• Login
  • Register
Rabu, 2 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Ini Bukti, Anak Indonesia Cinta Literasi

Dengan persiapan yang matang, orang tua akan memfasilitasi anak dengan buku bacaan berkualitas. Anak juga akan belajar bahwa orang tuanya adalah orang tua pembelajar

Lenni Lestari Lenni Lestari
09/09/2021
in Keluarga
0
Indonesia

Indonesia

107
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ada berita yang sama yang terus bergulir, saat masyarakat Indonesia merayakan tanggal atau hari-hari yang berhubungan dengan literasi, yaitu “Rendahnya minat baca di Indonesia”.

Seperti hari ini, 8 September, yang diperingati sebagai Hari Aksara Internasional. Beberapa artikel yang turut serta menyemarakkan tanggal peringatan ini, menguatkan opini mereka dengan infografis, potret kegiatan masyarakat yang abai literasi, atau potret perpustakaan yang sepi pengunjung.

Semua data itu seakan semakin menegaskan bahwa budaya literasi di Indonesia masih di angka yang sangat memprihatinkan. Lebih menyedihkan lagi, ketika data-data itu dibandingkan dengan budaya literasi di luar negeri.

Apakah hal itu benar?

Literasi yang sedang dibicarakan adalah aktivitas membaca buku. Sederet angka menyebutkan bahwa masyarakat belum mempunyai hubungan yang akrab dengan buku. Bila disodorkan buku, mereka enggan membaca.

Baca Juga:

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi

Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

Fakta ini memang terkesan benar, namun Nirwan Ahmad Arsuka, founder “Pustaka Bergerak”, dalam acara diskusi dan peluncuran buku Indeks Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca) yang diselenggarakan oleh Puslitjakdikbud, Balitbang, dan Kemendikbud, dengan berani mengatakan bahwa data-data itu bisa dikatakan hanya “mitos”.

Ia bersama teman-teman komunitasnya telah membuktikan bahwa minat baca anak-anak sangat tinggi. Saat relawan komunitas “Pustaka Bergerak” blusukan dengan menjajakan buku-buku atau membawa buku dengan gerobak unik modifikasi dari Vespa, anak-anak terlihat antusias dan betah membaca buku.

Hal ini juga terjadi di Rumah Peradaban SNC (Sirah Nabawiyah Community) di daerah Langsa, Aceh. Khairul Hikmah, pemilik Rumah Peradaban SNC, mengatakan bahwa anak-anak di sekitar rumahnya masih nyaman membaca buku-buku hingga pukul 22.00 WIB. “Kalau belum kami minta pulang, sepertinya mereka tetap lanjut membaca”, ungkap Khairul Hikmah dalam kegiatan Halaqah Qiraatul Kutub.

Dari pengalaman para penggerak literasi di atas, dapat disimpulkan bahwa persoalan utama literasi di Indonesia terkesan rendah adalah karena masyarakat, terutama anak-anak, tidak memiliki akses terhadap buku, atau tidak mampu mendapatkan buku yang bagus.

Anak-anak baru mengenal buku ketika masuk usia sekolah. Mereka langsung dihadapkan materi-materi yang kaku dan serius. Sementara kebutuhan imajinasi mereka belum terpenuhi. Akibatnya, mereka merasa terbebani memikirkan materi-materi serius itu dan akhirnya melabeli bahwa buku itu “gak asyik”.

Anggapan rendahnya literasi di Indonesia juga tidak bisa disandingkan dengan data statistik tentang Angka Melek Huruf (AMH). Merujuk dari situs resmi Badan Pusat Statistik, terlihat bahwa AMH mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Data AMH di BPS, diperbaharui setiap tiga tahun sekali. Data terakhir menyebutkan bahwa AMH Penduduk Berumur 15 tahun ke atas, berada di 98,25%, meningkat dari dua tahun sebelumnya di angka 98,21% dan 98,03%.

Artinya, kemampuan literasi di masyarakat sudah mengalami kemajuan. Hanya saja, belum membentuk budaya literasi yang intens dan positif, seperti memilih bacaan yang tepat dan membawa perubahan positif.

Menanamkan Budaya Literasi Sejak Usia Dini

Untuk menanamkan budaya literasi pada anak, salah satu pihak yang memiliki peran yang paling menentukan adalah orang tua. Setiap anak akan merasa akrab dengan buku ketika melihat orang tuanya atau orang-orang terdekatnya juga akrab dengan buku.

Di sinilah peran kesalingan (mubadalah) antara orang tua dan anak. Dengan persiapan yang matang, orang tua akan memfasilitasi anak dengan buku bacaan berkualitas. Anak juga akan belajar bahwa orang tuanya adalah orang tua pembelajar. Sehingga, tidak akan ada lagi orang tua yang menyalahkan anaknya “malas belajar” ketika usia sekolah.

Selain itu, pikiran bawah sadar anak akan mengklaim bahwa membaca tak hanya sekedar mengeja huruf. Lebih dari itu, membaca adalah jalan memahami hidup, cara menyikapi berbagai hal dengan bijak, dan bisa menjadi bahan interaksi dengan keluarga, sehingga terbentuk bonding (ikatan) yang positif antar anggota keluarga.

Lalu, mengapa literasi buku yang menjadi pilihan utama? setidaknya ada tiga kelebihan mengajarkan literasi dari membaca buku, yaitu;

Pertama, Buku mengajarkan kepekaan terhadap tulisan fisik. Kepekaan ini akan melatih konsentrasi dan mindfulness anak. Kedua, Membuat anak lebih menghargai sumber informasi. Sehingga apapun bentuk teks tertulis yang ia temui, misalnya, -informasi di bungkus sebuah produk, peta travelling, atau brosur-, anak akan bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk memahami sebelum menindaklanjuti. Ketiga, Berpengaruh pada kesehatan psikis (melatih anak tidak mudah terdistraksi) dan kesehatan fisik (lebih aman untuk mata dibanding gadget).

Buku yang ditawarkan untuk anak adalah buku yang tetap menstimulasi imajinasi anak, misalnya buku yang 90% gambar dan minim kata-kata. Di sinilah peran orang tua untuk “membaca” gambar dengan pilihan diksi sendiri. Sehingga kosa kata anak akan meningkat pesat sejak usia dini.

Selanjutnya, orang tua juga harus cermat memilih bahan/material buku yang tidak mudah sobek. Dan pastinya, topiknya harus sesuai dengan usia anak, terutama buku-buku yang berkaitan dengan agama.

Jika minat baca sudah tumbuh sejak kecil, insya Allah anak akan nyaman ketika membaca buku-buku sekolah yang mulai serius dan minim gambar. Dengan kondisi seperti ini, budaya literasi akan dihayati sebagai kebutuhan, bukan sekedar hobi. Harapannya, budaya membaca akan menjadi sebuah kemewahan yang dirayakan suka cita oleh anak, dimanapun dan dalam kondisi apapun. Wallahu a’lam bi al-shawab. []

Tags: anakBudaya MembacaIndonesiakeluargaKesalinganliterasiorang tuaparentingRelasi
Lenni Lestari

Lenni Lestari

Pencinta buku yang suka belajar tentang isu-isu perempuan dan keluarga

Terkait Posts

Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Peran Ibu

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

1 Juli 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Keluarga Maslahah

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

28 Juni 2025
Sakinah

Apa itu Keluarga Sakinah, Mawaddah dan Rahmah?

26 Juni 2025
Cinta Alam

Mengapa Cinta Alam Harus Ditanamkan Kepada Anak Sejak Usia Dini?

21 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID