• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Belajar Dari Drama Cheese In The Trap: Kisah Perjalanan Kekuatan dan Perjuangan Putri Sulung dalam Keluarga

Drama ini menceritakan tentang perjuangan gadis miskin dalam memperjuangkan hak pendidikan juga upayanya memenuhi ekpektasi keluarga

Kamariah Kamariah
04/06/2024
in Film
0
Perjuangan Putri Sulung

Perjuangan Putri Sulung

1.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Hallo Salingers, pecinta Film Korea tentu sudah tidak asing dengan Film “Drama Cheese In The Trap”. Sebuah drama yang benar-benar, dramatis, menceritakan tentang beban menjadi anak sulung yang berjuang untuk keluarganya, juga untuk dirinya sendiri. Kisah yang berangkat dari webtoon ini, rasanya cukup menarik untuk menjadi konsumsi publik.

Terutama kisah tokoh perempuan yang memiliki beban menjadi anak sulung, dalam drama ini. Melansir Liputuan6.com, Pembukaan drama Cheese in the Trap awalnya hanya menyoroti kisah dua mahasiswa. Mereka adalah Hong Seol (Kim Go Eun) dan Yoo Jung (Park Hae Jin). Kedua mahasiswa ini awalnya tidak saling akur.

Kedunya, memiliki latar belakang yang sanngat jauh berbeda, Yoo Jung, lelaki tampan, nan banyak penggemar, serta berasal dari keluarga konglomerat, sedangkan Hong Seol, gadis miskin yang mati-matian bertahan hidup untuk pendidikan juga untuk keluarganya.

Namun dalam artikel kali ini, bukan kisah cinta keduanya yang mau kita bahas, melainkan, pelajaran dari Drama Cheese In The Trap: Kisah Perjalanan Kekuatan dan Perjuangan Putri Sulung dalam Keluarga.

Beban Menjadi Putri Sulung

Hong Seel dalam drama ini digambarkan sebagai sosok  yang harus serba bisa. Karena merupakan sulung dalam keluarga, maka kerapkali, dia harus menjadi “Ibu kedua” dalam rumah tersebut.

Baca Juga:

Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

Fiqh Al-Usrah Menjembatani Teks Keislaman Klasik dan Realitas Kehidupan

Drama ini menggambarkan perjalanan budaya  masyarakat yang masih kental menganut budaya dan pola asuh tradisional serta sistem patriarki, menjadikan anak perempuan sulung  mengambil lebih banyak tanggung jawab dari saudara-saudara mereka.

Fenomena ini sering disebut sebagai “sindrom putri sulung” istilah yang belakangan ini populer di media sosial. Sindrom ini menggambarkan ekspektasi tinggi dan standar yang tidak realistis yang diberikan kepada anak tertua perempuan dalam keluarga.

Perjuangan Hong Seol Menjadi Putri Sulung

Drama ini menceritakan tentang perjuangan gadis miskin dalam memperjuangkan hak pendidikan juga upayanya memenuhi ekpektasi keluarganya. Ibunya adalah seorang penjual Mie Korea, adapun ayahnya, baru saja menerima nasib buruk  dalam pekerjaannya.

Dia kerapkali menjadi objek kemarahan orang tuanya, atas kesalahan yang sebenarnya tidak dia lakukan, sebut saja misal adik lelakinya mengalami sesuatu yang tidak baik, maka Hong Seol yang menjadi sasaran kemarahan.

Saat hendak melanjutkan pendidikan, banyak sekali halangan, dukungan dari keluarga tidak pernah ada. Ibunya malah memintanya untuk tidak usah kuliah, mending bantu bekerja saja. Namun, Hong Seol, tidak berpaku tangan dengan keadaan. Dia memutuskan untuk berjuang seorang diri, sehingga mendapatkan beasiswa.

Hingga, singkat kisahnya, dia berhasil menyelesaikan pendidikan, juga mampu menopang ekonomi keluarga, di tengah himpitan kesehatan mental yang tidak baik-baik saja.

Pelajaran dari Kisah Ini

Sebagai orang tua yang mempunyai anak sulung perempuan, seharusnya orang tua bisa lebih bijak dalam menyambut kehadiran si sulung sebagai sang buah hati dalam rumah tersebut.  Menyambut dalam arti bahagia yang sesungguhnya, penuh tanggung jawab dan menjadi orang tua cerdas, bukan malah sebaliknya menaruh ekspektasi terlalu tinggi terhadap mereka.

Berharap si anak sulung perempuan, harus mampu mengambil peran lebih besar, karena kelak dia akan menjadi contoh untuk adik-adiknya. Mungkin hal ini sah saja, namun dengan catatan, si sulung perempuan ini, harus tumbuh bahagia terlebih dahulu, bukan malah tumbuh dengan tekanan.

Sebagai orang tua memberikan contoh yang baik, memberikan pemahaman-pemahan tentang tanggung jawab, dengan porsi sewajarnya. Jika pendidikan dari orang tua sudah baik, maka secara otomatis juga, si sulung pasti akan mampu memposisikan diri menjadi kakak yang baik untuk adik-adiknya, juga memposisikan diri menjadi anak yang taat.

Jangan rampas hak anak, dengan statement gila orang tua yang terlalu berlebihan dalam berekspektasi ya. Semangat para sulung perempuan, kalian hebat dan untuk para orang tua dan calon orang tua, mari kita sama-sama berbenah. []

Tags: Drama Cheese In The TrapDrama KoreakeluargaPutri SulungRelasi
Kamariah

Kamariah

Terkait Posts

Nurhayati Subakat

Nurhayati Subakat, Perempuan Hebat di Balik Kesuksesan Wardah

26 Juni 2025
Film Animasi

Belajar Nilai Toleransi dari Film Animasi Upin & Ipin

22 Juni 2025
Film Azzamine

Film Azzamine: Ketika Bentuk Proteksi Orang Tua Kepada Anak Perempuan Disalahartikan

20 Juni 2025
Tastefully Yours

Tastefully Yours : Membongkar Konstruksi Sosial dari Dapur

19 Juni 2025
Bela Negara

Pearl Eclipse: Potret Keberanian Perempuan Dalam Bela Negara

14 Juni 2025
Resident Playbook

Resident Playbook dan Pentingnya Perspektif Empati dalam Dunia Obgyn

4 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID