• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Fitnah di Zaman ini Bernama Hoaks

Nadhira Yahya Nadhira Yahya
07/07/2020
in Personal
0
(sumber gambar liputan6.com)

(sumber gambar liputan6.com)

63
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Al Fitnatu Asyaddu Minal Qotla”
(Fitnah lebih kejam dari pada pembunuhan)

Semua orang tahu bahwa fitnah merupakan kejahatan terbesar di muka bumi ini. Bahkan, pembunuhan yang sudah jelas terasa kejamnya pun, masih kalah rating jika kita melihat konteks dalam hadits tersebut. Dewasa ini, dengan melejitnya teknologi dan informasi yang semakin berkembang, fitnah dilabeli dengan istilah baru oleh suatu kelompok masyarakat dengan istilah hoaks. Sehingga kini semua masyarakat pun bergeser untuk lebih memilih kata “hoaks” dalam menyebut kata fitnah.

Dalam KBBI (2016), Hoaks diartikan sebagai berita bohong, tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya (dusta). Sementara itu, Fitnah memiliki definisi sebagai perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang. Jadi jelas ya, keduanya punya makna yang sama.

Seorang pakar informasi bernama Mastel melakukan riset tentang hoax dengan mensurvei responden dari masyarakat dengan beberapa kriteria latar belakang pendidikan, jenis kelamin, umur, dan status yang berbeda,. Dari penelitian tersebut diperoleh fakta bahwa 90,30% responden menjawab hoaks merupakan berita bohong yang disengaja.

Adapun yang lainnya sebesar 12,60% menjawab bahwa hoaks adalah berita yang menyudutkan pemerintah (Mastel, 2017). Dari data tersebut, dapat kita pahami bahwa mayoritas masyarakat mengartikan hoax sebagai berita bohong yang disengaja. Dan lainnya pun sepakat bahwa hoax dibuat dengan tujuan menyudutkan suatu pihak.

Satu titik yang dipertanyakan disini, dengan melihat pengertian maupun survey tentang hoax, lalu apakah ia merupakan makhluk yang lain daripada fitnah? kita kembalikan ke pernyataan awal tentang fitnah. Mengapa justru dengan adanya pergeseran kata fitnah menjadi hoaks, semakin mendatangkan maraknya aksi-aksi penyebaran berita palsu?

Baca Juga:

Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

Melejitnya berita-berita bohong, terutama melalui media online, tidak jarang menimbulkan banyak kalau tidak perpecahan, ya paling banter kesalahpahaman. Kerap kali juga hoaks menimbulkan banyak masalah dan kekhawatiran dari berbagai pihak. Penyebaran informasi-informasi yang berisi ujaran kebencian, fitnah, kebohongan, bullying, penipuan berkedok online shop, dan sebagainya begitu marak dan berselancar bebas di dunia maya.

Meskipun sudah ada rambu-rambu yang dapat mencegah bahkan menyeret dan menjerat pelakunya hingga ke penjara, rupanya tidak juga membuat mereka jera. Alih-alih kapok, imbauan, acaman hukuman, pencegahan, yang tak henti-hentinya disampaikan dan dikampanyekan lewat media elektronik, cetak, hingga online oleh para birokrat, teknokrat, hingga komunitas masyarakat yang peduli dan prihatin dengan nasib anak bangsa Indonesia ini malah berakhir pada sikap apatis dan perasaan yang menganggap bahwa semuanya baik-baik saja. Satu kata, Melek lah gaes!

Banjir informasi palsu ini pun sudah melanda hampir di seluruh penjuru dunia, di setiap lapisan masyarakat mulai yang kelas teri sampai yang kakap, dari rakyat jelata hingga kalangan artis/sosialita, politikus, pebisnis, maupun pejabat. Dampak yang ditimbulkan dari penyebaran hoaks pun nggak remeh juga. Ia sering kali meresahkan, mengganggu, bahkan mengancam psikologis, nama baik, kedudukan, dan kehidupan baik sosial maupun pribadi setiap orang.

Anehnya, masyarakat sendiri cenderung melakukan pembiaran, sikap acuh, malah menikmati dan menganggapnya sebagai selingan saja, atau malah cenderung dengan sukarela menyebarkannya lagi, dan lagi, dan lagi entah sampai kapan. Mungkin sampai gajah bisa dimasukin ke dalam telur juga kedok-kedoknya memang akan terus eksis dan terus menyebar. Entah karena tidak tahu atau tidak mau tahu.

Sebenarnya, hoax bukan perkara baru. Yang begituan ternyata sudah ada dari zaman Rasulullah. Padahal, kalau kita mau menyalahkan teknologi yang semakin pesat, faktanya di zaman nabi belum ada teknologi, tapi penyebaran berita palsu sudah terjadi. Kita tahu cerita dimana fitnah menimpa istri Nabi, yaitu Siti Aisyah.

Beliau dituduh berselingkuh dengan pemuda yang bernama Shafwan. Namun, apa yang sebenarnya terjadi adalah Siti Aisyah yang tertinggal rombongan ditolong oleh Shafwan dengan membawanya naik ke kuda miliknya, sedangkan dirinya berjalan kaki. Nah, berita palsu yang mencuat ini pada akhirnya terdengarlah sampai ke telinga Rasulullah. Tapi karena kebijakannya, Rasul pun memberi Aisyah kesempatan untuk menjelaskan dan mengklarifikasi berita bohong yang menuduh dirinya itu.

Di zaman sekarang ini, makhluk bernama hoaks makin merajalela seperti sel ganas. Makin ironis lagi, mereka yang mengetahui juga bukannya sadar, mereka justru ambil bagian sebagai penikmat berita yang sedang membodohinya itu. Dan tambah mirisnya lagi, ketika kita menyaksikan adik-adik kita para generasi micin yang sungguh sangat mahir mengoperasikan akses-akses internet di dunia maya yang kita semua pun tahu, bisa dibilang mau sengaja kek, engga sengaja kek, seringkali memunculkan ke-vulgaran dalam banyak hal dan mereka pun bisa dengan mudah menelannya mentah-mentah.

Kerap kali juga terjadi banyaknya kasus-kasus yang tidak selayaknya terjadi. Misalnya, kita angkat kasus bullying. Berita bohong yang sengaja dibuat oleh kelompok tertentu, yang akhirnya dengan sukarela disebarluaskan oleh mereka baik yang mempunyai kepentingan, yang ingin seru-seruan, atau yang mau dibilang melek informasi. Melek informasi? Terima kenyataan lah, itu namanya melek gosip. Walhasil, hoaks ini membuahkan kasus-kasus yang pada akhirnya membawa mereka pada tindakan kriminal.

Kasus lain lagi, belakangan ini terjadi banyaknya aksi-aksi seperti ujaran kebencian, ancaman, yang tidak sedikit berujung pada kasus pembunuhan. Sungguh tragis makhluk ini bukan? Lalu apa bedanya ia dengan fitnah?Fitnah kejam, hoaks pun sama. Hanya saja, kata fitnah diganti menjadi hoaks seakan mengalami sebuah devaluasi makna pada dirinya yang akhirnya menyebabkan keringanan beban seseorang yang melakukannya.

Ketika fitnah bertransformasi menjadi hoaks, akhirnya ia dianggap hal sepele yang tidak lagi dianggap besar dampaknya, sehingga dianggap tidak perlu dibesar-besarkan. Justru itulah inti masalahnya. Hoaks akhirnya menjadi makna sepele di kepala kita dibandingkan dengan kata fitnah. iya kan? Padahal, keduanya merupakan dua kata yang memiliki makna yang satu.

Intinya, untuk tujuan apapun itu, hoaks tetaplah hoaks. Tetep keep in mind ya guys, hoaks tuh sama dengan fitnah! So, jangan dianggap sepele, jangan jadi apatis nganggep itu gak perlu dibesar-besarkan. Malah yang benar adalah yang besar jangan dianggap remeh. Prinsip dalam hidupnya, fitnah tak jauh dari motifnya yang hanya untuk menekan, membebani, menyebarluaskan kegelisahan, dan membuat takut setiap orang sehingga membuat kekacauan dimana-mana. Dan, hoaks pun sama. Catet ya. []

Nadhira Yahya

Nadhira Yahya

Terkait Posts

Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Isu Iklim

    Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID