Hak seksual adalah salah satu dari banyak hak asasi manusia yang digemakan dan pemenuhannya tidak dapat diabaikan sedikitpun. Tanpa membeda-bedakan dalam hal apapun, termasuk identitas seksual, identitas gender, dan orientasi seksual.
Negara dan masyarakat berkewajiban memenuhi hak seksual tersebut pada setiap insan, menjujung tinggi prinsip non-diskriminasi, non-kekerasan, non-dominasi dan kesetaraan bagi semua orang. Bagaimana pemahaman atas konsep dasar seks, seksualitas, gender, orientasi dan perilaku seksual. Hal ini penting dilakukan agar tidak kesalahpahaman yang berkelanjutan.
Seks (sex) adalah sebuah konsep pembedaan jenis kelamin manusia berdasarkan faktor-faktor biologis, hormonal, dan patologis. Karena dominannya pengaruh paradigma patriarkhis dan hetero-normativitas dalam masyarakat, yang mengakibatkan secara biologis manusia terbagi ke dalam dua jenis kelamin (seks), yaitu male dan female.
Juga konsep jenis kelamin yang bersifat sosial (gender), manusia di golongkan dua jenis yakni man dan women. Lalu bagaimana dengan hadirnya kelamin ketiga seperti mukhanats dan mutarajjilah? Tak jarang mereka mengalami pengucilan dan marginalisasi karena posisinya yang minor.
Organ seks laki-laki dan perempuan berbeda, laki-laki memiliki penis dan testis, perempuan mempunyai vagina, clitoris, dan rahim. Perbedaan biologis tersebut bersifat kodrati atau pemberian Tuhan (given).
Penciptaan organ seks yang berbeda dimaksudkan agar manusia saling mengenal satu sama lain (li ta’ârafû), saling melengkapi, saling menghormati, dan saling mengasihi satu sama lain untuk kemudian membangun kerjasama dan saling berinteraksi membangun masyarakat beradab yang penuh kedamaian dan keharmonisan.
Menurut Kyai Husein dan dua penulis lainnya itu, seksualitas adalah sebuah proses sosial-budaya yang mengarahkan hasrat atau berahi manusia. Seksualitas dipengaruhi oleh interaksi faktor-faktor biologis, psikologis, sosial, ekonomi, politik, agama, dan spiritualitas. Resepsi masyarakat masih melihat seksualitas sebagai negatif, hal yang tabu dibicarakan.
Perbedaan seks dan seksualitas, seks biasanya merujuk pada alat kelamin dan tindakan penggunaan alat kelamin itu secara seksual. Walau kedua istilah itu berbeda, namun istilah seks sering digunakan untuk menjelaskan keduanya.
Seks merupakan hal yang given, seksualitas merupakan konstruksi sosial-budaya, konsep yang lebih abstrak, mencakup aspek fisik, psikis, emosional, politik, dan hal-hal yang terkait dengan berbagai kebiasaan manusia.
Dapat disimpulkan yakni seksualitas bukanlah bawaan atau kodrat, melainkan produk dari negosiasi, pergumulan, dan perjuangan manusia. Seksualitas merupakan ruang untuk mengekspresikan dirinya terhadap orang lain dalam arti yang sangat kompleks, menyangkut self identity, sex action, sexual behavior, dan sexual orientation.
Diperlukan upaya serius dan sistematik untuk mengakhiri pemahaman keliru terkait dengan pemahaman tentang tubuh manusia, lebih khusus lagi tubuh perempuan. Yang penting setiap manusia dapat memahami apa itu seksualitas secara holistik dan kemudian mampu bersikap dan berperilaku bijak dan penuh tanggung jawab, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk masyarakat luas.
Perempuan dan laki-laki memiliki hak atas tubuhnya sendiri, dialah pemilik otoritas tertinggi tubuhnya setelah Tuhan. Dia berhak atas kesehatan dan kenikmatan tubuhnya, tubuh perempuan bukan hal tabu, bukan sumber dosa, dan ‘sumber fitnah’ sebagaimana sering diungkapkan di masyarakat.
Orientasi seksual adalah kapasitas yang dimiliki setiap manusia berkaitan dengan ketertarikan emosi, rasa sayang, dan hubungan seksual. Orientasi seksual bersifat kodrati, tidak dapat diubah. Tak seorang pun dapat memilih orientasi seksual tertentu. Studi tentang orientasi seksual menyimpulkan ada beberapa varian orientasi seksual, yaitu heteroseksual (hetero), homoseksual (homo), biseksual (bisek), dan aseksual (asek).
Hetero apabila seseorang tertarik pada lain jenis. Misalnya, perempuan tertarik pada laki-laki atau sebaliknya. Di namakan homo apabila seseorang tertarik pada sesama jenis. Lelaki tertarik pada sesamanya dinamakan gay, sedangkan perempuan suka perempuan disebut lesbian.
Seseorang disebut bisek apabila orientasi seksualnya ganda: tertarik pada sesama sekaligus juga pada lawan jenis. Sebaliknya, aseksual tidak tertarik pada keduanya, baik sesama maupun lawan jenis. Menjadi hetero atau homo atau bisek, atau orientasi seksual lain adalah sebuah “takdir”.
Paling tidak, pesan moral di balik semua itu adalah keharusan menghormati dan mengapresiasi manusia tanpa membedakan orientasi seksualnya. Tidak menghina atau menghakimi manusia hanya karena mereka berbeda dengan kita atau dengan kelompok mayoritas di masyarakat.
Ternyata interpretasi agama, termasuk tafsir keislaman pun sangat di hegemoni oleh heteronormativitas, yaitu ideologi yang mengharuskan manusia berpasangan secara lawan jenis; dan harus tunduk pada aturan heteroseksual yang menggariskan tujuan perkawinan adalah semata-mata untuk prokreasi atau menghasilkan keturunan.
Gay atau lesbi, dan prostitusi dipandang immoral, tidak religius, haram, penyakit sosial, menyalahi kodrat. Ini lah realitas yang terjadi di negara kita. Orientasi seksual adalah kodrat, sementara perilaku seksual adalah pilihan. Hukum Islam selalu tertuju kepada perbuatan yang dikerjakan manusia dengan pilihan bebas, bukan sesuatu yang bersifat kodrati di mana manusia tidak dapat memilih.
Seksualitas dipahami dalam ruang maskulinitas, laki-laki selalu menempati posisi subyek dan perempuan hanyalah objek, termasuk objek seksual. Hal ini yang sering menyebabkan terjadinya dominasi, pelecehan, perkosaan dan kekerasan seksual, bahkan terjadi di ruang yang seharusnya menjadi ruang aman bagi seseorang (rumah).
Perilaku seksual adalah cara seseorang mengekspresikan hubungan seksualnya, yang dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya, interpretasi agama, adat tradisi, dan kebiasaan dalam suatu masyarakat. Berkaitan dengan perilaku seksual, Islam menegaskan pentingnya hubungan seks yang aman, nyaman, dan bertanggung jawab.
Islam mengecam semua perilaku seksual yang mengandung unsur pemaksaan, kekerasan, kekejian, ketidaknyamanan, tidak sehat, dan tidak manusiawi, seperti berzina, melacur, incest, pedofili (seks dengan anak-anak); semua bentuk hubungan seks yang tidak sejalan dengan prinsip hak kesehatan reproduksi.
Meskipun seseorang memiliki orientasi seksual hetero yang dinormalisasikan namun jika perilaku seksualnya penuh kekerasan, maka yang bersangkutan dipandang menyalahi hukum Islam. Kecaman Islam terhadap perilaku seksual yang keji, kotor, dan tidak manusiawi dapat dibaca dalam kisah Nabi Luth. Naudzubillah
Konsep gender mengacu kepada seperangkat sifat, peran, tanggung jawab, fungsi, hak, dan perilaku yang melekat pada diri laki-laki dan perempuan akibat bentukan budaya atau lingkungan masyarakat tempat manusia itu tumbuh dan dibesarkan.
Fatalnya, bahwa maskulinitas dan feminitas dianggap sebagai hal yang kodrati, padahal sesungguhnya merupakan hasil konstruksi sosial. Hal-hal sedemikian rupa agar laki-laki terbentuk menjadi makhluk yang superior, hal yang sebaliknya diperlakukan pada perempuan sehingga mereka menjadi inferior karena sifat feminimnya.
Keadilan gender harus di galakkan, terutama dalam keluarga, dan interpretasi agama. Sudah saatnya melakukan upaya-upaya rekonstruksi budaya menuju terwujudnya pemahaman gender yang akomodatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
Penjelasan ini tentu tidak jauh dari hasil bacaan Fiqih Seksualitas, karya Kyai Husein Muhammad, Siti Musdah Mulia, dan Kyai Marzuki Wahid, mari kirimkan alfatihah untuk mereka. (bersambung).