• Login
  • Register
Minggu, 6 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Tokoh

Jamilah binti Abdullah: Kisah Perempuan yang Mendampingi Dua Syuhada

Berbeda dengan ayahnya, Jamilah binti Abdullah adalah sosok muslimah yang salihah dan tergolong sebagai orang yang beriman.

Vina Jauharotun Vina Jauharotun
27/04/2025
in Figur, Rekomendasi
0
Jamilah binti Abdullah

Jamilah binti Abdullah

1.5k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Selepas kemenangan pasukan kaum muslimin dalam perang Badar, kaum kafir Quraisy tidak tinggal diam begitu saja. Kekalahan yang menimpa mereka menimbulkan dendam yang ingin segera dilimpahkan kepada kaum muslimin. Maka, terjadilah perang Uhud pada 7 Syawal tahun ke-3 Hijriah, bertepatan pada tanggal 23 Maret 625 M.

Pertempuran sengit yang terjadi di lembah utara Gunung Uhud ini mengakibatkan gugurnya sejumlah pasukan Muslim sebagai syuhada. Salah satu syuhada tersebut adalah Hanzalah bin Abu Amir, suami dari Jamilah binti Abdullah. Dari sinilah kisah perempuan mulia yang mendampingi pahlawan Islam mulai terkenal.

Berbeda Keyakinan dengan Ayahnya

Sosok perempuan ini bernama Jamilah, Jamilah binti Abdullah bin Ubay bin Salul. Abdullah bin Ubay merupakan salah satu orang munafik yang memusuhi Rasulullah SAW. Awalnya, ia merupakan tokoh pembesar di kota Madinah. Setelah kedatangan Nabi Muhammad di kota tersebut, para pengikutnya banyak yang mulai memeluk agama Islam. Ia merasa bahwa kedatangan Rasulullah SAW di Madinah menurunkan reputasinya secara perlahan.

Karena itulah dia menyimpan kedengkian yang luar biasa terhadap Rasulullah. Meskipun secara lahiriah dia menyatakan diri sebagai pemeluk agama Islam, tindakannya menunjukkan bahwa semua itu hanyalah kepura-puraan untuk menjaga pengaruh dan posisinya di tengah masyarakat Madinah.

Bukti kemunafikan yang pernah ia lakukan adalah mengajak mundur sejumlah tiga ratus pasukan saat perang Uhud. Pasukan muslim yang awalnya berjumlah sekitar seribu orang berkurang menjadi tujuh ratus orang karena propaganda yang disebarkan oleh Abdullah bin Ubay. 

Baca Juga:

Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

Tafsir Sakinah

Perilaku munafik Abdullah bin Ubay tidak serta merta mempengaruhi keturunannya untuk melakukan kejahatan yang sama. Putrinya, Jamilah binti Abdullah, berbaiat kepada Nabi Muhammad dan menjadi pemeluk Islam yang taat.

Berbeda dengan ayahnya, Jamilah binti Abdullah adalah sosok muslimah yang salihah dan tergolong sebagai orang yang beriman. Hal ini menunjukkan bahwa hidayah yang Allah berikan kepada hamba-hambanya tidaklah tergantung pada garis keturunan. 

Dipersunting oleh Ksatria Perang Uhud

Ketaatan Jamilah dalam menunaikan ajaran Islam dengan penuh cinta dan kesadaran menjadi jalan dipersatukannya ia dengan sosok laki-laki saleh yang sama-sama memiliki visi untuk terus berjuang di jalan Allah. Akad nikah tersebut berlanjut dengan pesta pernikahan yang membuat kota Madinah begitu semarak. Sebab, mereka adalah anak dari dua pembesar Madinah pada masa itu yang bersatu dalam ikatan pernikahan.

Akan tetapi, kebahagiaan yang baru saja menghiasi kota tersebut tidak berlangsung lama. Berita tentang datangnya pasukan Quraisy yang terdiri dari tiga ribu tentara tersebar di penjuru kota. Terjadilah pertentangan antara dua kubu: satu kubu ingin tetap bertahan di dalam kota Madinah, sedangkan kubu yang lain ingin menemui musuh dan bertempur di medan perang.

Karena suara mereka yang ingin melawan lebih dominan, akhirnya Rasulullah SAW menyetujuinya. Saat itu pasukan muslim hanya terdiri dari seribu orang yang bersiaga, sangat tidak seimbang dibandingkan dengan total pasukan besar kafir Quraisy. 

Setelah disatukan oleh ikatan sakral bernama pernikahan, Hanzalah dan Jamilah merayakan cinta mereka. Pada malam itu, mereka berbagi ruang, cerita, dan keheningan untuk pertama kalinya. Keduanya tahu bahwa besok Hanzalah harus bergabung dalam pasukan kaum muslimin.

Meskipun masih menyandang status sebagai pengantin baru, ia tidak ingin kehilangan kesempatan untuk ikut andil dalam melawan musuh-musuh Allah. Istrinya, Jamilah, pun mengizinkannya untuk pergi dalam pertempuran tersebut. Allah menghendaki bahwa malam tersebut adalah malam pertama sekaligus terakhir bagi mereka.

Bergabung dalam Pertempuran dengan Semangat Jihad yang Kuat

Matahari baru saja terbit. Hanzalah segera menyusul pasukan muslim yang sudah siaga menuju medan perang. Dia pergi jauh meninggalkan kota Madinah dalam keadaan junub. Hal yang terjadi di sana sungguh mengejutkannya. Ayahanda Jamilah berdiri tegak di antara ratusan pasukan yang dia bawa.

Alih-alih mengobarkan semangat jihad, dia justru menyebarkan propaganda kepada ratusan prajurit tersebut untuk mundur dari medan perang dan meninggalkan Rasulullah begitu saja. Pasukan muslimin yang mulanya berjumlah seribu orang, kini kehilangan sepertiga dari kekuatan yang diharapkan.

Melihat mertuanya sendiri melakukan pengkhianatan, Hanzalah tetap teguh pada keimanannya. Dia terus menguatkan hatinya untuk membela kebenaran. Namun, dia menyaksikan hal lain yang lebih menyesakkan dadanya. Ayahnya sendiri, Abu Amir, terlihat jelas bergabung dalam pasukan kafir Quraisy. 

Pertempuran semakin berkecamuk. Hanzalah menghadapi pedang-pedang yang hendak menikam tubuhnya. Dia berhadapan langsung dengan Abu Sufyan yang menjadi panglima tertinggi Perang Uhud dari pasukan Makkah. Abu Sufyan memiliki seorang putra yang juga bernama Hanzalah—dan ia tewas di medan perang.

Karena itu, dendam yang ada di hatinya semakin memuncak. Dia tak menyia-nyiakan kesempatannya saat berhadapan dengan Hanzalah yang lain. Namun, lihatlah, Hanzalah benar-benar kuat. Dia mampu mengimbangi orang yang notabenenya adalah panglima tertinggi.

Abu Sufyan justru terlihat kewalahan menghadapinya. Dari kejauhan, seorang prajurit dari pasukan Quraisy yang bernama Syaddad datang ke arah mereka. Ia berniat membantu Abu Sufyan untuk menghabisi Hanzalah. Saat itu, Hanzalah fokus menangkis pedang yang dilayangkan berkali-kali oleh Abu Sufyan. Dia tak menyadari kehadiran Syaddad yang segera mengambil kesempatan itu dan berhasil menikamnya dari belakang.

Hanzalah terbunuh dengan luka-luka yang ada di sekujur tubuhnya. Jamilah yang baru saja menjadi pengantin baru selama sehari telah kehilangan suaminya tercinta ini. Dari pernikahannya dengan Hanzalah yang hanya sehari itu, dia dikaruniai anak yang kelak diberi nama Abdullah.

Kembali Diuji dengan Perpisahan di Medan Perang

Setelah Jamilah melahirkan putranya, dia menikah lagi dengan seorang sahabat yang bernama Tsabit bin Qais. Dia adalah sosok yang selalu menjadi garda terdepan untuk membela Nabi SAW. Laki-laki ini terkenal dengan kepiawaiannya dalam berpidato dan berpuisi untuk melawan hinaan dan tuduhan yang seringkali terlontarkan kepada Islam.

Pada masa pemerintahan sahabat Abu Bakar, muncullah seorang nabi palsu di Yamamah. Ia bernama Musailamah Al-Kadzab. Bergabunglah Tsabit dalam pasukan besar untuk memerangi musuh tersebut. Dipimpin oleh Khalid bin Walid, pasukan muslim menjalani pertempuran sengit dengan jumlah orang yang lebih sedikit dibandingkan dengan pasukan musuh.

Meskipun begitu, kaum muslimin berhasil memenangkan peperangan ini dan membunuh Musailamah Al-Kadzab. Kemenangan ini dibayar mahal dengan terbunuhnya beberapa tokoh dari kaum Muslimin. Salah satu orang yang gugur sebagai syuhada adalah suaminya Jamilah, Tsabit bin Qais. Maka, sempurna sekali kisah perempuan ini dalam menemani dua ksatria Islam semasa hidupnya. 

Dari pernikahan Jamilah binti Abdullah dan Tsabit bin Qais, lahirlah seorang putra yang bernama Muhammad bin Tsabit. Kelak, anak ini juga syahid di medan perang bersama dengan saudara seibunya, Abdullah bin Hanzalah. Jadi, Jamilah tidak hanya seorang istri dari para syuhada, namun juga seorang ibu yang melahirkan dua ksatria hebat. []

Tags: islamJamilah binti Abdullahkeimananperang uhudsahabat nabiSahabat Perempuansejarah
Vina Jauharotun

Vina Jauharotun

Seorang pembelajar yang suka menuangkan ide-idenya melalui karya tulis. Ia percaya bahwa menulis adalah cara eksplorasi diri yang menumbuhkan rasa penasaran dan haus akan ilmu pengetahuan. 

Terkait Posts

Ancaman Intoleransi

Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

5 Juli 2025
Gerakan KUPI

Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

4 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Kebencian Berbasis Agama

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gerakan KUPI

    Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bekerja itu Ibadah
  • Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi
  • Jangan Malu Bekerja
  • Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID