut saya, kita tidak boleh saklek, untuk kemudian memaksakan kehendak bahwa banyak anak memang akan banyak rezeki. Akan punya banyak uang dan pasti hidup bahagia. Kita tidak boleh gelap mata, untuk lagi-lagi men-generalisir bahwa ketika banyak anak pasti dan otomatis akan banyak rezeki.

Maksud saya begini, para perempuan atau istri itu mempunyai kualitas rahim yang berbeda-beda. Kita juga tidak bisa menutup mata bahwa angka kematian ibu dan bayi di negara kita tergolong sangat tinggi. Doktrin bahwa seorang perempuan yang melahirkan lalu kemudian wafat, dan balasannya surga karena dianggap mati syahid, jangan dipahami secara mentah-mentah. Kita tetap wajib menjaga keselamatan dan kesehatan para perempuan hamil dan melahirkan. Meskipun ikhtiar akhirat itu penting, ikhtiar dunia bukan berarti tidak penting.

Termasuk ihwal menentukan jumlah anak dan jarak kehamilan. Jadi jangan asal punya anak dan asal memahami begitu saja. Yang merasakan hamil dan melahirkan itu perempuan bukan laki-laki. Perempuan-lah yang tahu persis bagaimana repotnya ketika hamil dan sakitnya ketika melahirkan. Jangan sampai laki-laki yang menjadi suami mendoktrin para istri dengan pemahaman keislaman yang dangkal, apalagi sampai menakut-nakuti dengan ancaman istri durhaka. Mari kita dengarkan suara para perempuan atau istri karena mereka adalah makhluk Allah yang mulia, sama seperti Allah memuliakan laki-laki.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Keadilan Gender Dalam Kacamata Hukum
  • Benarkah Laki-laki Lebih Unggul dari Perempuan?
  • Prinsip Kesetaraan Dalam Islam
  • Keadilan Bagi Perempuan Harus Didasarkan Pada Hak Asasi Manusia

Baca Juga:

Keadilan Gender Dalam Kacamata Hukum

Benarkah Laki-laki Lebih Unggul dari Perempuan?

Prinsip Kesetaraan Dalam Islam

Keadilan Bagi Perempuan Harus Didasarkan Pada Hak Asasi Manusia

Saya tidak bisa membayangkan, ketika di desa-desa, termasuk di desa saya sendiri, ada banyak ibu yang anaknya banyak, sementara kondisi ekonominya memprihatinkan. Ditambah mereka ini awam alias tidak berpendidikan tinggi. Anaknya banyak dan jarak lahirnya begitu berdekatan. Hati saya merasa sakit ketika ibu tersebut kerepotan, anak yang satu jatuh, anak yang kedua sakit, anak yang ketiga minta jajan, anak yang keempat minta main dan seterusnya, sementara ibu tersebut bekerja sendirian di rumah, suami jauh merantau ke luar kota, tidak punya pembantu rumah tangga pula. Masya Allah.

Sebuah kemuliaan jika para orang tua mendambakan jika kelak anak-anaknya menjadi saleh dan salehah. Itu artinya orang tua harus lebih dulu memberikan teladan, untuk agar menjadi orang tua yang saleh dan salehah. Karena bagaimana pun orang tua adalah cerminan anak. Namun demikian, kita juga tidak boleh serampangan memposisikan rumah tangga kita dengan orang lain secara saklek. Misalnya di zaman sekarang ini sedang marak dan menjadi sebuah kebanggaan jika anak-anak kecil banyak yang bisa menghafal Al-Qur’an. Tidak aneh jika para orang tua berlomba mematok sejak dini agar anak-anaknya juga bisa banyak menghafal Al-Qur’an.

Para istri dan suami, para ibu dan ayah yang tengah menjadi orang tua, mendambakan anak yang hafiz dan hafizah Al-Qur’an itu sebuah keagungan. Akan tetapi perlu kiranya kita mempertimbangkan hak dan kesempatan kepada anak-anak untuk menikmati masa anak-anaknya dengan sempurna. Sebab kemampuan otak anak kecil itu bagaimanapun terbatas. Kalau dipaksakan untuk menampung hafalan sebagaimana orang dewasa, saya khawatir akan merusak masa anak-anak kita. Lagi pula potensi menghafal anak-anak dalam menghafal itu paling sedikit ada dua: hafal Al-Qur’an karena ‘dari sononya’ atau hafal Al-Qur’an karena ikhtiar melalui metode.

Akhirnya, kita jangan pernah lupa akan bersyukur. Bersyukurlah karena telah diamanahi anak oleh Allah. Karena di luar sana masih banyak pasangan istri dan suami yang belum dikaruniai anak selama bertahun lamanya. Didik anak kita dengan prinsip kita sendiri. Kita boleh belajar dari pola didik orang tua lain untuk diterapkan kepada kita tetapi bukan untuk saklek menyamaratakan. Ingat, lika-liku rumah tangga orang itu berbeda-beda, punya tantangan beratnya masing-masing. Belum tentu orang tua yang banyak uang, yang banyak anak, yang anaknya banyak menjadi hafiz-hafizah, hidupnya selalu indah tanpa masalah. Kita tidak boleh minder dan silau hanya karena melihat pemandangan rumah tangga orang lain. Wallaahu a’lam. []

Tags: anakbanyak anakbanyak anak banyak rejekikeluargaperempuansuami
Mamang Haerudin

Mamang Haerudin

Penulis, Pengurus LDNU, Dai Cahaya Hati RCTV, Founder Al-Insaaniyyah Center & literasi

Terkait Posts

Gaya Hidup Minimalis

Gaya Hidup Minimalis dalam Al-Qur’an

3 Juni 2023
Relasi Gender dalam Agama Budha

Menilik Relasi Gender dalam Agama Budha

3 Juni 2023
Langgeng Berumah Tangga

Menyempurnakan Tips Langgeng Berumah Tangga ala Gus Baha

2 Juni 2023
Lahir Pancasila

Hari Lahir Pancasila: Upaya Mempererat Persaudaraan dan Menumbuhkan Sikap Toleransi

2 Juni 2023
KDRT

KDRT Tidak Sejalan dengan Ajaran Islam

1 Juni 2023
Energi

Mari Menjaga Lingkungan Dengan Menggunakan Energi Terbarukan

1 Juni 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Perkembangan Islam di Gorontalo

    Peran Putri Owutango dalam Perkembangan Islam di Gorontalo

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Benarkah Laki-laki Lebih Unggul dari Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca Muqaddimah Kitab Al Busyro; Sayyidah Khadijah adalah Teladan Perempuan Kita

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menilik Relasi Gender dalam Agama Budha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaya Hidup Minimalis dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Keadilan Gender Dalam Kacamata Hukum
  • Gaya Hidup Minimalis dalam Al-Qur’an
  • Benarkah Laki-laki Lebih Unggul dari Perempuan?
  • Membaca Muqaddimah Kitab Al Busyro; Sayyidah Khadijah adalah Teladan Perempuan Kita
  • Prinsip Kesetaraan Dalam Islam

Komentar Terbaru

  • Ainulmuafa422 pada Simple Notes: Tak Se-sederhana Kata-kata
  • Muhammad Nasruddin pada Pesan-Tren Damai: Ajarkan Anak Muda Mencintai Keberagaman
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist