• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Gus Dur, Kaum Lemah dan Konsep Keadilan

Gus Dur mengingatkan bahwa keadilan sosial tidak hanya melibatkan pemerataan ekonomi tetapi juga mencakup dimensi politik, hukum, dan sosial

Ibnu Fikri Ghozali Ibnu Fikri Ghozali
03/01/2025
in Figur
0
Kaum Lemah

Kaum Lemah

685
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Desember lalu menjadi momen istimewa bagi komunitas Gusdurian untuk mengenang pemikiran dan perjuangan Abdurrahman Wahid, atau yang akrab kita sapa Gus Dur.

Melalui haul Gus Dur yang rutin diadakan, para pengikut dan simpatisannya kembali diingatkan akan nilai-nilai universal yang ia perjuangkan. Seperti keadilan sosial, hak asasi manusia, dan pembelaan terhadap kaum lemah dan terpinggirkan. Tema haul terbaru, Menajamkan Nurani Membela yang Lemah, sejalan dengan esensi perjuangan Gus Dur. Yakni untuk mengangkat martabat mereka yang hidup dalam keterbatasan.

Gus Dur terkenal sebagai tokoh yang tidak segan-segan berdiri di garis depan untuk membela kelompok rentan. Baik dalam konteks politik, sosial, maupun agama. Dalam pandangannya, membela kaum lemah adalah tugas moral sekaligus komitmen politik yang harus dijalankan oleh setiap elemen masyarakat, terutama negara.

Demokrasi, baginya, tidak hanya sekadar mekanisme politik tetapi juga alat untuk memastikan setiap individu diperlakukan secara adil dan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang.

Menurut teori keadilan sosial John Rawls dalam A Theory of Justice (1971), keadilan dalam suatu masyarakat harus diukur berdasarkan sejauh mana ketimpangan sosial dapat diminimalkan tanpa merugikan kelompok paling tidak beruntung.

Baca Juga:

Humor Kritis di Layar Televisi: Menjaga Ruang Demokrasi

Hifdh An-Nafs, Al-‘Aql dan An-Nasl dalam Interpretasi Gus Dur

Konsep Al-Ushul Al-Khamsah dalam Tafsir Gus Dur

Andaikan Gus Dur Masih Ada, Revisi UU TNI Tak Perlu Ada

Gus Dur memahami prinsip ini dan mengintegrasikannya dalam perjuangannya. Dalam berbagai kebijakan dan pandangannya, Gus Dur menekankan pentingnya negara hadir untuk melindungi dan memberdayakan mereka yang terpinggirkan.

Berpihak pada Kaum Marginal

Sebagai presiden, Gus Dur mengimplementasikan kebijakan yang berpihak pada kaum marginal. Salah satu langkah progresifnya adalah pengakuan terhadap hak budaya Tionghoa di Indonesia. Selama puluhan tahun, kelompok ini mengalami diskriminasi sistematis di bawah kebijakan Orde Baru.

Gus Dur mencabut berbagai aturan diskriminatif, seperti pelarangan penggunaan aksara dan bahasa Tionghoa di ruang publik. Langkah ini mencerminkan prinsip keadilan sosial yang tidak memandang etnisitas sebagai dasar diskriminasi.

Selain itu, Ia juga secara aktif memperjuangkan hak-hak perempuan. Ia percaya bahwa pemberdayaan perempuan adalah salah satu kunci untuk menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera.

Dalam hal ini, pandangannya sejalan dengan teori Amartya Sen dalam Development as Freedom (1999), yang menekankan bahwa pemberdayaan individu, termasuk perempuan, adalah langkah fundamental untuk mengentaskan kemiskinan dan menciptakan kesejahteraan sosial.

Gus Dur sering mengkritik sistem politik yang hanya menguntungkan segelintir elit, sementara masyarakat miskin dan kelompok minoritas diabaikan. Menurutnya, demokrasi sejati adalah demokrasi yang memberikan ruang bagi semua warga negara, termasuk mereka yang hidup di pinggiran struktur sosial dan politik.

Pembelaan terhadap yang Lemah

Dalam bukunya Islamku, Islam Anda, Islam Kita (2003), Gus Dur menegaskan bahwa demokrasi harus memberikan tempat bagi mereka yang sering kali tidak terdengar dalam sistem yang ada.

Ia percaya bahwa pembelaan terhadap yang lemah bukan hanya tentang memberikan bantuan material, tetapi juga menciptakan kesempatan yang sama bagi mereka untuk berpartisipasi dalam proses sosial dan politik.

Sebagai contoh, Gus Dur membuka ruang dialog dengan berbagai kelompok minoritas agama, memastikan mereka memiliki suara dalam menentukan arah kebijakan negara. Langkah ini mencerminkan keyakinannya bahwa demokrasi harus inklusif dan merangkul semua lapisan masyarakat.

Gus Dur menunjukkan keberpihakannya kepada kelompok lemah melalui berbagai kebijakan konkrit. Ia mengimplementasikan program-program yang mendukung pendidikan bagi anak-anak dari keluarga miskin dan memperluas akses layanan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu. Langkah-langkah ini mencerminkan semangatnya untuk menciptakan keadilan sosial yang nyata, bukan hanya sebatas retorika politik.

Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia pada Maret 2024 mencapai 9,03 persen, turun dari 9,36 persen pada Maret 2023. Meskipun angka ini menunjukkan tren positif, tantangan ketimpangan sosial masih menjadi persoalan serius yang harus kita atasi.

Dalam hal ini, semangat Gus Dur untuk membela yang lemah tetap di porsi yang pas. Ia mengingatkan bahwa negara harus terus bekerja keras untuk menciptakan kebijakan publik yang berpihak pada mereka yang paling membutuhkan.

Ketidakadilan masih Menjadi Masalah

Dalam konteks Indonesia modern, ketidakadilan sosial masih menjadi masalah yang kompleks. Ketimpangan ekonomi, diskriminasi terhadap kelompok minoritas, dan kurangnya akses terhadap layanan publik adalah beberapa tantangan utama.

Gus Dur mengajarkan bahwa menajamkan nurani adalah langkah awal untuk menghadapi tantangan ini. Menurutnya, membela yang lemah berarti melawan segala bentuk ketidakadilan dan diskriminasi yang terjadi di masyarakat.

Sebagai contoh, kelompok minoritas agama sering kali menjadi korban diskriminasi dan kekerasan. Gus Dur percaya bahwa demokrasi sejati harus mampu melindungi hak-hak kelompok ini. Dalam berbagai kesempatan, Ia menegaskan bahwa negara memiliki tanggung jawab untuk memastikan perlindungan terhadap setiap warga negara, tanpa memandang latar belakang agama, etnis, atau status sosial.

Gus Dur juga mengingatkan bahwa keadilan sosial tidak hanya melibatkan pemerataan ekonomi tetapi juga mencakup dimensi politik, hukum, dan sosial. Dalam pandangannya, demokrasi sejati adalah demokrasi yang mampu memberikan keadilan secara merata kepada seluruh lapisan masyarakat. Hal ini hanya dapat tercapai jika masyarakat memiliki kesadaran kolektif untuk memperjuangkan hak-hak kelompok yang tertindas. []

Tags: 9 Nilai Gus Durgus durhaul gus durKaum LemahKH. Abdurrahman WahidPresiden RI ke-4
Ibnu Fikri Ghozali

Ibnu Fikri Ghozali

Saat ini sedang menempuh pendidikan Pascasarjana di Prince of Songkla University, Thailand.

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Nyai Ratu Junti

Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

17 Mei 2025
Nyi HIndun

Mengenal Nyi Hindun, Potret Ketangguhan Perempuan Pesantren di Cirebon

16 Mei 2025
Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi

Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro

9 Mei 2025
Rasuna Said

Meneladani Rasuna Said di Tengah Krisis Makna Pendidikan

5 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menyusui Anak dalam Pandangan Islam
  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version