• Login
  • Register
Jumat, 23 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Sastra

Cinta yang Kokoh

Mubadalah Mubadalah
16/01/2017
in Sastra
0
cinta yang kokoh

cinta yang kokoh

29
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Belahan jiwa yang semakin bening dalam mencintai satu sama lain. Belahan jiwa yang saling melindungi. Belahan jiwa yang hidup untuk hidup belahan jiwa yang lain. Itulah cinta yang kokoh.

Hidup Bapak dan Ibuk semakin meriah dengan hadirnya cucu dan menantu. Meskipun anak-anaknya sudah mempunyai rumah sendiri-sendiri, rumah ibuk selalu ramai dengan kunjungan cucu-cucu.  Mereka bermain –main diruang tamu. Kadang juga dikamar ibuk. Hampir tiap hari.  Kadang anak-anak kecil ini berlarian di rumah Isa, rumah Nani atau rumah Ibuk. Bapak sering ikut bermain dengan mereka. Bapak juga yang mengantar-jemput cucu-cucunya ke sekolah. Bapak sering bolak-balik sampai lima-enam kali dari Gang buntu ke sekolah. Ketika pembantu di salah satu rumah anaknya sedang libur, bapaklah yang membantu memandikan dan menyiapkan sarapan untuk cucu-cucunya. Ibu mereka harus berangkat kerja pagi hari.

(baca:https://mubaadalahnews.com/2016/12/sikap-anda-pada-perempuan-tentukan-kualitas-iman-dan-taqwa/ )

Bapak selalu bangun sebelum Azan Subuh berkumandang untuk membersihkan rumah. Ia kemudian jalan pagi bersama ibuk. Tiap bulan, bapak mengurusi tagihan listrik, air, internet disemua rumah anak-anaknya. Ia juga yang siap siaga ketika ada atap yang bocor , tabung LPG yang sudah kosong, membeli susu buat cucu, membuang sampah, atau menghijaukan taman di rumah anak-anaknya. Ia bahkan menanam beberapa  pohon disepanjaung Gang buntu. Bapak selalu setiap mengantar ibuk kepasar. Ia selalu ada disamping ibuk. Semenjak bapak tidak menarik angkot, ia banyak membantu ibuk di rumah. Apa pun yang ia bisa lakukan untuk ibuk, ia lakukan. Ia tidak bisa diam. Ia bahkan sering membersihkan selokan kecil disepanjang Gang Buntu.

“Yek, coba lihat! Bapakmu sekarang tidak segelap dulu,” kata Ibuk.

Baca Juga:

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

“Iya Buk. Coba lihat pipinya juga. Mulai gembil,” timpal Bayek.

“Bapakmu  hidupnya seneng sekarang. Lebih sehat.  Sehabis subuh jalan pagi ke kaki  Gunung Panderman. Hampir tiap hari. Jalanya cepat sekali, Le. Bapak berhenti merokok lima tahun yang lalu. Bapak juga enggak minum kopi lagi loh sekarang. Bapakmu beda. Yek,” lanjut Ibuk yang sedang menemani Bayek makan siang.

“Tapi, Le. Bapakmu paling senang  ngurusin cucu seperti tidak ada capeknya. Pagi, siang, malam. Dari ngantar sekolah, ngantar berenang, les ngaji sampai kadang menemani mereka tidur. Ini bikin Bapakmu seneng, Le,” kata Ibuk yang kemudian pindah keruang tamu.

Inilah saat yang aku nantikan. Melihat Bapak di rumah, menikmati masa tua, setelah bertarung di jalanan selama 40 tahun, lamun Bayek di meja makan.

Semenjak Bapak pensiun, kerja Ibuk dirumah agak ringan. Ibuk hanya mengurus didapur. Setelah jalan pagi, Ibuk langsung belanja, dan memasak. Ibuk tak hanya memasak untuk Bapak tapi juga untuk anak, menantu dan cucu-cucunya yang tinggal dekat rumah Ibuk. Selasai masak, sekitar jam 11 siang, ia mengirimkan makanan ke rumah Isa, Nani dan Rini.

“Biar Ibuk saja yang masak. Biar Ibuk ada kegiatan. Biar lebih murah juga ya. Ibuk seneng kok,” kata Ibuk.  Anak-anak tentu sangat senang karena Ibuk jago masak.

Kegiatan ibuk diluar rumah hanya pengajian atau kalau ada hajatan. Ibuk tidak lagi harus pergi berhutang ke Bang Udin atau ke Pegadaian. Anak-anak tak lagi meminta sepatu baru, baju sekolah, uang kuliah, atau baju lebaran. Kini, anak-anak Ibuk yang selalu berusaha menyenangkan kedua orang tua mereka. Ibuk dan Bapak, setelah 40 tahun berjuang, akhirnya melihat cahaya atap rumahnya.

Dua cucu Ibuk, anak Mira, tinggal di Karawang. Hampir setiap hari mereka menelpon Ibuk dan Bapak. Kadang, Arti, cucu yang paling kecil, masih belum setahun, hanya bisa merengek di telepon. Ibuk dan Bapak kadang mengunjungi mereka meskipun tak sering.

“Cucu-cucu yang ada di Gang Buntu, tak bisa ditinggal lama-lama,”kata Bapak.

40 tahun lebih mereka mengarungi lautan kehidupan. Berawal dari pasar sayur Batu, mereka berlayar. Terus berlayar. Cinta mereka tak pernah using, bahkan semakin kuat. Badai kerap mengempas perjalan hidup tapi perahu mereka juga semakin kuat, cinta mereka semakin kokoh. Mereka adalah belahan jiwa satu sama lain.

( baca: https://mubaadalahnews.com/2016/12/perkawinan-sebagai-janji-kokoh/

Belahan jiwa yang semakin bening dalam mencintai satu sama lain. Belahan jiwa yang saling melindungi. Belahan jiwa yang hidup untuk hidup belahan jiwa yang lain.

Belahan jiwa, belahan hidup.
Belahan jiwa yang saling menghidupkan.
Belahan jiwa yang saling merawat.

Sumber: Novel IBUK, penulis Iwan Setiawan

Tags: Belahan jiwaCinta yang kokohkeluargarumah tangga
Mubadalah

Mubadalah

Portal Informasi Popular tentang relasi antara perempuan dan laki-laki yang mengarah pada kebahagiaan dan kesalingan dalam perspektif Islam.

Terkait Posts

Pekerja Rumah Tangga

Ibu, Aku, dan Putriku: Generasi Pekerja Rumah Tangga

11 Mei 2025
Tidak Ada Cinta

Tidak Ada Cinta bagi Arivia

11 Mei 2025
Tak Ada Cinta

Tidak Ada Cinta Bagi Ali

4 Mei 2025
Kartini Tanpa Kebaya

Kartini Tanpa Kebaya

27 April 2025
Hujan

Laki-laki yang Menjelma Hujan

13 April 2025
Negara tanpa Ibu

Negara tanpa Ibu

23 Maret 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jalan Mandiri Pernikahan

    Jalan Mandiri Pernikahan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Berhenti Meromantisasi “Age Gap” dalam Genre Bacaan di Kalangan Remaja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bolehkah Dokter Laki-laki Memasangkan Alat Kontrasepsi (IUD) kepada Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rumah untuk Si Bungsu: Budaya Nusantara Peduli Kaum Rentan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Jenis KB Modern

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Melampaui Batasan Tafsir: Membebaskan Narasi Gender dalam Islam Menurut Mernissi dan Wadud
  • KB dan Politik Negara
  • “Normal” Itu Mitos: Refleksi atas Buku Disabilitas dan Narasi Ketidaksetaraan
  • 5 Jenis KB Modern
  • Jalan Mandiri Pernikahan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version