• Login
  • Register
Selasa, 15 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Belajar Kesalingan dari Kembang Setaman

Zain Al Abid Zain Al Abid
15/02/2019
in Kolom
0
bunga setaman

Ilustrasi: pixabay[dot]com

227
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kembang Setaman yang identik dengan sejumput bunga beraneka warna dari berbagai jenis yang biasanya disajikan dalam upacara atau ritual dan berbau mistis. Ternyata memiliki makna yang sangat dalam dan mampu mengembalikan energi positif sebagai manusia.

Di tengah gejolak ancaman teroroisme, radikalisme, kebencian, kebohongan (hoax) dan adu domba yang melanda masyarakat di negeri ini. Kita sepatutnya kembali merenungkan kembali pesan-pesan yang sudah disampaikan melalui berbagai media dalam khazanah kearifan lokal bangsa ini. Agar mengasah kepekaan kemanusiaan kita tentunya.

Kembang Setaman atau bunga setaman terdiri dari dua suku kata yakni Kembang atau Bunga dan Setaman. Menurut filosofi Jawa, kembang atau bunga memiliki makna agar kita mendapat “keharuman ilmu” dari para leluhuratau guru. Keharuman merupakan kiasan dari berkah-syafa’at yang berlimpah dari para bijakbestari, dapat mengalir kepada anak turunnya.

Pun demikian, masing-masing bentuk dan aroma bunga memiliki ciri khas dan maknanya sendiri. Yang menyimpan harapan dan gambaran laku-lampah kita sebagai manusia yang beradab, sebagai simbol wanginya budi pekerti (ahlakul karimah).

Sedangkan “Setaman” bisa berarti kelompok bunga yang terdiri dari berbagai macam bunga, dengan beragam warna dan tentunya dengan bentuk dan aroma yang khas. Semuanya itu berkumpul dalam satu tempat, sehingga disebut setaman (satu taman).

Baca Juga:

Kala Kesalingan Mulai Memudar

Hancurnya Keluarga Akibat Narkoba

Praktik Kesalingan sebagai Jalan Tengah: Menemukan Harmoni dalam Rumah Tangga

Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

Adapun bunga yang biasa kita dapati dalam kembang setaman terdiri empat bunga khas seperti; Bunga Kanti, Melati, Kenanga dan Mawar. Meskipun pada perkembangnnya bisa diramu dengan bunga apa saja. Dari sekian bunga yang tergabung dalam kembang setaman ada makna dibaliknya yang patut kita renungkan;

Bunga Kantil filosofi jawa menjelaskan, kanthi laku tansah kumanthil. yaitu mengingatkan kita bahwa kesadaran spiritual (keberagamaan) tak akan bisa dialami secara lahir dan batin tanpa adanya penghayatan akan nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari (lakutama atau perilaku yang utama).

Bunga kantil berarti pula, adanya tali rasa, atau tansah kumanthil-kanthil, yang bermakna Kumanthil (berserah diri) kepada Tuhan Yang Maha Esa disertai pengabdian yang mendalam tiada terputus. Pengejawantahannya mencurahkan kasih sayang dan manfaat kepada seluruh makhluk.

Bukankah hidup ini pada dasarnya untuk saling memberi dan menerima kasih sayang kepada dan dari seluruh makhluk. Jika semua umat manusia bisa melakukan hal demikian tanpa terkotak-kotak ego primordial, niscaya bumi ini akan damai, tenteram, dan sejahtera lahir dan batinnya.

Bunga Melati atau rasa melad saka njero ati. Artinya kita diajarkan dalam berucap dan berbicara, hendaknya selalu mengandung ketulusan dan kejujuran dari hati nurani yang paling dalam. Lahir dan batin haruslah selalu sama, kompak, tidak munafik. Menjalani segala sesuatu tidak asal bunyi mengandung hoax serta ujaran kebencian.

Bunga Kenanga, atau Keneng-a! atau gapailah..! Kenanga, kenang-en ing angga. Bermakna filosofis agar supaya anak turun selalu mengenang, semua “pusaka” warisan leluhur berupa benda-benda seni, tradisi, kesenian, kebudayaan, filsafat, dan ilmu spiritual, toriqoh, akhlak sopan santun, dan hal yang banyak mengandung nilai-nilai kearifan lokal. Agar dirawat-lestarikan.

Bunga Mawar atau Mawi-Arsa. Dengan kehendak atau niat. Menghayati nilai-nilai luhur hendaknya dengan niat. Mawar, atau awar-awar ben tawar. Buatlah hati menjadi “tawar” alias tulus. Jadi niat tersebut harus berdasarkan ketulusan, menjalani segala sesuatu tanpa pamrih atau ikhlas. Dengan bahasa lain penuh kasih dan sayang.

Dari keempat bunga tersebut kita dapat mengambil kesimpulan sebagai generasi muda dan umumnya masyarkat Indonesia, dalam kehidupan kita harus berpegang teguh pada prisnip saling menyayangi, saling melakukan kebaikan dengan tulus, berdasarkan prilaku atau budi pekerti yang baik serta meramu sesuatu dengan penuh kesadaran untuk kebaikan bersama meski dengan aroma atau cara yang berbeda.[]

Pertama kali dimuat di Buletin Blakasuta Volume 45, tahun 2017.

Tags: bunga.kembang setamankebahagiaankeluargaKesalingankesejahteraanmakna bungapernikahanrumah tangga
Zain Al Abid

Zain Al Abid

Zain Al Abid. Penulis merupakan Staf Fahmina Institute Cirebon, Alumnus ISIF Cirebon dan Pondok Darussalam Buntet Pesantren.

Terkait Posts

Kekerasan Berbasis Gender Online

Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO); Pentingnya Keberpihakan Pada Korban

15 Juli 2025
Krisis Ekologi

Empat Prinsip NU Ternyata Relevan Membaca Krisis Ekologi

14 Juli 2025
Merawat Bumi

Merawat Bumi Sebagai Tanggung Jawab Moral dan Iman

14 Juli 2025
Disabilitas Mental

Titik Temu Antara Fikih dan Disabilitas Mental

14 Juli 2025
Mas Pelayaran

Kedisiplinan Mas Pelayaran: Refleksi tentang Status Manusia di Mata Tuhan

13 Juli 2025
Kesalingan

Kala Kesalingan Mulai Memudar

13 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Krisis Ekologi

    Empat Prinsip NU Ternyata Relevan Membaca Krisis Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Bumi Sebagai Tanggung Jawab Moral dan Iman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Asma’ binti Yazid: Perempuan yang Mempertanyakan Hak-Haknya di Hadapan Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ukhuwah Nisaiyah: Solidaritas Perempuan dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Ronggeng Dukuh Paruk dan Potret Politik Tubuh Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO); Pentingnya Keberpihakan Pada Korban
  • Asma’ binti Yazid: Perempuan yang Mempertanyakan Hak-Haknya di Hadapan Nabi
  • Empat Prinsip NU Ternyata Relevan Membaca Krisis Ekologi
  • Ukhuwah Nisaiyah: Solidaritas Perempuan dalam Islam
  • Merawat Bumi Sebagai Tanggung Jawab Moral dan Iman

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID