• Login
  • Register
Jumat, 11 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Inflasi Moral dan Objektifikasi Perempuan dalam Istilah Tobrut

Penggunaan kata tobrut mencerminkan objektifikasi perempuan, di mana tubuh perempuan, khususnya bagian dada, menjadi sasaran penghinaan

M. Daviq Nuruzzuhal M. Daviq Nuruzzuhal
15/08/2024
in Personal
0
Tobrut

Tobrut

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Tobrut merupakan sebuah akronim dari kata “toket brutal”. Istilah ini pada awalnya  bertebaran di media sosial lewat video-video parodi. Karena netizen menganggap ini lucu dan menghibur, istilah ini beberapa saat lalu menjadi viral. Tidak sedikit konten kreator yang turut meramaikan istilah ini sehingga menjadi trending topik dalam beberapa saat lalu.

Kini, hampir semua kalangan yang mengkonsumsi media sosial sudah tahu istilah tobrut. Khususnya anak-anak remaja yang menghabiskan hidupnya di dunia maya. Setelahnya istilah-istilah lain yang merendahkan perempuan juga ikut bermunculan seperti kata ceker babat dan sebagainya. Akibatnya, perempuan baik yang sudah berpakaian dengan layak juga turut terkena dan menjadi sasaran.

Meskipun sudah bersusah payah menutup aurat dengan baik, begitu kata-kata itu muncul ke ranah publik, pandangan dan pikiran seseorang yang tahu akan istilah ini akan langsung tertuju pada organ tubuh tertentu perempuan. Dengan adanya hal ini, secara tidak sadar kita akan otomatis menyebut perempuan dengan kondisi salh satu organ tubuh demikian sebagai tobrut karena istilah tersebut sudah bercokol dalam benak kita.

Tobrut adalah Sebuah Inflasi Moral

Dalam konteks ekonomi, inflasi biasanya memiliki arti penurunan nilai uang akibat peningkatan jumlah uang yang beredar. Sehingga Dengan analogi ini, dapat kita pahami bahwa inflasi moral merupakan penurunan nilai-nilai moral akibat terlalu banyaknya kompromi atau pengabaian terhadap standar moral yang ada.

Batas-batas moral telah terlampaui sehingga standar moral menjadi rendah.  Contoh nyata dari inflasi moral bisa terlihat ketika praktik-praktik yang dulunya kita anggap tidak etis atau tidak bermoral menjadi normal secara luas, atau ketika masyarakat mulai menganggap perilaku yang dulunya tidak dapat diterima sebagai hal yang biasa saja.

Baca Juga:

Sudah Saatnya Menghentikan Stigma Perempuan Sebagai Fitnah

Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

Hingga Saat Ini Perempuan Masih Dipandang sebagai Fitnah

Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

Dari realitas ini saja dapat pahami bahwa secara tidak sadar kita telah melanggar batas moral yang ada di sekitar kita. Hal yang seharusnya menjadi hal yang tabu untuk kita bicarakan tapi kita gunakan secara terang terangan. Belum lagi kombinasi antara istilah ini dengan narasi seksis lainnya yang sering kita jadikan bahan bercandaan. Ini akan berpotensi menjadi penjara mental bagi perempuan di ruang publik jika terus kita biarkan.

Unsur Objektifikasi Perempuan dalam Istilah Tobrut

Fenomena penggunaan kata tobrut mencerminkan objektifikasi perempuan di masyarakat. Di mana tubuh perempuan, khususnya bagian dada, menjadi sasaran untuk hiburan atau penghinaan. Ini menunjukkan bagaimana bahasa dapat berfungsi untuk mendiskriminasi dan merendahkan perempuan. Sesuatu yang seharusnya kita hindari karena memperkuat stereotip gender negatif dan memupuk budaya yang tidak menghormati hak dan martabat perempuan.

Kata tobrut ini memenuhi ciri-ciri objektifikasi perempuan Martha Nussbaum, seorang seorang filsuf Amerika dan Profesor Hukum dan Etika Ernst Freund Distinguished Service di Universitas Chicago. ia menguraikan konsep objektifikasi dalam esainya yang terkenal, “Objectification,” di mana ia mengidentifikasi tujuh fitur utama dari objektifikasi yang sering terjadi perempuan:

Instrumenalisasi (Instrumentality): Dalam hal ini, perempuan sering kita perlakukan sebagai alat untuk kepuasan seksual atau keuntungan lainnya.

Penolakan Otonomi (Denial of Autonomy): Perempuan yang terobjektifikasi sering kita perlakukan seolah-olah mereka tidak memiliki hak untuk menentukan apa yang terjadi pada tubuh mereka.

Inertness: Perempuan yang terobjektifikasi sering tergambar sebagai sesuatu yang pasif, hanya ada untuk kita lihat dan inginkan.

Fungsi Tubuh (Fungibility): Perempuan yang terobjektifikasi sering kita lihat sebagai dapat kita tukar satu sama lain berdasarkan penampilan fisik.

Pelanggaran Integritas (Violability):. Dalam konteks ini, tubuh perempuan sering kita lihat sebagai sesuatu yang dapat kita gunakan tanpa menghormati integritas mereka sebagai manusia.

Kepemilikan (Ownership): Memperlakukan seseorang seolah-olah orang lain dapat memiliki mereka. Ini sering tercermin dalam cara objektfikasi perempuan dan perlakuan sebagai properti.

Penolakan Subjektivitas (Denial of Subjectivity): Mengabaikan pengalaman atau perasaan seseorang. Objektifikasi sering kali melibatkan pengabaian emosi, pikiran, dan perspektif perempuan, hanya berfokus pada nilai mereka sebagai objek seksual. dalam kasus tobrut ketujuh hal ini sangat memenuhi syarat.

Upaya Menegaskan Kembali Batasan Moral

Dengan adanya fenomena semacam ini, penegasan terkait batasan moral sangat kita perlukan. Hukuman terhadap pelaku yang menormalisasi istilah seksis semacam tobrut adalah hal sesuatu yang patut untuk kita berikan.

Sebab hal ini merupakan salah satu bentuk pelecehan verbal yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Dalam hal ini,  Pasal 5 UU TPKS telah mengatur tentang pelecehan non-fisik  yang berbunyi:

“Setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara non-fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual non-fisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)”. []

 

 

Tags: inflasi moralmedia sosialObjektifikasiperempuantobrutviral
M. Daviq Nuruzzuhal

M. Daviq Nuruzzuhal

Mahasiswa jurusan ilmu falak UIN Walisongo Semarang yang menekuni Islamic Studies dan isu kesetaraan. Allumni MA NU TBS dan Ponpes Raudlatul Muta'allimin Jagalan 62 Kudus

Terkait Posts

Berhaji

Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

11 Juli 2025
Ikrar KUPI

Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

11 Juli 2025
Life After Graduated

Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

10 Juli 2025
Pelecehan Seksual

Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang

9 Juli 2025
Pernikahan Tradisional

Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional

8 Juli 2025
Menemani dari Nol

From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?

7 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Berhaji

    Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata
  • Tauhid: Kunci Membongkar Ketimpangan Gender dalam Islam
  • Peran Perempuan dan Perjuangannya dalam Film Sultan Agung
  • Tauhid: Fondasi Pembebasan dan Keadilan dalam Islam
  • Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID