• Login
  • Register
Senin, 7 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Fiqh Masih Didominasi oleh Apologi Laki-laki dalam Memandang Perempuan

Kiai Husein memilih kajian fiqh yang sensitif gender. Karenanya, ia menawarkan berbagai metodologi dalam memahami teks agama yang adil gender

Redaksi Redaksi
01/11/2022
in Hikmah, Pernak-pernik
0
dominasi laki-laki
393
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Fiqh yang dipahami selama ini, seperti diungkap KH. Husein Muhammad, masih didominasi oleh apologi laki-laki dalam memandang perempuan.

Kasus paling jelas adalah dominasi kuantitas faqih (ahli fiqh) laki-laki atas perempuan yang kenyataannya hampir tidak ada.

Problem diskriminasi dalam produk tafsir teks dan proses penafsiran itu sendiri tidak saja menyentuh ranah pewacanaan, tetapi secara sistematis telah menusuk ranah struktur sosial dalam kehidupan keseharian.

Dalam hal ini, muncul pertanyaan, apakah proses penafsiran itu memang diskriminatif ataukah hanya produk tafsirnya.

Dengan kata lain, apakah substansi penafsiran sebagai instrumen betul-betul diskrimunatif ataukah hanya masalah produk tafsir saja yang diskriminatif.

Baca Juga:

Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Teori sosial yang Gadamer dan Habermas kembangkan tentang interpretasi (hermeneutika) mungkin bisa membantu menjelaskan.

Kata Gadamer, hermeneutika sebagai filsafat sebenarnya ingin bebas dari kuasa obyektif metodologis modernitas.

Dengan kata lain, hermeneutika itu baru bebas setelah ia menjadi bentuk pemahaman universal.

Sedangkan bagi Habermas, tafsir itu selalu sarat dengan kepentingan, meski sebagai pemahaman sekalipun.

Kendati demikian, tafsir akan menjadi emansipatoris, jika hadir sebagai bentuk komunikasi teleologis rasional dalam ranah publik. Tafsir tidak lagi menjadi mimesis-meminjam bahasa George Luckas.

Dengan pendekatan seperti itu, analog yang Kiai Husein kemukakan begitu menohok tradisi pemikiran keagamaan yang berkembang hingga kini.

Tafsir itu sebenarnya tidak akan diskriminatif jika berorientasi sebagai pemahaman, tanpa framework penguasaan.

Pemahaman yang tidak diskriminatif itu berupa komunikasi teleologis rasional. Yakni, komunikasi yang seimbang. Atau pemahaman yang tidak menghantarkan penafsiran kepada pembendaan (mimesis) terhadap teks.

Untuk membuktikan telaahnya, pengasuh Pondok Pesantren Dar al-Tauhid itu mengkaji tradisi fiqh, maka menawarkan paradigma pemahaman baru terhadap teks keagamaan.

Kiai Husein memilih kajian fiqh yang sensitif gender. Karenanya, ia menawarkan berbagai metodologi dalam memahami teks agama yang adil gender.*

*Sumber : tulisan karya Septi Gumiandari dalam buku Menelusuri Pemikiran Tokoh-tokoh Islam.

Tags: ApologidominasifiqhKH Husein Muhammadlaki-lakimasihMemandangpandanganperempuan
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Bekerja adalah bagian dari Ibadah

Bekerja itu Ibadah

5 Juli 2025
Bekerja

Jangan Malu Bekerja

5 Juli 2025
Bekerja dalam islam

Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

5 Juli 2025
Kholidin

Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

5 Juli 2025
Sekolah Tumbuh

Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

4 Juli 2025
Oligarki

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

4 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ulama Perempuan

    Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia
  • Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial
  • Surat yang Kukirim pada Malam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID