• Login
  • Register
Sabtu, 19 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Dear Moms, Anak Perempuanmu Bukan Sainganmu

Wahai ibu-ibu di seluruh dunia jangan anggap anak perempuanmu sebagai sainganmu, tapi ajak dia untuk tumbuh menjadi perempuan yang mandiri, tidak bergantung pada siapapun

Fitri Nurajizah Fitri Nurajizah
17/02/2025
in Publik
0
Anak perempuan adalah sainganmu

Anak perempuan adalah sainganmu

1.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadala.id – Ketika konten “anak perempuan adalah sainganmu sendiri” ramai dijadikan tren di TikTok, sebetulnya aku merasa risih. Bagaimana tidak, konten yang dianggap sebagai bahan lucu-lucuan ini sesungguhnya tengah melanggengkan persaingan antara perempuan. Dalam hal ini ibu dan anak.

Biasanya dalam konten-konten “anak perempuan adalah sainganmu sendiri” itu memperlihatkan bagaimana seorang ibu merasa cemburu pada kedekatan putrinya dengan ayahnya.

Seolah-olah, ketika anak perempuan dekat dengan ayahnya, posisi seorang ibu akan mulai tergeser dan terancam tidak mendapatkan perhatian seperti sebelum putrinya lahir. Alhasil banyak ibu yang merasa cemas dan takut tidak akan mendapatkan kasih sayang yang utuh dari suaminya.

Meski terlihat hanya sebagai candaan, sebetulnya konten-konten ini sedang memperlihatkan bagaimana patriarki telah berhasil menanamkan persaingan antar perempuan.

Sebab ada banyak ibu-ibu yang mengungkapkan bahwa sejak punya anak perempuan, ia tidak lagi dicintai secara ugal-ugalan oleh suaminya. Perhatiannya beralih ke putrinya. Alhasil ia merasa bahwa tanpa sadar ia memang melahirkan “saingannya” sendiri.

Baca Juga:

Sebagaimana yang Ester Lianawati sampaikan dalam bukunya yang berjudul “Akhir Pejantanan Dunia” bahwa persaingan antar perempuan paling pertama ternyata dibentuk dari persaingan ibu versus anak. Yang kemudian, hal itu berkembang menjadi persaingan antar perempuan dewasa.

Menurut Ester, anak perempuan memang mulanya akan selalu dekat dan berusaha mendapat cinta ibu. Sebab, baginya ibu adalah objek cinta yang pertama dan juga model feminitas yang ideal. Maka tidak heran jika banyak anak perempuan yang mencontoh perilaku ibunya.

Bahkan apapun yang ibu katakan, akan ia anggap sebagai sebuah kebenaran. Hal ini ia lakukan untuk mengintegrasikan karakteristik perempuan dalam diri anak. Sebab, ibu adalah perempuan, seperti dirinya.

Fase Phallic Anak Perempuan

Akan tetapi fase ini tidak selalu ada, dalam pertumbuhan anak akan ada fase phallic di usia tiga sampai empat tahun. Pada masa ini anak perempuan mulai mengembangkan ketertarikan pada ayah. Ia akan memalingkan objek cinta yang awalnya pada ibunya, jadi pada ayahnya.

Inilah persaingan pertama antara anak dan ibu. Anak akan melihat ibu sebagai saingan dalam mendapatkan perhatian ayah. Ia menginginkan ayah hanya untuknya, dan mendorong pergi ibunya.

Masa ini sebetulnya proses anak membangun identitasnya sebagai perempuan yang berbeda dari ibunya. Ia menginginkan hidupnya tumbuh menjadi diri sendiri, meski dalam perjalannya ia harus bersaing dengan ibunya dan beresiko kehilangan cinta ibu. Tetapi ini terjadi di wilayah ketidaksadaran anak.

Oleh karena itu, sebagai perempuan dewasa ibu harus membiarkan anak untuk mengkespresikan dirinya sendiri. Lalu secara perlahan dijelaskan tentang resiko atas pilihan-pilihannya dan mengizinkan anak untuk melakukan apa yang ia inginkan. Dengan catatan selagi masih dalam batas aman atau tidak membahayakan.

Hal ini bertujuan untuk memberi ruang anak untuk mengekpresikan apa yang ia inginkan. Yang pada akhirnya ia akan tumbuh  menjadi perempuan yang jujur dan berani memutuskan pilihannya sendiri.

Dengan demikian ibu membiarkan “persaingan” ini tampil, yang selanjutkan mempermudah proses membentuk identitas anak yang mandiri dan tidak bergantung pada ibunya.

Persaingan antara Ibu dan Anak

Namun sayangnya tidak semua ibu mampu bersifat legowo seperti itu. Sebagian memilih untuk mendisiplinkan anak perempuannya supaya tidak lebih menarik perhatian suaminya. Ia menuntut putrinya untuk tetap mengejar cintanya, bukan cinta ayahnya.

Dalam masa ini, ibu akan menuntut anak perempuannya untuk selalu patuh, tidak menentang, tidak melawan keinginan serta perintah ibu dan juga tidak bersaing dengannya. Jika anak berontak, ibu akan mengeluarkan kata-kata pamungkas seperti:

“Anak tidak tahu diri, tidak tahu diuntung, tidak tahu disayang. Padahal ibu sudah berkorban melahirkan serta membesarkanmu”.

Sikap-sikap di atas sesungguhnya akan mempengaruhi proses tumbuh kembang anak perempuan. Anak perempuan yang takut dan penurut pada ibu cenderung punya harga diri rendah. Akibatnya, kecemburuan akan mewarnai relasinya dengan pasangan dan akan merasa takut ditinggalkan oleh perempuan-perempuan superior lainnya.

Dalam waktu yang sama, bisa juga anak perempuan yang dituntut untuk selalu patuh pada ibunya akan melihat perempuan lain sebagai ancaman. Ia takut di tempatkan pada posisi inferior seperti yang dilakukan oleh ibunya. Ia akan cenderung takut dan cemburu terhadap perempuan yang memiliki kelebihan darinya.

Oleh karena itu, wahai ibu-ibu di seluruh dunia jangan anggap anak perempuanmu sebagai sainganmu, tapi ajak dia untuk tumbuh menjadi perempuan yang mandiri, tidak bergantung pada siapapun dan melihat perempuan lain sebagai bestie.

Di sisi lain, biarkan ia membangun hubungan emosional yang kuat dengan ayahnya. Sebab, dia berhak mendapatkan cinta ayah dan ibunya. Ia harus tumbuh dengan dampingan kasih sayang yang tulus dan utuh dari keduanya. Itu lah bentuk cinta yang otentik antara orang tua dan anak. []

Tags: Anak PerempuanmuDear MomsSainganmu
Fitri Nurajizah

Fitri Nurajizah

Perempuan yang banyak belajar dari tumbuhan, karena sama-sama sedang berproses bertumbuh.

Terkait Posts

COC

COC: Panggung yang Mengafirmasi Kecerdasan Perempuan

18 Juli 2025
Sirkus

Lampu Sirkus, Luka yang Disembunyikan

17 Juli 2025
Disabilitas dan Kemiskinan

Disabilitas dan Kemiskinan adalah Siklus Setan, Kok Bisa? 

17 Juli 2025
Wonosantri Abadi

Harmoni Iman dan Ekologi: Relasi Islam dan Lingkungan dari Komunitas Wonosantri Abadi

17 Juli 2025
Zakat Profesi

Ketika Zakat Profesi Dipotong Otomatis, Apakah Ini Sudah Adil?

16 Juli 2025
Representasi Difabel

Dari Layar Kaca ke Layar Sentuh: Representasi Difabel dalam Pergeseran Teknologi Media

16 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Fazlur Rahman

    Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kehamilan Perempuan Bukan Kompetisi: Memeluk Setiap Perjalanan Tanpa Penghakiman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • COC: Panggung yang Mengafirmasi Kecerdasan Perempuan
  • Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan
  • Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an
  • Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab
  • Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID