• Login
  • Register
Sabtu, 19 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Hari Merdeka Untuk Semua: Refleksi Tantangan Penyandang Disabilitas dalam Pendidikan

Mari kita jadikan momentum kemerdekaan untuk mulai membangun kesadaran (disability awareness), yakni dengan menghormati hak-hak disabilitas

Nurul Latifah Nurul Latifah
17/08/2023
in Publik, Rekomendasi
0
Hari Merdeka

Hari Merdeka

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Bersyukurlah kita yang masih bisa memeriahkan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-78. Antusiasme menyambut hari Merdeka selalu kita nantikan bahkan sejak awal Bulan Agustus. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, kita berharap makna merdeka bukan hanya ucapan belaka. Namun kita wujudkan dengan tindakan nyata.

Salah satu doa tersebut adalah merdeka dari kekerasan dan diskriminasi, termasuk kepada penyandang disabilitas. Kita tentu mengingat salah satu cita-cita nasional yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Hal ini sangat berkaitan dengan pendidikan, bukan? Nelson Mandela, seorang mantan presiden Afrika Selatan pernah berkata “Education is the best weapon to change the world.” Artinya bahwa pendidikan adalah senjata terbaik untuk mengubah dunia menjadi lebih baik.

Kita hidup di zaman yang semakin memudahkan kita untuk belajar di manapun dan kapanpun. Tetapi, pernahkah kita berpikir apakah semua kawan kita memperoleh kesempatan yang sama, termasuk teman kita penyandang disabilitas?

Disabilitas adalah kondisi fisik, mental, intelektual dan/atau sensorik yang seseorang alami dalam jangka waktu lama. Di mana kondisi itu membatasi interaksi dan aktivitas sehari-hari. Pembedaan perlakuan (diskriminasi) masih penyandang disabilitas rasakan. Seperti dianggap cacat, pelekatan mitos atau prasangka yang belum tentu kebenarannya, hingga sikap apatis.

Baca Juga:

Disabilitas dan Kemiskinan adalah Siklus Setan, Kok Bisa? 

Dari Layar Kaca ke Layar Sentuh: Representasi Difabel dalam Pergeseran Teknologi Media

Inklusivitas yang Terbatas: Ketika Pikiran Ingin Membantu Tetapi Tubuh Membeku

Titik Temu Antara Fikih dan Disabilitas Mental

Hal ini sangat membatasi disabilitas termasuk dalam usaha mengenyam pendidikan. Berikut tantangan yang penyandang disabilitas hadapi dalam dunia pendidikan:

  1. Akses pendidikan

Temuan badan kesehatan dunia (WHO) bahwa masyarakat di negara berkembang di mana penduduk miskin, perempuan dan lansia mempunyai kemungkinan disabilitas lebih tinggi. Di Indonesia sendiri berdasarkan data SUSENAS 2018 bahwa 28% anak dengan disabilitas tidak pernah bersekolah.

Selain itu perbandingan angka putus sekolah pun lebih tinggi daripada non disabilitas. Motivasi bersekolah perlu kita tanamkan pada anak disabilitas. Kini orang tua tak perlu malu atau khawatir terhadap pendidikan anak disabilitas sebab lingkungan inklusi telah mulai dikenalkan.

Data dari Kementerian Pendidikan dan UNICEF bahwa 1 dari 4 Sekolah Luar Biasa (SLB) tidak memiliki sarana toilet khusus untuk murid. Lalu pemisahan toilet laki-laki dan perempuan pun belum menyeluruh.

Selain itu, akses penunjang pendidikan seperti juru bahasa isyarat, guru pembimbing, teknologi speech to text, screen reader, dan perangkat lainnya perlu kita terapkan, dan kita perbanyak di institusi pendidikan sesuai kebutuhan dan jenis disabilitas.

  1. Kualitas pendidikan

Terkadang anak penyandang disabilitas lulusan SLB masih mengalami kesulitan untuk beradaptasi atau mengejar ketertinggalan ketika melanjutkan ke sekolah umum. Meskipun misalnya pada tingkat perguruan tinggi telah menerima lulusan SLB, akan tetapi kurikulum yang diajarkan di SMA LB masih setingkat SMP umum.

Permasalahan tersebut kita perlu mempraktikkan pendidikan inklusif. Di mana konsep pendidikan yang menerima semua anak dari berbagai macam latar belakang untuk menyatu dalam komunitas sekolah yang sama.

Tujuannya adalah melibatkan anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama di sekolah umum, sehingga kesempatan mendapat pendidikan yang bermutu semakin besar. Pendidikan inklusif ini mengajarkan belajar sosialisasi bersama, menyatu dengan lingkungan dan menerima perbedaan.

Keuntungan dari program inklusi tersebut bukan hanya untuk anak penyandang disabilitas saja, namun juga keluarga sebagai support utama. Yaitu meningkatkan penghargaan terhadap anak, bahwa anak disabilitas juga bisa berprestasi.

Perayaan kemerdekaan tidak hanya berlaku setiap tanggal 17 Agustus, namun setiap hari sejatinya kita menginginkan kebebasan. Yaitu bebas mengembangkan diri menjadi pribadi yang lebih baik. Sebagai seorang muslim, kita tentu diajarkan untuk saling mengasihi dan menyayangi pada siapapun termasuk penyandang disabilitas.

Maka, jadikan momentum kemerdekaan untuk mulai membangun kesadaran (disability awareness) dengan menghormati hak-hak disabilitas. []

Tags: Hari MerdekaHUT RI ke 78Inklusi SosialKemerdekaan IndonesiapendidikanPenyandang Disabilitas
Nurul Latifah

Nurul Latifah

Mahasiswa tinggal di Malang Jawa Timur

Terkait Posts

COC

COC: Panggung yang Mengafirmasi Kecerdasan Perempuan

18 Juli 2025
Mengantar Anak Sekolah

Mengantar Anak Sekolah: Selembar Aturan atau Kesadaran?

18 Juli 2025
Sirkus

Lampu Sirkus, Luka yang Disembunyikan

17 Juli 2025
Disabilitas dan Kemiskinan

Disabilitas dan Kemiskinan adalah Siklus Setan, Kok Bisa? 

17 Juli 2025
Wonosantri Abadi

Harmoni Iman dan Ekologi: Relasi Islam dan Lingkungan dari Komunitas Wonosantri Abadi

17 Juli 2025
Zakat Profesi

Ketika Zakat Profesi Dipotong Otomatis, Apakah Ini Sudah Adil?

16 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Fazlur Rahman

    Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kehamilan Perempuan Bukan Kompetisi: Memeluk Setiap Perjalanan Tanpa Penghakiman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • COC: Panggung yang Mengafirmasi Kecerdasan Perempuan
  • Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan
  • Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an
  • Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab
  • Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID