• Login
  • Register
Senin, 5 Juni 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Habis Kasus Hukum Jaksa Pinangki, Terbitlah Edhy

Di sini diperlukan hakim yang memiliki wawasan gender, yang mampu menempatkan laki-laki dan perempuan  sebagai manusia yang setara di depan hukum

Lutfiana Dwi Mayasari Lutfiana Dwi Mayasari
22/07/2021
in Publik
0
RUU TPKS

RUU TPKS

38
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Belum sembuh rasanya kekecewaan masyarakat Indonesia atas pemotongan vonis hukuman Pinangki dari 10 tahun ke 4 tahun oleh Pengadilan Tinggi Jakarta. Ditambah pula kekecewaannya karena JPU, kawan Pinangki semasa masih bertugas dulu memutuskan tidak mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Jakarta.

Hal itu menandakan bahwa JPU puas dengan pemotongan hukuman tersebut. Lebih menyakitkan lagi, kabar ini lenyap dari pemberitaan media nasional. Semua media sibuk memberitakan jumlah pasien covid-19, jumlah yang meninggal, jumlah pelanggaran, hingga lupa ada hal besar yang lenyap dari pantauan.

Alasan Pengadilan Tinggi Jakarta yang seolah pro terhadap perempuan, juga semakin menciderai semangat perjuangan kesetaraan perempuan itu sendiri. Meletakkan tanggung jawab pengasuhan anak hanya kepada ibu justru menandakan ketidakpahaman hakim terhadap wawasan gender dan prinsip kesalingan dalam rumah tangga. Menafikan peran ayah dan suami sebagai penanggungjawab pengasuhan anak.

Dan belum lama ini, lagi-lagi perempuan dijadikan alasan untuk dapat mengurangi hukuman koruptor. Adalah Edhy Prabowo, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP). Menteri Edhy terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) sepulang dari kunjungan kerja ke AS.

Pada saat lawatan di AS diduga Edhy dan istrinya membelanjakan uang senilai Rp750 juta yang berasal dari pemberian hadiah dalam kasus ekspor benih lobster. KPK juga menyita Rp 52,3 miliar dari salah satu bank terkait kasus dugaan suap terkait perizinan ekspor benih lobster yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. (kompas, 15/3/2021)

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Fenomena Fatherless di Indonesia, Bukti Patriarki Masih Dijunjung Tinggi
  • Keadilan Gender Dalam Kacamata Hukum
  • Benarkah Laki-laki Lebih Unggul dari Perempuan?
  • Prinsip Kesetaraan Dalam Islam

Baca Juga:

Fenomena Fatherless di Indonesia, Bukti Patriarki Masih Dijunjung Tinggi

Keadilan Gender Dalam Kacamata Hukum

Benarkah Laki-laki Lebih Unggul dari Perempuan?

Prinsip Kesetaraan Dalam Islam

Perlunya Hakim Berwawasan Gender

Dengan alasan memiliki seorang istri sholehah dan memiliki tiga buah hati yang membutuhkan kehadirannya sebagai seorang ayah, Edhy Prabowo meminta keringanan hukuman. Alasan ini mungkin ia ajukan karena keberhasilan upaya Pinangki dalam mengurangi 60 % hukumannya karena alasan perempuan dan anak.

Naasnya, alasan yang diajukan Edhy Prabowo dalam gelar perkara korupsi di Pengadilan tersebut, diperkuat dengan pasal 31 ayat 3 UU Perkawinan No 1 Tahun 1974. Yang berbunyi “suami adalah kepala keluarga dan isteri adalah ibu rumah tangga”. Kemudian diperkuat lagi dengan pasal 34 ayat 1 dan 2, yang berbunyi “(1) suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, (2) isteri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.

Pasal ini menempatkan istri sebagai masyarakat kelas dua, tidak independen, dan bergantung pada suami. Sehingga karena alasan tersebut, Edhy Prabowo meminta keringanan hukuman agar bisa melindungi istri shalihah dan anak-anaknya.

Perempuan dilemahkan dan dianggap tidak berdikari karena tidak mampu mengurus dirinya sendiri tanpa kehadiran laki-laki. Padahal saat OTT, ia juga didampingi oleh istri shalehahnya, membelanjakan uang hasil suap bersama dengan istri yang sekaligus anggota dari DPR RI tersebut. Bagaimana mungkin seorang wanita yang sangat mandiri secara finansial dan dan sudah berkiprah di ranah publik tersebut dianggap tidak mampu hidup sendiri hanya karena ia perempuan?.

UU Perkawinan yang berlaku di negara kita adalah produk dari orde baru yang sudah berusia 43 tahun. Dimana pada masa tersebut, negara dan pemerintah bersekongkol untuk memarginalkan perempuan secara struktural. Menafikan perannya di ruang publik, dan menempatkan perempuan sebagai manusia kelas dua. Dan hingga saat ini, undang-undang tersebut masih eksis dan digunakan sebagai dasar hakim dalam memutuskan perkara perdata di Pengadilan Agama.

Maka di sini diperlukan hakim yang memiliki wawasan gender, yang mampu menempatkan laki-laki dan perempuan  sebagai manusia yang setara di depan hukum. Relasi suami istri adalah saling mendukung dan melengkapi, bukan menopang yang satu diatas yang lainnya, atau menghegemoni antar satu dengan yang lainnya. Pun dalam kasus korupsi Edhy Prabowo ini, ia harus tetap mempertanggungjawabkan kesalahannya pada 271 juta penduduk Indonesia yang dirugikan akibat korupsi yang ia perbuat. Tidak hanya memikirkan keluarganya, namun juga harus memikirkan kerugian bangsa ini akibat ulah yang ia perbuat.

Sedangkan istri, sebagai penikmat hasil korupsi yang juga ikut membelanjakan uang suap lobster juga harus menanggung akibatnya. Salah satunya adalah harus siap untuk menjalankan peran ayah bagi anak-anaknya, memenuhi kebutuhan finansial anak-anaknya, dan menjadi kepala rumah tangga selama suami menjalani hukuman.

Jika seorang hakim tidak memiliki sensitifitas dan pemahaman gender yang baik, maka stigma inferioritas perempuan akan selalu dimanfaatkan oleh koruptor untuk mendapatkan pengampunan dan pengurangan hukuman. Padahal sejatinya, perbedaan jenis kelamin sama sekali tidak bisa dijadikan sebagai alasan untuk melemahkan perempuan dan mengukuhkan superioritas laki-laki. Cara pandang yang dikotomis antara laki-laki dan perempuan akan sangat berdampak pada sistem kehidupan keduanya baik dalam masyarakat, keluarga, hukum, maupun negara.

Kasus hukum Edhy Prabowo masih berlangsung, hukuman 5 tahun yang dituntut oleh JPU harus tetap di kawal oleh seluruh lapisan masyarakat. Jangan sampai perempuan dijadikan alasan (lagi) untuk mengurangi hukuman seorang koruptor yang jelas-jelas menciderai bangsa ini.

Perjuangan kesetaraan gender bukan untuk mengistimewakan perempuan diatas laki-laki, namun sebuah upaya untuk menyetarakan hak dan dan kewajiban semua gender di ranah publik maupun privat. Tentunya sesuai dengan porsi dan kemampuan masing-masing, dan disesuaikan dengan kondisi masing-masing. []

 

 

Tags: GenderHakimHukum IndonesiaKasus KorupsikeadilankeluargaKesetaraanperempuanSensitifitas Gender
Lutfiana Dwi Mayasari

Lutfiana Dwi Mayasari

Dosen IAIN Ponorogo. Berminat di Kajian Hukum, Gender dan Perdamaian

Terkait Posts

Hati Suhita

Hati Suhita dan Geliat Sastra Pesantren di Indonesia

4 Juni 2023
Relasi Gender dalam Agama Budha

Menilik Relasi Gender dalam Agama Budha

3 Juni 2023
Lahir Pancasila

Hari Lahir Pancasila: Upaya Mempererat Persaudaraan dan Menumbuhkan Sikap Toleransi

2 Juni 2023
KDRT

KDRT Tidak Sejalan dengan Ajaran Islam

1 Juni 2023
Energi

Mari Menjaga Lingkungan Dengan Menggunakan Energi Terbarukan

1 Juni 2023
Hari Lahir Pancasila

Hari Lahir Pancasila, dan Sekian Tantangan yang Kita Hadapi

1 Juni 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Setara

    Prinsip Kesetaraan Dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keadilan Gender Dalam Kacamata Hukum

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hati Suhita dan Geliat Sastra Pesantren di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Adalah Agama Kemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Allah Swt Memerintahkan Kepada Laki-laki dan Perempuan untuk Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Fenomena Fatherless di Indonesia, Bukti Patriarki Masih Dijunjung Tinggi
  • Allah Swt Memerintahkan Kepada Laki-laki dan Perempuan untuk Bekerja
  • Islam Adalah Agama Kemanusiaan
  • Hati Suhita dan Geliat Sastra Pesantren di Indonesia
  • Keadilan Gender Dalam Kacamata Hukum

Komentar Terbaru

  • Ainulmuafa422 pada Simple Notes: Tak Se-sederhana Kata-kata
  • Muhammad Nasruddin pada Pesan-Tren Damai: Ajarkan Anak Muda Mencintai Keberagaman
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist