• Login
  • Register
Minggu, 18 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Di Balik Konten Lucu ‘Definisi Melahirkan Saingannya Sendiri’, Ada Anak Perempuan yang Sedang Mencari Jati Diri

Perbedaan sikap ibu dalam menghadapi fase phallic anak perempuan dan laki-laki melahirkan ketimpangan pengalaman sosial bagi keduanya.

Rezha Rizqy Novitasary Rezha Rizqy Novitasary
21/12/2024
in Personal, Rekomendasi
0
Anak Perempuan

Anak Perempuan

1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Belakangan sering sekali tampak di sosial media konten yang menunjukkan anak perempuan yang bertingkah lucu. Misalnya ia menepis tangan ibu yang memegang tangah ayah. Lalu dia sendiri yang menggantikan ibu untuk memegang tangan ayah. Atau konten lain yang menunjukkan keinginan anak perempuan yang digendong ayah, tapi menepis tangan ibu yang akan menggendongnya.

Dalam konten-konten tersebut tersematkan caption, ‘melahirkan saingan sendiri’. Tentu yang dimaksud dalam hal ini adalah ibu dan anak perempuannya. Sekilas, konten tersebut tampak sebagai candaan yang diamini para ibu yang memiliki anak perempuan. Pasalnya banyak komentar yang mengiyakan istilah tersebut: ‘definisi melahirkan saingan sendiri’.

Mengapakah hal itu bisa terjadi? Mengapa seolah-olah anak perempuan yang ibunya lahirkan sendiri itu justru cemburu melihat kedekatan ibu dan ayahnya? Lalu dengan muka yang menggemaskan, anak perempuan itu mendorong ibunya agar menjauh dari ayahnya. Kemudian menggantikan posisi ibunya yang sebelumnya dekat dengan ayahnya.

Masa Phallic Anak Perempuan

Memang, menurut Ester Lianawati dalam bukunya Akhir Penjantanan Dunia, pada usia tertentu anak perempuan akan memasuki masa phallic. Pada usia ini anak perempuan mulai merasa tertarik kepada ayahnya. Ia mulai ingin mengejar cinta ayahnya.

Pada tahap ini, anak perempuan menjadikan ibunya sebagai model untuk ia tiru demi mengejar cinta ayahnya. Ia mengepang rambutnya, berdandan, dan bermain masak-masakan. Ia ingin mendapatkan perhatian ayah dengan cara yang kerap ibunya lakukan.

Baca Juga:

Awet Muda di Era Media Sosial: Perspektif dan Strategi Perempuan

Antara Reels dan Realita: Dilema Orang Tua Gen Z di Tengah Arus Media Sosial

Kartini di Era Internet, Habis Gelap, Terbitlah Algoritma

Tren Foto ala Studio Ghibli, dan Bagaimana Menghargai Profesi

Seringkali, seorang ibu merasa ditinggalkan oleh anak perempuannya sebab sibuk mengejar cinta ayah. Jika pada fase ini ibu gagal bersikap, anak akan merasa bingung. Anak akan merasa ibunya adalah ancaman dan saingan. Ia merasa bingung, ia ingin mengejar cinta ayah, tapi ia menyadari konsekuensinya akan kehilangan cinta ibu.

Jika ibu bersikap suportif dan mendukung anak perempuannya yang sedang mengejar cinta ayah, maka anak akan menganggap sesama perempuan dapat bersaing secara sehat. Bahkan ia percaya dukungan terbesar akan hadir dari sesamanya, dari orang terdekat. Kelak, ia akan tumbuh sebagai seorang perempuan yang suportif terhadap sesamanya.

Lain halnya jika anak tak diizinkan bersaing oleh ibunya sendiri untuk mengejar cinta ayahnya. Ia akan menganggap ibu sebagai ancaman. Ia akan memahami bahwa perempuan lain adalah ancaman buatnya. Ia tak mendapat dukungan dari sesama perempuan, akhirnya kelak ketika ia dewasa ia juga akan berlaku serupa terhadap sesama perempuan.

Masa Phallic Terjadi Dua Kali

Menurut Ester Lianawati dalam bukunya Akhir Penjantanan Dunia, fase phallic terjadi dua kali. Kali kedua terjadi saat anak perempuan tumbuh sebagai remaja. Ia mulai tertarik dengan dunia luar yang selama ini tidak ia ketahui. Ia tertarik untuk bermain keluar bersama kawan seusianya.

Mungkin ia juga mulai tertarik kepada lawan jenisnya. Ia mencoba sesuatu yang belum pernah ibunya ajarkan. Mungkin ia akan mencoba menggambar alis, memakai lipstick, dan rangkaian make up atau perawatan kulit lain.

Anak perempuan juga akan tertarik dengan perempuan lain selain ibunya sebagai model. Ia ingin mencoba style yang berbeda dengan ibunya untuk ia coba. Mungkin ia juga mencoba kebiasaan yang selama ini tidak pernah diajarkan ibunya. Seperti bepergian jauh dan pulang agak malam.

Jika pada masa itu, ibu kembali menunjukkan keberatan atas pilihan sikap anak, hal ini akan berakhir buruk pada perkembangan anak. Anak akan mulai meragukan keputusannya untuk mencoba hal baru dan mendesain dirinya sendiri.

Namun, ada pula anak yang akan menganggap ibunya menjadi penghalang atas apa yang ia inginkan. Perlahan ia akan menganggap ibunya tak mau memahami dirinya. Ia menganggap ibunya egois karena hanya peduli pada apa yang ia inginkan sendiri.

Bagaimana dengan Anak Laki-laki?

Apakah fase ini juga terjadi pada anak laki-laki? Ester menegaskan, fase ini juga terjadi pada anak laki-laki. Namun, pada anak laki-laki yang ingin mengejar cinta ayahnya, ibu beranggapan berbeda. Dari awal ibu merasa anak laki-laki harusnya dekat dengan ayahnya dan menjadikan ayahnya sebagai model.

Apalagi jika anak laki-laki mulai mengenali dunia di luar rumahnya. Ibunya akan membiarkan. Sebab baginya adalah sebuah kewajaran jika anak laki-laki mulai sering mencari pengalaman lewat pertemanan dan berkelana ke luar rumah.

Perbedaan sikap ibu dalam menghadapi fase phallic anak perempuan dan laki-laki melahirkan ketimpangan pengalaman sosial bagi keduanya. Anak laki-laki akan tumbuh dengan ideologi kebebasan yang selalu menjadi privilege buatnya. Sementara anak perempuan akan menginternalisasi nilai-nilai kepatuhan akan nilai-nilai yang menjadikannya tak sebebas laki-laki dalam memutuskan hidupnya.

Saat memasuki fase phallic, anak tak benar-benar menyadari apa yang ia lakukan. Ia hanya melakukan apa yang menjadi dorongan dalam hatinya. Namun, ibu saat itu adalah manusia dewasa. Ia harusnya menyadari bahwa anaknya melakukan hal yang wajar. Seharusnya ibu justru mendorong anak untuk menggapai yang ia inginkan. Bukannya menghalangi dan menghambat dengan dalih takut kehilangan cinta anak. []

Tags: Anak PerempuanEster Lianawatifase phalickontenmedia sosialviral
Rezha Rizqy Novitasary

Rezha Rizqy Novitasary

Guru Biologi SMA, tertarik dengan isu perempuan dan kesetaraan gender. Rezha merupakan peserta Kepenulisan Puan Menulis Vol. 1.

Terkait Posts

Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Nyai Ratu Junti

    Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil
  • Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version