• Login
  • Register
Rabu, 8 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Bukan Imam Al-Ghazali, Inilah yang Mengatakan 4 Jenis Orang Tahu-Tidak Tahu

Suatu ungkapan, ajaran, atau nilai yang related dan berlaku universal diamini manusia, akan awet menembus waktu dan ruang. Melintasi zaman demi zaman, dan generasi demi generasi

M. Naufal Waliyuddin M. Naufal Waliyuddin
09/05/2022
in Hikmah
0
Imam Al-Ghazali

Imam Al-Ghazali

188
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ungkapan tentang 4 tipologi orang berdasarkan tahu dan tidak tahu telah banyak didengar kaum Muslim, terutama di kalangan pesantren, seringkali dikaitkan dengan Imam al-Ghazali. Keempat kategori tersebut adalah: [1] orang yang mengerti dan mengerti bahwa ia mengerti, [2] orang yang mengerti tapi tidak mengerti bahwa dirinya mengerti, [3] orang yang tidak mengerti tapi mengerti bahwa ia tidak mengerti, [4] orang yang tidak mengerti dan tidak mengerti bahwa dirinya tidak mengerti.

Memang benar bahwa kalimat pengelompokan itu terdapat dalam kitab monumental beliau, Ihyā` ‘Ulūm al-Dīn. Namun orang kerap luput menyadari kalau Al-Ghazali sendiri telah secara gamblang menukil dari ungkapan orang lain, yakni Al-Khalil bin Ahmad.

Bukti tekstual ini dapat dilacak dalam kitab Ihyā` ‘Ulūm al-Dīn langsung edisi bahasa Arab dengan font khasnya Penerbit Toha Putera, Semarang, Vol. 1, di halaman 59. Secara eksplisit Imam Al-Ghazali menuliskan lafadz begini:

“Wa qala al-Khalil bin Ahmad: ar-rijalu arba’atun, rojulun yadri wa yadri annahu yadri fadzalika ‘alimun fattabi’uhu, wa rojulun yadri wa la yadri annahu yadri fadzalika naimun fa-aiqidhuhu, wa rojulun la yadri wa yadri annahu la yadri fadzalika mustarsyidun fa-arsyiduhu, wa rojulun la yadri wa la yadri annahu la yadri fadzalika jahilun fa-rfidluhu.”

[Artinya: “dan berkata al-Khalil bin Ahmad: orang itu ada empat. Pertama, orang yang mengerti dan mengerti bahwa ia mengerti, maka dialah orang ‘alim atau pandai, maka ikutilah ia. Kedua, orang yang mengerti tapi tidak mengerti bahwa ia mengerti, itulah orang tidur, maka bangunkanlah ia. Ketiga, orang yang tidak mengerti tapi mengerti bahwa ia tidak mengerti, itulah orang yang butuh bimbingan (perlu dimursyidi), maka bimbinglah ia. Keempat, orang yang tidak mengerti dan tidak mengerti bahwa ia tidak mengerti, dialah orang dungu, maka jauhilah/tampiklah ia.]

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Mengapa Pemimpin Disebut Pelayan?
  • Bukan Orang Lain, Jihad Terbesar adalah Bersaing Dengan Diri Sendiri!
  • Tuduhan Kafir Terhadap Imam Al Ghazali
  • Membincang Gaya Hidup Hedonis dan Intoleransi Ekonomi
  • Bukan Perkataan Imam Al-Ghazali, Sudah Menjadi Pepatah Umum (Anonim)

Baca Juga:

Mengapa Pemimpin Disebut Pelayan?

Bukan Orang Lain, Jihad Terbesar adalah Bersaing Dengan Diri Sendiri!

Tuduhan Kafir Terhadap Imam Al Ghazali

Membincang Gaya Hidup Hedonis dan Intoleransi Ekonomi

Demikianlah sumber asli dari kitab Ihyā` sendiri. Hanya saja, wacana di masyarakat sudah kadung ter-broadcast bahwasanya keempat golongan tersebut adalah kategorisasi ulama masyhur hujjatul Islam, yakni Imam Al-Ghazali.

Juga agaknya sukar sekali untuk memperlengkap pengetahuan publik mengenai hal itu. Walaupun demikian, tidak ada salahnya saya membagikan hasil lacakan kecil tentang siapa gerangan Al-Khalil bin Ahmad yang dikutip Imam Al-Ghazali tersebut. (Baca: Imam Al Ghazali, dan Tuduhan Kafir Terhadapnya)

Sosok Al-Khalil bin Ahmad yang sangat mungkin dirujuk oleh Al-Ghazali adalah Abu Abdirrahman Al-Khalil bin Ahmad bin ‘Amru al-Farahindi—yang kemudian tenar dengan nama Al-Khalil bin Ahmad al-Farahindi. Ia adalah seorang filolog, ahli bahasa dan sastra Arab, kelahiran Basrah (Baghdad/Iraq) yang pernah hidup dalam rentang 718-789 Masehi. Jadi cukup terpaut jauh dengan zaman Al-Ghazali, bahkan jauh lebih dekat ke zaman Nabi Muhammad saw.

Sebagai penyair ulung dan murid yang sanadnya sambung ke Ibnu Abi Ishaq (ilmuwan nahwu pertama) sekaligus guru dari Imam Sibawaih (pakar tata bahasa Arab), dialah yang paling potensial menjadi rujukan karya Al-Ghazali. Tidak mengagetkan jika kemudian Imam Al-Ghazali masih ‘menangi’ ungkapan masyhur tersebut dan memutuskan untuk menukilnya ke dalam kitab Ihya’. (Baca: Perjalanan Intelektual Imam Al Ghazali dalam Menyusun Kitab)

Walau pada sisi tertentu, saya agak menyangsikan otentisitas tersebut. Pasalnya, sebagaimana intertekstualitas dalam kajian teks yang memiliki relasi kesalingan (pengaruh), ungkapan 4 jenis orang yang sudah terkenal itu pun sepertinya memiliki garis nasib yang sama.

Bukan Perkataan Imam Al-Ghazali, Sudah Menjadi Pepatah Umum (Anonim)

Dengan beraneka jenis bahasa dan perwujudan redaksional yang berbeda-beda, inti maksud dari ungkapan Al-Khalil bin Ahmad di atas ternyata mengandung banyak irisan dengan pepatah lainnya. Bahkan dalam bahasa Inggris, keempat kategorisasi tersebut tidak sedikit yang sudah mengatribusikannya sebagai “Arab proverb” (pepatah Arab).

Kalau di era modern, tidak sedikit juga sejumlah figur yang hidup jauh setelah Al-Khalil bin Ahmad yang menggubah maksud yang mirip, namun dengan kalimat yang berbeda. Quote Investigator melacak di abad modern dan menemukan beberapa nama seperti Sir John Fenwick (1697), Theron Brown (1877), Isabel Burton (1893) hingga Bruce Lee. Hanya saja, mereka bahkan tidak memasukkan Al-Khalil, apalagi Al-Ghazali.

Namun setelah dilacak lebih jauh lagi, agaknya quotes Al-Khalil bin Ahmad ini memiliki kemiripan redaksional dan isi dengan ucapan Konfusius, filsuf Tiongkok pra-Masehi (551-479 SM). Dalam The Analects—versi terjemahan tentunya—ia pernah berujar: “He who knows and knows that he knows is a wise man—follow him; he who knows not and knows not that he knows not is a fool—shun him.”

Tampak dari situ kita bisa lihat kesamaan maknawi, sekalipun Konfusius hanya membabarkannya menjadi dua ekstrem saja. Sedangkan Al-Khalil bin Ahmad mengupasnya lagi untuk kemudian gradasinya dipecah menjadi empat spektrum.

Dari sini tampak kita menemukan fakta bahwa suatu ungkapan, ajaran, atau nilai yang related dan berlaku universal diamini manusia, akan awet menembus waktu dan ruang. Melintasi zaman demi zaman, dan generasi demi generasi. Hingga pada akhirnya hal itu menjadi pepatah umum, sampai mungkin pengujar pertamanya dilupakan sehingga anonim, namun kontribusinya terus menyebar tanpa bisa diberhentikan. []

Sumber Bacaan:

Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad. t.t. al-Bāb al-Sādis fī Āfāt al-‘Ilm wa Bayān ‘Alāmāt ‘Ulamā’ al-Ākhirah wa al-‘Ulamā’ al-Sū`, dalam Kitab Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn,
Semarang: Toha Putera, t.t., Vol. I.

Confucius. 2003. The Analects. Cambridge: Hackett Publishing Company, Inc.

Tags: imam al-ghazali
M. Naufal Waliyuddin

M. Naufal Waliyuddin

Founder metafor.id. Alumni Tasawuf Psikoterapi dan Interdisciplinary Islamic Studies. Pegiat literasi dan seni yang kerap menulis dengan nama pena Madno Wanakuncoro.

Terkait Posts

hukum suami mengasuh anak

Bagaimana Hukum Suami Mengasuh Anak?

8 Februari 2023
Umm Hisyam ra Menghafal Al-Qur'an dari Lisan Nabi Saw

Umm Hisyam Ra Menghafal Al-Qur’an Langsung dari Lisan Nabi Saw

8 Februari 2023
Nabi Muhammad Saw Memuji Orang Kafir

Kisah Saat Nabi Muhammad Saw Memuji Orang Kafir Karena Karyanya

8 Februari 2023
Jangan Melecehkan Istri

Nabi Saw Meminta Kepada Para Suami agar Jangan Melecehkan Istri

8 Februari 2023
anak adalah amanah

Anak Adalah Amanah yang Harus Dijaga oleh Orang Tua

7 Februari 2023
Kaum Santri

Kaum Santri; Ashabul Kahfi Masa Kini

7 Februari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Childfree

    Childfree: Hukum, Dalil, dan Penjelasannya dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Party Pooper, Melihat Perilaku Para YouTuber

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lagu We Will Rock You dalam Satu Abad NU

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Saat Nabi Muhammad Saw Memuji Orang Kafir Karena Karyanya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Umm Hisyam Ra Menghafal Al-Qur’an Langsung dari Lisan Nabi Saw

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bagaimana Hukum Suami Mengasuh Anak?
  • Kampung Adat Kranggan, Masih Eksis di Pinggiran Ibu Kota
  • Umm Hisyam Ra Menghafal Al-Qur’an Langsung dari Lisan Nabi Saw
  • Mengenal Party Pooper, Melihat Perilaku Para YouTuber
  • Kisah Saat Nabi Muhammad Saw Memuji Orang Kafir Karena Karyanya

Komentar Terbaru

  • Pemikiran Keislaman di Malaysia dan Indonesia pada 6 Tips Berdakwah Ala Nyai Awanilah Amva
  • Menghidupkan Kembali Sikap Saling Melindungi pada Impak Islamisasi di Malaysia: Tudung sebagai Identiti Muslimah Sejati dan Isu Pengawalan Moraliti Perempuan
  • Harapan Lama kepada Menteri PPPA Baru - Mubadalah pada Budaya Patriarki Picu Perempuan Jadi Mayoritas Korban Kekerasan Seksual
  • Menjadi Perempuan Pembaru, Teguhkan Tauhid dalam Kehidupan pada Bagaimana Hukum Menggunakan Pakaian Hingga di Bawah Mata Kaki?
  • Wafatnya Mbah Moen Juga Dirasakan Semua Umat Beragama - Mubadalah pada Fahmina Institute Terapkan Prinsip Mubadalah dalam Organisasi
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist