• Login
  • Register
Rabu, 9 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Cara Terbaik Mendidik Anak dengan Prinsip Kesalingan

Tia Isti'anah Tia Isti'anah
17/12/2022
in Kolom
0
Cara Terbaik Mendidik Anak dengan Menerapkan Prinsip Kesalingan

Ilustrasi: pixabay[dot]com

80
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.Id– Berikut ini adalah cara terbaik mendidik anak dengan menerapkan prinsip kesalingan.  Ibarat kata; Lha.. beli gelem meneng. Anake sapa si. Wis mana aja melu maning!” Ucap salah satu ibu ketika saya sedang menunggu warung. Yang artinya “Kok ga mau diam. Anaknya siapa. Udah jangan ikut lagi!”

Ucapan-ucapan itu sering saya dengar. Tidak selalu sama seperti itu. Tapi mirip. Memarahi anaknya dengan ucapan-ucapan yang menyakitkan.

Saya menjadi ingat ketika saya SD dulu, banyak teman-teman saya yang bercerita tentang orang tua mereka yang menghukum dengan memasukkan mereka ke kamar mandi.

Bahkan tetangga rumah saya juga begitu sering memarahi anaknya. Ia jarang sekali tersenyum, dan hampir selalu berkata dengan nada tinggi kepada anaknya.

Saya meyakini setiap orang tua pasti menyayangi anaknya. Mereka menganggap hal-hal seperti itu untuk kebaikan anak mereka. Agar anak mereka tidak manja, mandiri dan lebih baik.

Baca Juga:

Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak

Pengrusakan Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Sisakan Trauma Mendalam bagi Anak-anak

Pentingnya Relasi Saling Kasih Sayang Hubungan Orang Tua dan Anak

Jangan Hanya Menuntut Hak, Tunaikan Juga Kewajiban antara Orang Tua dan Anak

Namun sayangnya, keterlibatan ilmu pengetahuan tidak berimbang dengan keterlibatan mitos dalam masyarakat.

Masyarakat banyak menganggap bahwa menghukum anak dengan memasukkan mereka ke kamar mandi adalah cara jitu agar anak tidak lagi bandel. Masyarakat juga banyak menganggap bahwa membentak anaknya dengan keras akan membuat mereka memiliki batas.

Pola asuh yang berkesalingan

Sejauh saya menjadi mahasiswa psikologi, saya mengenal empat jenis pola asuh. Ada beberapa teori yang lain. Namun Teori ini yang paling sering digunakan dosen saya.

Teori ini berasal dari Diana Baumrind, lalu disempurnakan oleh Maccoby dan Martin. Mereka mengelompokkan pola asuh menjadi empat bagian.

Pertama, authoritative (terdapat tuntutan dan komunikasi); kedua, authoritarian (terdapat tuntutan namun tidak terdapat komunikasi); ketiga, permisive (tidak terdapat tuntutan/membebaskan); dan keempat, unvilvolved (mengabaikan dan egois).

Berdasarkan penelitian Liza Marini dan Elvi Andriani (2005), pola asuh authoritative membuat anak lebih asertif dari pada anak dengan pola asuh lainnya. Penelitian Yuhanda Safitri dan Eny Hidayanti (2013) juga menunjukan bahwa anak yang diasuh dengan pola asuh authoritative cenderung memiliki sedikit depresi.

Bahkan penelitian Ajat Sudrajat Putri Risthantri (2015) menunjukan bahwa gaya pola asuh authoritative membuat anak lebih taat beribadah dan memiliki sopan santun.

Dari penelitian tersebut kita dapat menarik garis bahwa pola asuh authoritative adalah pola asuh yang terbaik untuk anak. Karena di dalam pola asuh ini terdapat relasi kesalingan. Di mana anak didorong menjadi bebas namun masih terdapat komunikasi dengan tukar pendapat dan bimbingan.

Sehingga, masyarakat harusnya lebih banyak menggunakan gaya pengasuhan ini. Bukan hanya menggunakan pemikiran orang tua ketika bertindak, tapi juga harus berkomunikasi dengan anak. Bukan hanya menetapkan batas namun juga memberikan kehangatan.

Bukan hanya menghukum, tapi juga memberikan hadiah dan pelukan. Bukan langsung memarahi, tapi juga melihat alasan anak melakukannya. Bukan hanya melarang, tapi juga mendorong dan memberikan semangat.

Mayoritas anak akan menjadi pemarah jika orang tuanya juga selalu memarahi mereka. Anak juga akan mengikuti cara kerja orang tuanya menghukum mereka di kemudian hari ketika mereka sudah memiliki anak.

Sehingga relasi tarik-ulur dan kesalingan sangat dibutuhkan. Apalagi anak akan terus menjadikan orang tua sebagai role model dan way of life mereka.

Dengan relasi ini, penelitian sudah membuktikan bahwa akan lahir anak-anak yang jauh dari depresi, lebih asertif dan sopan. Sehingga nantinya lahirlah keluarga-keluarga yang sakinah dan masyarakat yang maslahah.

Demikian penjelasan tentang cara terbaik mendidik anak dengan prinsip kesalingan. Semoga bermanfaat. (Baca juga: Benarkah Memukul Anak Menjadi Metode Terbaik Dalam Mendidik Anak?).

Tags: anakhukumankeluargamasyarakatmendidik anakMubaadalahorangtuapengasuhanpola asuhprikologi
Tia Isti'anah

Tia Isti'anah

Tia Isti'anah, kadang membaca, menulis dan meneliti.  Saat ini menjadi asisten peneliti di DASPR dan membuat konten di Mubadalah. Tia juga mendirikan @umah_ayu, sebuah akun yang fokus pada isu gender, keberagaman dan psikologi.

Terkait Posts

Pelecehan Seksual

Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang

9 Juli 2025
Pernikahan Tradisional

Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional

8 Juli 2025
Jiwa Inklusif

Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak

8 Juli 2025
Nikah Massal

Menimbang Kebijakan Nikah Massal

8 Juli 2025
Intoleransi di Sukabumi

Intoleransi di Sukabumi: Ketika Salib diturunkan, Masih Relevankah Nilai Pancasila?

7 Juli 2025
Retret di sukabumi

Pengrusakan Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Sisakan Trauma Mendalam bagi Anak-anak

7 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Nikah Massal

    Menimbang Kebijakan Nikah Massal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menggugat Batas Relasi Laki-Laki dan Perempuan di Era Modern-Industrialis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meruntuhkan Mitos Kodrat Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?
  • Mengapa Pengalaman Biologis Perempuan Membatasi Ruang Geraknya?
  • Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang
  • Perjanjian Pernikahan
  • Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID