• Login
  • Register
Sabtu, 12 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Gerakan #MeToo dan Momentum 16 HAKTP

Fakta yang terjadi ini senada dengan bagian penting dari pemikiran feminisme, bahwa kesadaran dan pengalaman hidup perempuan, pada dasarnya berbeda dengan laki-laki

Zahra Amin Zahra Amin
02/12/2020
in Featured, Publik
0
Gerakan #MeToo dan Momentum 16 HAKTP

Gerakan #MeToo dan Momentum 16 HAKTP

398
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id– Artikel ini akan membahas tentang Gerakan #MeToo dan momentum 16 HAKTP atau Semarak 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP), yang sudah bergulir sejak 26 November hingga nanti berakhir pada 10 Desember mendatang.

Ini akan menjadi momentum penting bagi para pegiat isu perempuan, baik laki-laki maupun perempuan. Karena persoalan kekerasan terhadap perempuan, bukan hanya domain perempuan semata, tetapi merupakan masalah kemanusiaan yang harus diselesaikan bersama.

RUU PKS yang seyogyanya masuk dalam prolegnas 2020, harus terlempar keluar dari kebijakan prioritas para wakil rakyat negeri ini, dengan beragam alasan yang dibuat-buat, dan terkesan tidak masuk akal. Sehingga tepat kiranya jika pada masa kampanye 16 HAKTP kali ini, semua komunitas, dan lembaga yang konsen terhadap isu perempuan bersatu padu, satu suara, bekerjasama, bersinergi dan berkolaborasi untuk menyuarakan hal yang sama, mendorong DPR untuk segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

Mungkin kita masih ingat dengan Gerakan Me Too, yang mampu menggerakan solidaritas perempuan di seluruh dunia. Hari ini kita pun bisa melakukan hal yang sama. Adapun Gerakan Me Too (atau gerakan #MeToo), dengan beragam nama alternatif lokal dan internasional, adalah gerakan melawan pelecehan dan kekerasan seksual.

Gerakan ini mulai menyebar secara viral pada bulan Oktober 2017 sebagai tagar di media sosial dalam upaya untuk menunjukkan prevalensi yang luas dari kekerasan dan pelecehan seksual, khususnya di tempat kerja.

Baca Juga:

Laki-laki dan Perempuan adalah Manusia yang Setara

Sudah Saatnya Menghentikan Stigma Perempuan Sebagai Fitnah

Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

Hingga Saat Ini Perempuan Masih Dipandang sebagai Fitnah

Gerakan ini mulanya berawal dari tuduhan pelecehan seksual terhadap Harvey Weinstein. Lalu Tarana Burke, seorang aktivis sosial dan pengorganisir komunitas dari Amerika Serikat, mulai menggunakan frasa “Me Too” pada awal tahun 2006, dan frasa ini kemudian dipopulerkan oleh aktris Amerika Alyssa Milano di Twitter pada tahun 2017.

Milano mendorong para korban pelecehan seksual untuk mengetweet tentang hal itu dan “memberi tahu orang lain gambaran tentang besarnya masalah ini.”

Fakta yang terjadi ini senada dengan bagian penting dari pemikiran feminisme, bahwa kesadaran dan pengalaman hidup perempuan, pada dasarnya berbeda dengan laki-laki. Dan tujuan gerakan tersebut, seharusnya tidak hanya untuk memfasilitasi perempuan berperilaku dan berpikir seperti laki-laki.

Buku Simone de Beauvoir yang sangat berpengaruh pada 1949, The Second Sex, menegaskan betapa pengalaman hidup dan tubuh perempuan sangat dipengaruhi sifat patriarkal masyarakat  di sekitar, dan pengalaman ini hampir tidak dapat dirasakan oleh laki-laki.

Sedangkan dalam The Second Sex volume kedua yang berjudul Pengalaman Hidup, Simone menyebut pengalaman hidup perempuan bukanlah pengalaman hidup laki-laki. Sehingga pengalaman subjektif perempuan menumbuhkan profil subjektivitas semacam itu, yang diterapkan pada kelompok dan kategori lain, yang didasarkan pada ras, etnis, orientasi gender, difabilitas dan sebagainya.

Dalam masing-masing kategori ini, pengalaman hidup sebagai penyintas kekerasan, mereka akan merasakan hal yang berbeda. Antara perempuan yang tinggal di desa atau kota, pernah mengalami kekerasan di ruang privat maupun publik, dan bagaimana cara menghadapi trauma akibat kekerasan pasti akan berbeda proses dan dampaknya.

Sejalan dengan hal di atas, Francis Fukuyama dalam bukunya “Identitas: Tuntutan atas Martabat dan Politik Kebencian” mengatakan bahwa dalam masyarakat kontemporer, perubahan sosial ini, pada hari ini diperdalam oleh teknologi komunikasi modern dan media sosial sehingga individu yang berpikiran sama di tempat yang terpisah secara geografis dapat berkomunikasi satu sama lain.

Sebagaimana gerakan #MeToo yang menyoroti pelecehan dan kekerasan seksual, sehingga membuat para lelaki sadar bahwa ada batasan tertentu antara narasi sekedar bercanda, karena menganggap teman perempuannya sebagai orang dekat, sehingga tanpa disadari kata yang diucapkan sudah mengandung kalimat yang bias gender atau seksis yang mengarah pada pelecehan seksual terhadap tubuh perempuan.

Maka penting untuk terus membunyikan narasi-narasi positif yang memuat edukasi, membangun kesadaran dan perspektif tentang betapa pentingnya mencegah kekerasan terhadap perempuan, dari berbagai sumber pengetahuan apapun yang kita miliki, agar ruang aman bagi perempuan tercipta tidak hanya di lingkungannya semata. Namun ke manapun langkah perempuan pergi, dan dimanapun perempuan tinggal, ia merasakan “aman” baik secara lahir maupun batin.

Hal paling kecil yang memungkinkan untuk bisa kita lakukan dalam gerakan bersama kampanye 16 HAKTP ini, adalah ikut membagikan tulisan, infografis, meme, audio atau video sebagai sumber informasi dan pengetahuan terkait tentang makna penting perempuan dan tubuhnya.

Dan itu, adalah selemah-lemahnya iman. Selebihnya, apapun potensi yang kita miliki hari ini, mari terus digunakan untuk membunyikan suara perempuan, yang adil, setara, aman dan ramah bagi semua. []

 

Tags: 16 HAKTPgerakan bersamaKekerasan seksualMe TooperempuanRUU P-KS
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Perempuan dan Pembangunan

Perempuan dan Pembangunan; Keadilan yang Terlupakan

12 Juli 2025
Isu Disabilitas

Tidak Ada yang Sia-sia Dalam Kebaikan, Termasuk Menyuarakan Isu Disabilitas

12 Juli 2025
Negara Inklusi

Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata

11 Juli 2025
Kopi yang Terlambat

Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

10 Juli 2025
Humor Kepada Difabel

Sudahkah Etis Jokes atau Humor Kepada Difabel? Sebuah Pandangan Islam

10 Juli 2025
Melawan Perundungan

Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

9 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Negara Inklusi

    Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Peran Perempuan dan Perjuangannya dalam Film Sultan Agung

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam dan Persoalan Gender

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tauhid: Kunci Membongkar Ketimpangan Gender dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki dan Perempuan adalah Manusia yang Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Perempuan dan Pembangunan; Keadilan yang Terlupakan
  • Tidak Ada yang Sia-sia Dalam Kebaikan, Termasuk Menyuarakan Isu Disabilitas
  • Laki-laki dan Perempuan adalah Manusia yang Setara
  • Kegagalan dalam Perspektif Islam: Antara Harapan Orang Tua dan Takdir Allah
  • Islam dan Persoalan Gender

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID