Mubadalah.id – Ketika Pak Marzuki Wahid memberikan tugas untuk menulis tentang realitas sosial di lingkungan masing-masing, saya langsung tertarik untuk membahas soal perempuan yang bekerja.
Alasannya sangat sederhana. Sebab di lingkungan saya, yaitu di daerah Garut, banyak yang menganggap bahwa perempuan, terutama setelah menikah tidak diperbolehkan untuk bekerja di luar rumah.
Katanya sejak lahir kodrat perempuan adalah berdiam diri di rumah, mengurus suami dan anak. Kalau pun ke luar, harus atas izin suami dan tetap harus bertanggung jawab menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan domestik, seperti memasak, mencuci dan lain sebagainya.
Anggapan seperti ini, sampai saat ini, masih terus berkembang di lingkungan saya. Karena itu, jika ada istri yang memilih untuk tetap bekerja setelah menikah. Maka ia akan dianggap sebagai perempuan tidak shalihah dan abai terhadap urusan keluarga.
Hal ini juga sering disampaikan oleh para ustad di kampungku, bahwa kodrat perempuan itu adalah di rumah. Sedangkan urusan bekerja mencari nafkah untuk keluarga adalah tugas suami.
Tapi setelah aku belajar Mata Kuliah Studi Gender bersama Ibu Nurul Bahrul Ulum saya jadi merenung bukankah laki-laki dan perempuan itu sama-sama punya hak untuk beraktivitas di mana saja ya, termasuk di luar rumah.
Nabi Mengapresiasi Perempuan yang Bekerja
Berangkat dari keresahan tersebut, aku coba membaca buku-buku karya Kiai Faqihuddin Abdul Kodir tentang perempuan bekerja dalam Islam. Salah satunya buku “Perempuan (bukan) Makhluk Domestik”.
Dalam buku tersebut Kiai Faqih mengatakan bahwa dalam Islam, semua pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan publik adalah bagian dari kesalehan laki-laki dan perempuan. Maka dengan begitu, Islam sesungguhnya mendukung perempuan berkarier di ruang publik dan mengapresiasi laki-laki yang mengerjakan pekerjaan domestik.
Sejalan dengan itu, Nabi Saw semasa hidupnya juga telah mencontohkan kepada kita bahwa semua pekerjaan, baik domestik maupun publik itu bisa dilakukan oleh laki-laki dan perempuan.
Bahkan beberapa catatan dalam berbagai kitab Hadis, Nabi Saw. selalu melakukan kerja-kerja pelayanan terhadap keluarga di dalam rumah. Hal ini tergambar dalam sebuah Hadis Shahih al-Bukhari no. 680 yang artinya:
“Dari Aswad, berkata: Aku bertanya kepada Aisyah r.a tentang apa yang dilakukan Nabi Saw. ketika berada di dalam rumah. Aisyah r.a. menjawab: “Nabi Saw. melakukan kerja-kerja pelayanan keluarga ketika berada di dalam rumah. Jika datang waktu shalat, Nabi Saw. akan keluar rumah menunaikan shalat.” (Shahih al-Bukhari, no.680).
Perempuan yang Bekerja di Masa Nabi
Dalam buku yang sama, Kiai Faqih juga mengutip pernyataan Syekh Abu Syuqqah tentang kondisi perempuan di masa Nabi.
Menurut Syekh Abu Syuqqah dalam kitab Tahrir al- Mar’ah Fi ‘Ashr al- Risalah volume 6 (1995) ada banyak teks Hadis yang menggambarkan tentang keterlibatan para perempuan pada masa Nabi Saw di ruang publik. Baik untuk kegiatan ibadah ritual, pengatahuan dan pendidikan, kerja-kerja ekonomi, maupun sosial dan budaya.
Perempuan-perempuan tersebut di antaranya ialah, Siti Aisyah bin Abi Bakr r.a. Beliau merupakan perawi lebih dari 6000 teks Hadis, ahli tafsir, dan juga fiqih. Umm al-Husain r.a. yang mencatat khutbah Nabi Saw saat haji wada’. Umm Syuraik r.a. yang kaya raya dan dermawan di Madinah.
Nusaibah bint Ka’ab r.a yang melindungi Nabi Saw saat perang Uhud dan Zainab ats-Tsaqafiyah r.a. yang bertanggung jawab menafkahi suami dan anak-anaknya, dan banyak lagi yang lain.
Di antara perkerjaan yang digeluti perempuan pada masa Nabi Saw adalah industri rumahan, pedagang, penenun, dan perawat. Kemudian ada juga yang menjadi perias wajah, petani, penggembala ternak, pemetik kurma, menyusui bayi secara komersial dan lain sebagainya.
Dari teladan masa Nabi Saw ini, bisa kita simpulkan bahwa Islam sesungguhnya mendukung dan mengapresiasi perempuan berkarier atau bekerja di luar rumah. Untuk itu jangan lagi deh ada stigma-stigma buruk pada perempuan bekerja.
Justru kita harus mendukungnya, supaya mereka bisa ikut berkontribusi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sekaligus ia bisa mendiri dan berdaya secara finansial. []