Selama ini ada anggapan bahwa kebutuhan seks hanya domain laki-laki, sehingga perempuan tidak boleh mengajak terlebih dahulu. Atau seringkali, istri yang mengajak berhubungan seksual lebih dulu dianggap sebagai perempuan gatal, agresif dan punya libido tinggi. padahal tidak demikian juga. Bisa jadi karena malu atau mengganggap itu sesuatu hal yang tabu.
Tetapi tak ada yang salah dengan perempuan mengajak berhubungan seksual terlebih dahulu. Mengapa demikian?
Islam memandang masalah seks dalam kehidupan pernikahan adalah hak dan kewajiban yang timbal balik antara suami dan istri. AlQur’an sendiri menggambarkan isu seks ini dengan deskripsi yang sangat menarik, bahwa suami adalah pakaian bagi istrinya. Dan istri juga merupakan pakaian bagi suaminya. (QS. AlBaqarah, 2 : 187).
Ini adalah deskripsi yang mubadalah, di mana seks dianggap seperti pakaian yang menutupi kebutuhan masing-masing dan menghangatkan. Sehingga, setiap pihak antara suami dan istri berkewajiban melayani sekaligus berhak atas layanan dari yang lain. Termasuk di dalamnya adalah hubungan seksual pasutri.
Penjelasan demikian sesuai dengan karakter akad pernikahan sebagai perkongsian (musyarakah) bersama antara suami dan istri, dan sejalan dengan lima pilar pernikahan. Sehingga salah satu pihak tidak bisa dianggap paling berhak dalam persoalan hubungan seksual, lantas pihak yang lain dalam posisi yang harus selalu melayani, sementara yang lainnya minta dilayani, kapan pun dan di mana pun.
Agar kondisinya tidak menjadi begitu, maka bagaimana keduanya harus berpikir memenuhi kebutuhan seksual pasangannya, dan berhak dipenuhi darinya dalam relasi kemitraan serta kesalingan suami istri. Selanjutnya yang diperlukan adalah komunikasi yang terbuka dan setara untuk mewujudkan hak serta kewajiban yang resiprokal ini. Komunikasi dan penyesuaian diperlukan karena kebutuhan masing-masing, secara kapasitas, kualitas dan kuantitasnya dalam hal kebutuhan seks bisa berbeda satu sama lain.
Sebagian besar laki-laki, misalnya akibat tuntutan hormonalnya, lebih mudah terangsang oleh hal-hal visual, lebih aktif dan lebih sering memulai. Sementara sebagian besar perempuan, juga karena pengaruh hormon yang ada di dalam tubuhnya, lebih mudah terangsang oleh hal-hal emosional, memerlukan sentuhan lebih lama, perlu waktu, dan lebih sering enggan memulai.
Tentu saja hal itu tidak mutlak berlaku pada semua laki-laki dan perempuan. Tetapi pada dasarnya, masing-masing harus memahami kebutuhan diri dan pasangannya. Masing-masing berhak dipenuhi kebutuhannya sesuai dengan kemampuan pasangannya.
Pada saat bersamaan, masing-masing berkewajiban, sejauh kemampuannya, bisa memenuhi kebutuhan yang diinginkan pasangannya. Maka jika istri ingin memulai huseks terlebih, harus berani untuk mengatakannya. Karena laki-laki takkan mungkin mengetahui kebutuhan seks istri, tanpa istri mau bicara dan bersikap terbuka terhadap pasangan hidupnya itu. []
*)Sumber tulisan dari Buku “Qira’ah Mubadalah”