• Login
  • Register
Jumat, 22 September 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Dilema Perempuan Kepala Rumah Tangga

Irma Irayanti Irma Irayanti
18/01/2020
in Keluarga
0
Perempuan
81
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Lelaki dan perempuan diciptakan Tuhan setara, masyarakatlah yang membuat kesetaraan itu berbeda, budaya dalam masyarakat selalu menasbihkan seorang perempuan sebagai makhluk yang lemah. Dalam kodrat tertentu lelaki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan namun dalam harkat dan martabat sebagai manusia lelaki dan perempuan bisa dipertukarkan.

Norma/ketentuan tentang “pantas” dan “tidak pantas” pun berkembang  dalam masyarakat. Contohnya stigma  laki-laki “pantas” menjadi pemimpin perempuan dan perempuan “pantas” dipimpin sering merugikan salah satu pihak. Dan pihak yang dirugikan kebetulan adalah perempuan.

Banyak mitos dalam masyarakat yang menjadi penyebab ketidakadilan gender. Perempuan dianggap selalu bertindak berdasarkan perasaan dan laki-laki lebih rasional.

Dalam rumah tangga Perempuan wajib melaksanakan tugas-tugas domestik. Perempuan diidentikkan dengan dapur, sumur dan kasur yang memiliki tugas memasak dan berkutat di dapur, mencuci dan melayani suami di kasur. Kebanyakan mitos yang berkembang di masyarakat lebih menguntungkan kaum laki-laki dan menggambarkan dominasi laki-laki.

Unger (1979:30) bahkan mengulas perbedaan emosional dan intelektual antara laki-laki dan perempuan dipengaruhi oleh perbedaan biologis dan komposisi kimia dalam tubuhnya menyebabkan laki-laki lebih agresif, lebih independen, lebih obyektif, lebih aktif, lebih kompetetitif, lebih tidak mudah goyah menghadapi krisis, lebih terampil berbisnis, lebih percaya diri, dan beberapa kelebihan laki-laki lainnya, walaupun tidak semua yang di tulis Unger ini benar. Sebab banyak juga perempuan lebih survive dibanding laki-laki.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Dukungan Kiai Sahal terhadap Kiprah Nyai Nafisah
  • Buku Perempuan bukan Sumber Fitnah: Akikah bagi Anak Laki-laki dan Perempuan Cukup Satu
  • Ronggeng Gunung: Hakikat Penari Perempuan Sunda
  • Buku Bapak Tionghoa Nusantara: Ini Alasan Gus Dur Membela Orang Tionghoa

Baca Juga:

Dukungan Kiai Sahal terhadap Kiprah Nyai Nafisah

Buku Perempuan bukan Sumber Fitnah: Akikah bagi Anak Laki-laki dan Perempuan Cukup Satu

Ronggeng Gunung: Hakikat Penari Perempuan Sunda

Buku Bapak Tionghoa Nusantara: Ini Alasan Gus Dur Membela Orang Tionghoa

Ibu Nur merupakan contoh perempuan yang bisa terus bertahan di tengah badai. Potret perempuan pekerja yang harus menjalani kehidupan berdasarkan tingkah laku dan norma umum yang berlaku di masyarakat. Dimana masyarakat menganggap perempuan adalah manusia kelas dua setelah laki-laki.

Mayoritas masyarakat menstigma urusan domestik merupakan kewajiban mutlak seorang perempuan walaupun dia juga berperan menjadi tulang punggung keluarga yang harus menafkahi keluarganya.

Ibu Nur adalah salah satu dari para wanita pencari nafkah yang menarik untuk diulas konsep pemahamannya terhadap pembagian peran (mubadalah) dalam rumah tangga untuk memetakan tugas dan tanggung jawab serta peran perempuan dan laki-laki dalam masyarakat.

Tanggung jawab domestik dan ikut dalam memenuhi nafkah keluarga dapat melahirkan ketidakadilan gender, subordinasi dan beban ganda pada satu pihak gender yang tentu saja perempuan.

Ketercukupan kehidupan sehari-hari mulai dari biaya hidup, makan dan biaya sekolah anak menjadi tanggung jawab Ibu Nur. sementara suaminya yang bekerja sebagai buruh mengharuskan gaji yang diberikannya harus “cukup” padahal nilainya sangat kecil. Kadang terlihat matanya sembab dikarenakan beban kehidupan yang dihadapinya, sementara sang suami terlihat santai-santai saja.

Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 31  ayat (3) menyebutkan bahwa suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga. Sementara di pasal 34 berbunyi (1) suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya dan ayat (2)  istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.

Undang-undang ini pun tidak berpihak kepada perempuan, dimana bisa ditafsirkan bahwa tugas suami memberi nafkah sesuai kemampuannya namun istri harus mampu mengatur sekecil apapun penghasilan suami sebaik-baiknya.

Kehidupan Ibu Nur merupakan implementasi dari celah hukum undang-undang perkawinan ini. Ketika suami merasa telah memberikan penghasilan kepada istrinya maka pada saat itu tugasnya sebagai suami telah tertunaikan, sementara kebutuhan hidup semakin besar.

Hal ini menyebabkan Ibu Nur bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya sehingga tugas suami menafkahi menjadi tugas Ibu Nur sebagai istri sekaligus untuk melindungi dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga.

Peran Kepala Keluarga pun menjadi peran Ibu Nur namun tugas domestik tetap juga dilakonkan olehnya. Tentu saja masih banyak Ibu Nur yang lain di negeri ini, yang perlu diperjuangkan hak-hak kesetaraannya.[]

Irma Irayanti

Irma Irayanti

Terkait Posts

Fenomena Fatherless Country

Fenomena Fatherless Country dalam Kacamata Islam

15 September 2023
Ibu Rumah Tangga

Mengembalikan Posisi Ibu Rumah Tangga yang Termarjinalkan

12 September 2023
Ibu Madrasah Pertama

Ibu Madrasah Pertama Anak-anaknya, Benarkah Islam Berkata Demikian?

8 September 2023
Kesalehan Suami Istri

Narasi Kesalehan Suami Istri dalam Al-Qur’an

7 September 2023
Anak Mengalami Kekerasan Seksual

Bagaimana Sikap Orang Tua Ketika Anak Mengalami Kekerasan Seksual?

4 September 2023
Pengetahuan Seks

4 Hal yang Harus Diajarkan tentang Pengetahuan Seks Usia Anak

3 September 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Idgitaf

    Lagu Satu-Satu: Pentingnya Berdamai dengan Diri Sendiri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna Mubadalah dalam Hadis Jihad Perempuan di Dalam Rumah Tangga 

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Selamat Jalan Pejuang Nahdlatul Ulama Prof Dr Sri Mulyati MA

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jihad Perempuan dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Etika Sufi Ibn Arabi (2): Mendekati Tuhan dengan Merawat Alam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dukungan Kiai Sahal terhadap Kiprah Nyai Nafisah
  • Buku Perempuan bukan Sumber Fitnah: Akikah bagi Anak Laki-laki dan Perempuan Cukup Satu
  • Ronggeng Gunung: Hakikat Penari Perempuan Sunda
  • Buku Bapak Tionghoa Nusantara: Ini Alasan Gus Dur Membela Orang Tionghoa
  • Perjalanan Mahnaz Afkhami dalam Advokasi Hak-Hak Perempuan

Komentar Terbaru

  • Ainulmuafa422 pada Simple Notes: Tak Se-sederhana Kata-kata
  • Muhammad Nasruddin pada Pesan-Tren Damai: Ajarkan Anak Muda Mencintai Keberagaman
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist