• Login
  • Register
Sabtu, 10 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Hari Guru: Mengenang Dewi Sartika pendiri “Sakola Keutamaan Istri”

Dewi Sartika berkeyakinan bahwa untuk mewujudkan kemajuan sebuah bangsa, maka kaum perempuan harus turut maju dan sama pintarnya seperti kaum laki-laki

Belva Rosidea Belva Rosidea
03/12/2022
in Featured, Figur
0
Dewi Sartika

Dewi Sartika

788
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ketika berbicara mengenai Hari Guru, pendidikan dan perempuan, tentu sosok yang langsung teringat di benak sebagian besar bangsa Indonesia adalah RA.Kartini. Memang benar, RA.Kartini merupakan pahlawan emansipasi yang memperjuangkan kesetaraan hak pendidikan untuk perempuan, bahkan hari lahirnya pun kita peringati sebagai hari Kartini.

Namun, selain Kartini, ada lagi sosok pahlawan perempuan yang sama-sama memperjuangkan kepetingan pendidikan untuk perempuan yakni Dewi Sartika. Mungkin beberapa diantara kita pernah mendengar namanya, namun bagaimana dengan kisah perjuangannya?

Dewi Sartika lahir di Bandung, 4 Desember 1884. Berbeda dengan RA.Kartini yang merupakan perempuan keturunan Jawa, Dewi Sartika merupakan darah keturunan sunda. Dewi Sartika mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan perempuan di masa penjajahan kala itu. Hingga akhirnya mendirikan ‘Sakola Istri’ yang kemudian berubah nama menjadi ‘Sakola Kautamaan Istri’.

Sekolah tersebut saat ini menjadi ‘Sekolah Dewi Sartika’, yang terus berkembang bahkan hingga akhir hayatnya. Semangat Dewi Sartika dalam memperjuangkan pendidikan perempuan tidaklah asal-asalan, dalam kurun waktu 10 tahun, hampir seluruh wilayah Kabupaten Pasundan telah memiliki Sakola Kautamaan Istri.

Bahkan semangatnya begitu cepat menyeberang ke Bukittinggi, dengan berdirinya Sakola Kautamaan Istri oleh Encik Rama Saleh. Jika RA.Kartini memelopori emansipasi wanita dalam wujud surat-suratnya yang memiliki nilai sastra yang tinggi. Maka Dewi Sartika memelopori emansipasi wanita sebagai seorang aktivis yang mengungkapkan pemikirannya dalam wujud berdirinya ‘Sakola Kautamaan Istri’.

Baca Juga:

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

Mengasuh dengan Kekerasan? Menimbang Ulang Ide Barak Militer untuk Anak Nakal

Meneladani Rasuna Said di Tengah Krisis Makna Pendidikan

Film Pengepungan di Bukit Duri: Bagaimana Sistem Pendidikan Kita?

Apa yang mendasari Dewi Sartika mendirikan ‘Sakola Kautamaan Istri’?

Dewi Sartika bisa kita katakan mempunyai pengalaman pahit di masa kecilnya yakni berpisah dari ibunya yang memilih mengikuti suami dan meninggalkan anak-anaknya. Lalu setelah ayahnya meninggal, ibunya sangat menderita seperti kehilangan arah dan tak berdaya.

Berangkat dari pengalaman itulah muncul dorongan besar dalam diri Dewi Sartika. Di mana ia sejak kecil telah menunjukkan minat yang besar di dunia pendidikan untuk memperjuangkan pendidikan bagi perempuan. Ia merasa prihatin dengan keadaan kaumnya yang seolah menjadi semakin tak bernilai pada masa penjajahan bangsa asing. Yakni perempuan tidak lagi dihargai.

Bahkan ia ditempatkan statusnya di bawah laki-laki. Perkawinan paksa, tidak boleh dalam mengenyam pendidikan dan sebagainya adalah sebagian kecil diskriminasi yang wanita alami. Dewi Sartika yang lahir dan tumbuh dalam kondisi sosial dan budaya yang seperti itu menjadi tergerak untuk mengajari gadis-gadis di sekitarnya belajar membaca. Karena pada saat itu banyak gadis-gadis yang bahkan dari golongan bangsawan yang buta aksara dan tak tersentuh wawasan pengetahuan.

Dewi Sartika merasa prihatin karena di masa depan gadis-gadis itulah yang akan mendampingi suami mereka dalam memimpin daerah. Jika menelusuri sejarah, sebenarnya di Indonesia sendiri pada awalnya sangat memuliakan posisi perempuan, namun posisi tersebut bergeser ketika penjajahan bangsa asing.

Dalam persepsi masyarakat Jawa disebutkan bahwa wanita kita maknai sebagai ‘wani tata’ dan ‘wani nata’. ‘wani tata’ yakni wanita (istri) wajib mendengarkan serta melaksanakan petuah-petuah yang baik dari guru laki (suami). Sementara dalam pengertian wani nata yakni wanita harus mampu memberikan pertimbangan atas pemikiran suami. Sehingga lahirlah keputusan yang arif demi kebaikan bersama dalam suatu keluarga.

Terwujudnya simbiosis mutualisme antara wanita (istri) dengan pria (suami) yang akan menjadi kunci di dalam menciptakan stabilitas kehidupan di dalam berumah tangga. Untuk mendukung terwujudnya peran yang saling melengkapi tersebut, maka perempuan haruslah berpendidikan setara dengan kaum laki-laki.

Apa tujuan Dewi Sartika mendirikan ‘Sakola Kautamaan Istri’?

Dewi Sartika berkeyakinan bahwa untuk mewujudkan kemajuan sebuah bangsa, maka kaum perempuan harus turut maju dan sama pintarnya seperti kaum laki-laki. Menurutnya, manusia atau bangsa yang maju adalah bangsa yang baik laki-laki maupun perempuannya cerdas keseluruhan. Bukan hanya cerdas secara kognitif, tetapi juga afektif, akhlak dan budinya baik.

Ketika seorang perempuan menjadi seorang ibu, merekalah guru pertama untuk anak-anaknya kelak. Dalam karyanya, ia berpendapat mengenai standar lulusan pendidikan yaitu “nu bisa hirup”, yang berarti hasil pendidikan harus mampu membentuk manusia yang bisa hidup serta mampu menghadapi tantangan zaman.

Sekolah merupakan modal hidup, sebab selain pelajaran pokok, juga ia ajari mengenai berbagai keterampilan hidup seperti: kebersihan, tata krama, berbicara fasih dan sopan, disiplin, taat, hemat, dll. Di Sakola Keutamaan Istri yang ia dirikan, pendidikan yang ia berikan tidak hanya kemampuan membaca, menulis dan berhitung.

Tetapi juga berbagai macam keterampilan wanita seperti memasak, mengurus anak, membatik, merenda, dan lain-lain. Hingga akhirnya mampu melahirkan luluusan-lulusan perempuan yang mampu berjualan, berwirausaha, dan membantu orang tua. Sehingga orang- orang pun dapat melihat dan mengerti akan maksud anak-anak perempuan bersekolah. []

Tags: Dewi SartikaHari Guru NasionalIndonesiaPahlawan PerempuanpendidikanRA Kartinisejarah
Belva Rosidea

Belva Rosidea

General Dentist

Terkait Posts

Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi

Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro

9 Mei 2025
Rasuna Said

Meneladani Rasuna Said di Tengah Krisis Makna Pendidikan

5 Mei 2025
Tokoh Muslim Penyandang Disabilitas

Jejak Tokoh Muslim Penyandang Disabilitas

1 Mei 2025
Perjalanan Thudong

Pesan Toleransi dari Perjalanan Suci Para Biksu Thudong di Cirebon

30 April 2025
Nyai Nur Rofiah

Nyai Nur Rofiah: Keadilan Hakiki di Tengah Luka Sosial Perempuan

30 April 2025
Jamilah binti Abdullah

Jamilah binti Abdullah: Kisah Perempuan yang Mendampingi Dua Syuhada

27 April 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • PRT

    Mengapa PRT Identik dengan Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan di Ruang Domestik: Warisan Budaya dan Tafsir Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aurat dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Luna Maya, Merayakan Perempuan yang Dicintai dan Mencintai

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam Memuliakan Perempuan Belajar dari Pemikiran Neng Dara Affiah
  • Perempuan Bukan Fitnah: Membongkar Paradoks Antara Tafsir Keagamaan dan Realitas Sosial
  • Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?
  • Perempuan di Ruang Domestik: Warisan Budaya dan Tafsir Agama
  • Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version