• Login
  • Register
Minggu, 5 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Budaya Srawung dalam Tradisi Buka Bersama  

Dalam Islam, tradisi buka bersama atau ifthar jamaah nyatanya berkorelasi erat dengan semangat kebersamaan

Hasna Azmi Fadhilah Hasna Azmi Fadhilah
14/04/2022
in Personal
0
Tradisi Buka Bersama

Tradisi Buka Bersama

135
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ramadan bagi umat Islam di Indonesia identik dengan melakukan lebih banyak ibadah dan kumpul bersama. Di kampung-kampung maupun di daerah perkotaan, masyarakat dengan semarak bergembira menggelar berbagai kegiatan, dari pasar Ramadan, beduk sahur keliling hingga tradisi buka bersama.

Untuk kegiatan terakhir, yakni tradisi buka bersama, penyelenggaraannya selalu dinanti. Entah itu dibingkai dengan keperluan keluarga, acara kantor, ataupun reuni sekolah. Semua dipersiapkan dengan antusias, tak kalah gempitanya dengan ibadah puasa itu sendiri.

Tradisi buka bersama sejatinya adalah akulturasi budaya lokal dengan perpaduan nilai-nilai Islami. Menurut Devie Rahmawati, pengamat sosial vokasi Universitas Indonesia, karakteristik masyarakat Indonesia yang sejak dulu sudah bersifat komunal, kemudian mendorong akulturasi budaya Islam dengan tradisi asli daerah yang telah terbiasa melakukan kegiatan secara berkelompok.

Tak heran, hingga sekarang kegiatan tradisi buka bersama terus mendarah daging di masyarakat kita. Meski belum ada data pasti kapan kegiatan tradisi buka bersama pertama dalam sejarah Islam Nusantara, namun hal ini diasumsikan bahwa kegiatan berkumpul untuk buka puasa bersama telah dilakukan ketika Islam mulai banyak dipeluk oleh warga. Ketika sebelumnya mereka hanya kumpul dan makan-makan saja, setelah memeluk Islam, kegiatan tersebut tetap berlanjut di bulan Ramadan dengan landasan yang berbeda.

Dalam Islam, tradisi buka bersama atau ifthar jamaah nyatanya berkorelasi erat dengan semangat kebersamaan. Terlebih, prinsip jemaah atau berkelompok sangat dianjurkan dalam beberapa ibadah ritual, seperti shalat yang perolehan pahalanya jauh lebih besar ketika dikerjakan bersama daripada sendiri. Perbandinganya bahkan cukup jauh, dua puluh tujuh banding satu.

Kembali ke makna tradisi buka puasa bersama, selain mengingatkan kita akan nilai-nilai integritas, menurut Gus Baha, ulama Nahdlatul Ulama (NU) yang berasal dari Rembang, tradisi tersebut juga menganjurkan kita untuk terus bersyukur dan banyak berbagi dengan sesama. Bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan kepada kita.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Melihat Keterlibatan Perempuan dalam Tradisi Nyadran Perdamaian di Temanggung Jawa Tengah
  • Menggali Makna Tradisi Tedhak Siten, Benarkah Tidak Islami?
  • “Oh Indonesiaku” Lagu Nasida Ria yang Membincang Kerukunan di Negara yang Plural
  • Perempuan Madura di Akar Rumput: Mendedahkan Sistem Pembagian Kerja dalam Rumah Tangga
    • Tradisi Buka Bersama dan Melestarikan Budaya Srawung

Baca Juga:

Melihat Keterlibatan Perempuan dalam Tradisi Nyadran Perdamaian di Temanggung Jawa Tengah

Menggali Makna Tradisi Tedhak Siten, Benarkah Tidak Islami?

“Oh Indonesiaku” Lagu Nasida Ria yang Membincang Kerukunan di Negara yang Plural

Perempuan Madura di Akar Rumput: Mendedahkan Sistem Pembagian Kerja dalam Rumah Tangga

Lebih rincinya, syukur itu menerima yang sedikit dan menganggapnya banyak, memberi yang banyak dan menganggapnya sedikit. Dari sana, kita sebagai makhluk akan terus membiasakan untuk bersikap rendah hati dan terus ingat bahwa sejatinya rezeki serta nikmat kita sangat bergantung pada Yang Maha Kuasa.

Tradisi Buka Bersama dan Melestarikan Budaya Srawung

Pada konteks budaya lokal Jawa, buka bersama juga berkelindan dengan tradisi srawung. Dikutip dari hasil riset Setiawan dan Sibarani (2020), srawung yang mengandung arti kumpul atau pertemuan besar, biasanya melibatkan lebih dari satu orang. Pada masyarakat pedesaan, istilah ‘srawung’ sudah menjadi aktivitas keseharian.

Sebab, inilah cara mereka untuk saling bercerita tentang realitas kehidupan. Srawung juga diartikan sebagai kontak sosial, dimana satu sama lain bertemu, saling sapa dan ngobrol bareng dengan waktu yang tidak sebentar dalam suasana keakraban di dalamnya. Tak heran, saat Islam datang, budaya srawung tak lantas ditinggalkan begitu saja. Justru kebiasaan lokal setempat berpadu manis dan lestari sampai saat ini.

Di luar Ramadan sendiri, budaya srawung memiliki banyak tujuan positif, tak hanya menjadi sarana untuk saling belajar dan mencari inspirasi dari orang lain, tapi juga momen tepat untuk membahas isu-isu aktual di Indonesia, dari membahas program-program kegiatan daerah hingga topik tentang lingkungan hidup maupun aksi sosial kemanusiaan.

Dari prinsip-prinsip tadi, sangat terlihat jelas bahwa akulturasi srawung dan buka bersama ternyata saling terkait. Bahkan realitanya, konten buka bersama jauh melebihi batas srawung. Dilihat dari fakta di lapangan, implementasi srawung saat buka bersama nyatanya tak eksklusif pada internal umat muslim semata.

Di Sukoharjo, kegiatan buka bersama diadakan oleh komunitas lintas agama. Tak hanya makan bersama, mereka jugaa berbagi takjil kepada para pengguna jalan. Agus Widanarko, salah satu penggagas gerakan, mengatakan bahwa kegiatan yang melibatkan sejumlah pemuda lintas agama ini merupakan upaya menumbuhkembangkan rasa persatuan kesatuan dan kebersamaan antar umat beragama.

Selain itu, kegiatan ini juga mengkampanyekan pentingnya toleransi antar umat beragama. Ia menambahkan juga, “komitmen menjaga persatuan dan persaudaraan antar anak bangsa perlu digelorakan secara terus menerus. Tanpa menghilangkan perbedaan, jiwa toleran setiap pemuda perlu dipupuk sejak dini.”

Sepakat dengan apa yang disampaikan oleh koleganya, Nandi Dwi, perwakilan pemuda dari Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI) Sukoharjo, berpendapat bahwa bulan puasa adalah momen yang tepat untuk menunjukkan semangat toleransi dan tenggang rasa. Lewat acara bagi-bagi takjil kepada umat Islam yang sedang berpuasa, Nandi dan pemuda lintas agama lainnya berharap bisa berbagi kasih dan memupuk jiwa saling menghargai antar umat beragama.

Dari apa yang dicontohkan oleh Agus dan komunitasnya, terlihat jelas bahwa nilai-nilai dalam srawung saat tradisi buka bersama melintas batas, tak hanya awet dari goncangan globalisasi, tapi juga membawa banyak manfaat yang perlu terus dirawat hingga anak cucu kita nanti. []

Tags: BudayaHikmah RamadankeberagamanRamadan 1443 HSrawungTradisi
Hasna Azmi Fadhilah

Hasna Azmi Fadhilah

Belajar dan mengajar tentang politik dan isu-isu perempuan

Terkait Posts

Mitos Sisyphus

Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus

4 Februari 2023
Gaya Hidup Minimalis

Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian

3 Februari 2023
Nikah di KUA

Salingers, Yuk Normalisasi Nikah di KUA

2 Februari 2023
Wasiat Buya Husein

Mematri Wasiat Buya Husein Muhammad

1 Februari 2023
Patah Hati

Perempuan, Patah Hati, dan Krisis Percaya Diri

31 Januari 2023
Refleksi Menulis

Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri, dan Menciptakan Keabadian

30 Januari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Industri Halal

    Pengembangan Industri Halal yang Ramah Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Prinsip Mendidik Anak Ala Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pada Masa Nabi Saw, Para Perempuan Ikut Aktif Terlibat Dalam Politik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 5 Cara Mendidik Anak Ala Nabi Muhammad
  • Nizar Qabbani Sastrawan Arab yang Mengenalkan Feminisme Lewat Puisi
  • Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus
  • 5 Prinsip Mendidik Anak Ala Islam

Komentar Terbaru

  • Indonesia Meloloskan Resolusi PBB tentang Perlindungan Pekerja Migran Perempuan - Mubadalah pada Dinamika RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, yang Tak Kunjung Disahkan
  • Lemahnya Gender Mainstreaming dalam Ekstremisme Kekerasan - Mubadalah pada Lebih Dekat Mengenal Ruby Kholifah
  • Jihad Santri di Era Revolusi Industri 4.0 - Mubadalah pada Kepedulian KH. Hasyim Asy’ari terhadap Pendidikan Perempuan
  • Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri Menciptakan Keadilan pada Cara Paling Sederhana Meneladani Gus Dur: Menulis dan Menyukai Sepakbola
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia pada Cerita Singkat Kartini Kendeng dan Pelestarian Lingkungan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist