• Login
  • Register
Sabtu, 28 Januari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Belajar Kesalingan dari Kembang Setaman

Zain Al Abid Zain Al Abid
15/02/2019
in Kolom
0
bunga setaman

Ilustrasi: pixabay[dot]com

129
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kembang Setaman yang identik dengan sejumput bunga beraneka warna dari berbagai jenis yang biasanya disajikan dalam upacara atau ritual dan berbau mistis. Ternyata memiliki makna yang sangat dalam dan mampu mengembalikan energi positif sebagai manusia.

Di tengah gejolak ancaman teroroisme, radikalisme, kebencian, kebohongan (hoax) dan adu domba yang melanda masyarakat di negeri ini. Kita sepatutnya kembali merenungkan kembali pesan-pesan yang sudah disampaikan melalui berbagai media dalam khazanah kearifan lokal bangsa ini. Agar mengasah kepekaan kemanusiaan kita tentunya.

Kembang Setaman atau bunga setaman terdiri dari dua suku kata yakni Kembang atau Bunga dan Setaman. Menurut filosofi Jawa, kembang atau bunga memiliki makna agar kita mendapat “keharuman ilmu” dari para leluhuratau guru. Keharuman merupakan kiasan dari berkah-syafa’at yang berlimpah dari para bijakbestari, dapat mengalir kepada anak turunnya.

Pun demikian, masing-masing bentuk dan aroma bunga memiliki ciri khas dan maknanya sendiri. Yang menyimpan harapan dan gambaran laku-lampah kita sebagai manusia yang beradab, sebagai simbol wanginya budi pekerti (ahlakul karimah).

Sedangkan “Setaman” bisa berarti kelompok bunga yang terdiri dari berbagai macam bunga, dengan beragam warna dan tentunya dengan bentuk dan aroma yang khas. Semuanya itu berkumpul dalam satu tempat, sehingga disebut setaman (satu taman).

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • 5 Pilar Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah
  • Toxic Parents dan Akibatnya pada Pengasuhan Anak
  • Mandul itu Bukan Salah Perempuan Semata
  • Pernikahan Tanpa Wali dan Saksi ala Kyai FM Jember dalam Perspektif Mubadalah

Baca Juga:

5 Pilar Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah

Toxic Parents dan Akibatnya pada Pengasuhan Anak

Mandul itu Bukan Salah Perempuan Semata

Pernikahan Tanpa Wali dan Saksi ala Kyai FM Jember dalam Perspektif Mubadalah

Adapun bunga yang biasa kita dapati dalam kembang setaman terdiri empat bunga khas seperti; Bunga Kanti, Melati, Kenanga dan Mawar. Meskipun pada perkembangnnya bisa diramu dengan bunga apa saja. Dari sekian bunga yang tergabung dalam kembang setaman ada makna dibaliknya yang patut kita renungkan;

Bunga Kantil filosofi jawa menjelaskan, kanthi laku tansah kumanthil. yaitu mengingatkan kita bahwa kesadaran spiritual (keberagamaan) tak akan bisa dialami secara lahir dan batin tanpa adanya penghayatan akan nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari (lakutama atau perilaku yang utama).

Bunga kantil berarti pula, adanya tali rasa, atau tansah kumanthil-kanthil, yang bermakna Kumanthil (berserah diri) kepada Tuhan Yang Maha Esa disertai pengabdian yang mendalam tiada terputus. Pengejawantahannya mencurahkan kasih sayang dan manfaat kepada seluruh makhluk.

Bukankah hidup ini pada dasarnya untuk saling memberi dan menerima kasih sayang kepada dan dari seluruh makhluk. Jika semua umat manusia bisa melakukan hal demikian tanpa terkotak-kotak ego primordial, niscaya bumi ini akan damai, tenteram, dan sejahtera lahir dan batinnya.

Bunga Melati atau rasa melad saka njero ati. Artinya kita diajarkan dalam berucap dan berbicara, hendaknya selalu mengandung ketulusan dan kejujuran dari hati nurani yang paling dalam. Lahir dan batin haruslah selalu sama, kompak, tidak munafik. Menjalani segala sesuatu tidak asal bunyi mengandung hoax serta ujaran kebencian.

Bunga Kenanga, atau Keneng-a! atau gapailah..! Kenanga, kenang-en ing angga. Bermakna filosofis agar supaya anak turun selalu mengenang, semua “pusaka” warisan leluhur berupa benda-benda seni, tradisi, kesenian, kebudayaan, filsafat, dan ilmu spiritual, toriqoh, akhlak sopan santun, dan hal yang banyak mengandung nilai-nilai kearifan lokal. Agar dirawat-lestarikan.

Bunga Mawar atau Mawi-Arsa. Dengan kehendak atau niat. Menghayati nilai-nilai luhur hendaknya dengan niat. Mawar, atau awar-awar ben tawar. Buatlah hati menjadi “tawar” alias tulus. Jadi niat tersebut harus berdasarkan ketulusan, menjalani segala sesuatu tanpa pamrih atau ikhlas. Dengan bahasa lain penuh kasih dan sayang.

Dari keempat bunga tersebut kita dapat mengambil kesimpulan sebagai generasi muda dan umumnya masyarkat Indonesia, dalam kehidupan kita harus berpegang teguh pada prisnip saling menyayangi, saling melakukan kebaikan dengan tulus, berdasarkan prilaku atau budi pekerti yang baik serta meramu sesuatu dengan penuh kesadaran untuk kebaikan bersama meski dengan aroma atau cara yang berbeda.[]

Pertama kali dimuat di Buletin Blakasuta Volume 45, tahun 2017.

Tags: bunga.kembang setamankebahagiaankeluargaKesalingankesejahteraanmakna bungapernikahanrumah tangga
Zain Al Abid

Zain Al Abid

Zain Al Abid. Penulis merupakan Staf Fahmina Institute Cirebon, Alumnus ISIF Cirebon dan Pondok Darussalam Buntet Pesantren.

Terkait Posts

Content Creator, Ngemis Online

Content Creator atau Ngemis Online?

28 Januari 2023
Pengalaman Perempuan

Writing for Healing: Mencatat Pengalaman Perempuan dalam Sebuah Komunitas

28 Januari 2023
Pesantren Menjawab Isu Lingkungan

Atensi Pesantren Menjawab Isu Lingkungan

28 Januari 2023
Budaya Patriarki

Budaya Patriarki Picu Perempuan Jadi Mayoritas Korban Kekerasan Seksual

27 Januari 2023
Tata Kelola Sampah

Bermubadalah, Perspektif Baru Tata Kelola Sampah

27 Januari 2023
Kampus Cantik

Akun Instagram Kampus Cantik, Sebuah Bentuk Glorifikasi Seksisme Bagi Perempuan

27 Januari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Fatwa KUPI

    Menanti Hasil Fatwa KUPI dari Kokohnya Bangunan Epistemologi Part II-Habis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Pilar Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Atensi Pesantren Menjawab Isu Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Writing for Healing: Mencatat Pengalaman Perempuan dalam Sebuah Komunitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Konco Wingking Dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 3 Hal yang Perlu Ditegaskan Ketika Perempuan Aktif di Ruang Publik
  • Content Creator atau Ngemis Online?
  • 5 Pilar Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah
  • Menanti Hasil Fatwa KUPI dari Kokohnya Bangunan Epistemologi Part II-Habis
  • Terminologi Mubadalah Berguna Untuk Gagasan Relasi Kerjasama

Komentar Terbaru

  • Menjauhi Sikap Tajassus Menjadi Resolusi di 2023 - NUTIZEN pada (Masih) Perlukah Menyusun Resolusi Menyambut Tahun Baru?
  • Pasangan Hidup adalah Sahabat pada Suami Istri Perlu Saling Merawat Tujuan Kemaslahatan Pernikahan
  • Tanda Berakhirnya Malam pada Relasi Kesalingan Guru dan Murid untuk Keberkahan Ilmu
  • Tujuan Etika Menurut Socrates - NUTIZEN pada Menerapkan Etika Toleransi saat Bermoda Transportasi Umum
  • Film Yuni Bentuk Perlawanan untuk Masyarakat Patriarki pada Membincang Perkawinan Anak dan Sekian Hal yang Menyertai
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist