• Login
  • Register
Selasa, 13 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Cinta Kasih Antar Umat Beragama

Dalam berbagai survei, Indonesia termasuk salah satu negara paling religius di dunia. Kenyataan ini harus disikapi dengan bijaksana oleh seluruh masyarakat. Sebagai negara kepulauan yang majemuk, stabilitas negara menjadi hal utama yang harus terus dipertahankan.

RizkaNurLaily RizkaNurLaily
21/12/2020
in Kolom, Publik
0
Cinta Kasih

Cinta Kasih

585
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Cinta kasih antar-umat beragama di Indonesia memang tampak begitu nyata belakangan ini. Namun, jauh sebelum pandemi Covid-19 muncul, kecenderungan yang demikian sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. Setiap tahun, umat Muslim yang tergabung dalam Banser alias pasukan keamanan Nahdlatul Ulama (NU) turut menyukseskan pelaksanaan Hari Raya Natal dengan berjaga di lingkungan gereja.

Sebaliknya, umat Muslim juga rutin menggelar salat Idul Fitri dan Idul Adha di sekitar Gereja Koinonia di kawasan Jatinegara, Jakarta. Di Solo, Jawa Tengah sebagian jemaah salat Idul Fitri di Masjid Al Hikmah juga menunaikan ibadah tahunan tersebut di area Gereja Kristen Jawa Joyodiningratan. Dua rumah ibadah berbeda agama itu, yang letaknya persis berdampingan, menjadi bukti nyata cinta kasih antar umat beragama.

Setiap tahun, Gereja Katedral yang letaknya berseberangan dengan Masjid Istiqlal menyediakan lahan parkir untuk umat Muslim yang hendak melakukan salat Idul Fitri. Sementara itu, pihak Masjid Istiqlal juga menyediakan lahan parkir bagi umat Kristiani yang hendak melakukan ibadah Misa di Gereja Katedral. Terutama di hari-hari besar seperti Natal dan Paskah yang jumlah jemaatnya membludak dibanding hari-hari biasa.

Peristiwa-peristiwa di atas menunjukkan cinta kasih, aplikasi sikap toleransi agama, kebangsaan, bahkan kemanusiaan. Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA. dalam wawancaranya dengan Republika menyampaikan bahwasanya kerjasama dan saling bahu-membahu antara Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral menjadi perwujudan dari rasa cinta kasih dan kemanusiaan.

Umat dari kedua agama berbeda mewujudkan toleransi sebagai aksi nyata dalam keberlangsungan hidup bermasyarakat. Toleransi tidak sekadar sebagai gagasan retoris yang digembar-gemborkan melalui kata-kata di acara seminar, melainkan telah jauh melampaui itu (republika.co.id, 25 Desember 2016).

Baca Juga:

Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak

Pesan Toleransi dari Perjalanan Suci Para Biksu Thudong di Cirebon

Temu Keberagaman 2025: Harmoni dalam Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Senyuman Paus Fransiskus: Warisan Damai yang Menyala

Kekuatan Umat Beragama di Indonesia

Contoh-contoh yang telah dipaparkan di atas hanya sebagian kecil dari cerminan cinta kasih kerukunan hidup antar-umat beragama di Indonesia. Mantan Staf Khusus Wakil Presiden RI untuk Bidang Reformasi Birokrasi (2017-2019), Azyumardi Azra C.B.E. memberi gambaran menyejukkan mengenai umat beragama di Indonesia dalam buku terbarunya yang berjudul Relevansi Islam Wasathiyah: dari Melindungi Kampus hingga Mengaktualisasi Kesalehan  (Kompas, 2020). Azra melakukan analisis kesejarahan yang melatarbelakangi kuatnya kohesi sosial yang dalam hal ini berkaitan erat dengan sikap umat Muslim Indonesia sebagai mayoritas.

Saat konflik, kekerasan, dan perang terus meruyak di negara-negara Muslim di dunia Arab, Asia Selatan, Asia Barat, serta Afrika dibersamai dengan semakin kuatnya gejolak ekstremisme dan radikalisme, hal itu tidak terjadi di Indonesia. Islam Indonesia atau bisa juga disebut Islam Nusantara dikenal sebagai Islam jalan tengah atau Islam wasathiyah yang mewujud menjadi sikap dan perilaku umat yang penuh cinta kasih, toleran dan inklusif.

Dalam konteks kenegaraan, kendatipun Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia, Islam tidak lantas dijadikan sebagai agama negara. Oleh karena itu, Islam tidak menjadi bagian dari politik dan kekuasaan (Azra, 2020: hlm. 187). Berbeda dengan Malaysia yang menjadikan Islam sebagai agama resmi negara dan bagian integral dari kekuasaan.

Di Malaysia, hanya agama Islam yang boleh disiarkan di ranah publik. Bahkan penggunaan kata Allah hanya diizinkan untuk umat Muslim. Sementara di Indonesia, semua agama dan kepercayaan memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk tampil di hadapan publik. Selain itu, penyebutan nama Allah yang merujuk pada sosok Tuhan juga digunakan oleh dua umat berbeda, yakni umat Muslim dan Kristiani.

Melihat tingginya cinta kasih, toleransi dan inklusivitas Islam Indonesia, tidak sedikit kalangan asing yang menaruh harapan besar. Sejak akhir 1980-an misalnya, Guru Besar Universitas Chicago, Fazlur Rahman melihat potensi Islam Indonesia dan saya kira juga umat beragama secara lebih luas bisa berdiri di barisan terdepan, memberikan konstribusinya bagi peradaban dunia yang lebih damai dan harmonis.

Harapan yang disematkan pada umat beragama di Indonesia tidak terlepas dari perjalanan kesejarahan bangsa. Sejak dahulu kala, Indonesia tidak memiliki sejarah kelam perang saudara atau konflik dan perang antar-agama yang bersifat politis-kekuasaan seperti di negara-negara lain. Sikap bangsa Indonesia yang terbuka dan menerima komonalitas dan kebhinekaan menjadi pangkal dari eratnya cinta kasih, persaudaraan sebangsa dan lebih luas lagi sebagai sesama manusia.

Hal ini dikukuhkan dalam Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Pancasila dan Undang-undang Dasar (UUD) I945 mencantumkan hak dan kewajiban setiap dan seluruh warga negara Indonesia atas dasar kemanusiaan, kesetaraan hak hidup, hak mendapat keamanan diri, hak membela diri, dan tanggung jawab mewujudkan pertahanan dan perdamaian. Serta kesetaraan hak sekaligus kebebasan memilih agama dan keyakinan.

Peran Strategis Pemerintah

Pancasila dan UUD 1945 merupakan dua konsensus yang menyatukan bangsa Indonesia sejak kemerdekaan pertama kali diraih. Oleh karena itu, segenap masyarakat Indonesia perlu terus bersinergi mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 dalam bina damai.

Dalam hal ini, pemerintah sebagai penyelenggara negara memiliki peran strategis melalui penetapan kebijakan-kebijakan publik yang selaras dengan Pancasila dan UUD 1945, yang mengutamakan terpeliharanya harkat dan martabat seluruh bangsa Indonesia.

Sudah tepat misalnya kebijakan pencantuman kolom penghayat kepercayaan di Kartu Tanda Penduduk (KTP). Kebijakan itu menjadi bagian dari penghargaan sekaligus pengakuan resmi kepada para penghayat kepercayaan di Indonesia yang jumlahnya tidak sedikit. Kebijakan tersebut juga bisa menepis adanya kecemburuan sosial antara pemeluk agama dan penghayat kepercayaan.

Dalam berbagai survei, Indonesia termasuk salah satu negara paling religius di dunia. Kenyataan ini harus disikapi dengan bijaksana oleh seluruh masyarakat. Sebagai negara kepulauan yang majemuk, stabilitas negara menjadi hal utama yang harus terus dipertahankan. Pasalnya, dalam praktiknya di akar rumput, religiositas bisa menjelma sebagai dua mata pisau sekaligus.

Sebagian umat beragama memaknai religiositasnya dengan keliru, misalnya dengan melakukan penyerangan rumah ibadah agama lain, aksi bom bunuh diri, dan teror-ancaman kepada mereka yang dianggap berbeda dari kelompoknya. Religiositas yang keliru ini ditandai dengan munculnya ekstremisme dan radikalisme yang berujung pada praktik terorisme.

Misalnya tragedi Bom Bali I dan II, Bom Mega Kuningan Jakarta pada 2009 silam, aksi bom bunuh diri yang melibatkan anak-anak di bawah umur yang menyerang sebuah gereja di Surabaya tanun 2018 silam. Termasuk setahun terakhir, aksi bom bunuh diri di beberapa daerah di mana pelaku meledakkan diri di pos atau kantor kepolisian.

Namun, umat beragama yang melakukan aksi kekerasan dan teror tersebut hanya sebagian kecil alias oknum. Sementara mayoritas umat beragama di Indonesia merupakan golongan yang sarat cinta kasih, toleran dan inklusif. Oleh karena itu, pemerintah perlu terus menjaga nyala keberagaman di Indonesia melalui penetapan kebijakan yang toleran dan inklusif pula.

Selain itu, juga dibutuhkan keterlibatan dari unsur keagamaan. Keberadaan ormas keagamaan semacam NU dan Muhammadiyah atau forum lintas iman seperti Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) yang jangkauannya sampai di tingkat daerah memiliki konstribusi besar mengukuhkan kohesi sosial antar-umat beragama sekaligus antar-sesama bangsa Indonesia pada umumnya. []

Tags: Antar Umat BeragamaIslam NusantarakeberagamanPerdamaiantoleransi
RizkaNurLaily

RizkaNurLaily

Reporter media daring dan penulis lepas. Mengelola Podcast Jangan Nyasar

Terkait Posts

Laki-laki tidak bercerita

Muhammad Bercerita: Meninjau Ungkapan Laki-laki Tidak Bercerita dan Mitos Superioritas

13 Mei 2025
Tonic Immobility

Tonic Immobility: Ketika Korban Kekerasan Seksual Dihakimi Karena Tidak Melawan

13 Mei 2025
Kemanusiaan

Kemanusiaan sebelum Aksesibilitas: Kita—Difabel

13 Mei 2025
Kebebasan Berekspresi

Kebebasan Berekspresi dan Kontroversi Meme Prabowo-Jokowi

13 Mei 2025
Merapi

Dampak Tambang Ilegal di Merapi: Sumber Air Mengering, Lingkungan Rusak

12 Mei 2025

Hari Raya Waisak: Mengenal 7 Tradisi dan Nilai-Nilai Kebaikan Umat Buddha

12 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Membolehkan Perempuan Menjadi Hakim

    Ulama Fiqh yang Membolehkan Perempuan Menjadi Hakim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tonic Immobility: Ketika Korban Kekerasan Seksual Dihakimi Karena Tidak Melawan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kepemimpinan Perempuan dalam Negara: Kajian atas Tiga Ayat Kontroversial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kemanusiaan sebelum Aksesibilitas: Kita—Difabel

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kebebasan Berekspresi dan Kontroversi Meme Prabowo-Jokowi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Muhammad Bercerita: Meninjau Ungkapan Laki-laki Tidak Bercerita dan Mitos Superioritas
  • Kepemimpinan Perempuan dalam Negara: Kajian atas Tiga Ayat Kontroversial
  • Tonic Immobility: Ketika Korban Kekerasan Seksual Dihakimi Karena Tidak Melawan
  • Ulama Fiqh yang Membolehkan Perempuan Menjadi Hakim
  • Kemanusiaan sebelum Aksesibilitas: Kita—Difabel

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version