Mubadalah.id – Prinsip kemanusiaan sejatinya menjadi fondasi utama dalam menjalin relasi sosial antar manusia. Karena itu, tak seorang pun dibenarkan bertindak zalim terhadap yang lain. Sebaliknya, setiap orang dituntut untuk saling berbuat baik dan menolong satu sama lain. Yang kuat, misalnya, sudah selayaknya membantu yang lemah.
Dalam relasi buruh dan majikan, Nabi Muhammad SAW bahkan menekankan agar para majikan segera memberikan upah kepada buruhnya sebelum keringat mereka kering. Ini menegaskan bahwa para buruh memiliki hak yang wajib majikan penuhi, terutama hak untuk mendapat perlakuan secara adil dan manusiawi.
Demikian pula dalam hubungan suami dan istri, Al-Qur’an mengibaratkan keduanya laksana pakaian satu sama lain. Suami adalah pakaian bagi istri, begitu pula sebaliknya istri adalah pakaian bagi suami.
Sebagaimana pakaian yang melindungi dan menutupi, relasi ini seharusnya menjadi ruang saling menjaga dan merawat. Tidak boleh ada kesewenang-wenangan dari satu pihak terhadap pihak lain, karena perlakuan sewenang-wenang adalah tindakan yang Islam senangi.
Landasan etika dalam memperlakukan pasangan hidup, anak, maupun pekerja mestinya berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan.
Juga termasuk, masing-masing dipandang sebagai manusia utuh dengan segala hak yang melekat padanya, bukan dianggap sekadar barang atau mesin yang bebas digunakan sesuai kehendak pemiliknya.
Seperti yang Dr. Faqihuddin Abdul Kodir jelaskan dalam bukunya Pertautan Teks dan Konteks dalam Muamalah, bahwa Islam menempatkan prinsip kemanusiaan ini sebagai dasar yang mengatur hak dan kewajiban dalam berbagai relasi. Mulai dari orang tua dan anak, suami dan istri, hingga majikan dan buruh.
Semua itu menunjukkan bahwa ajaran Islam tentang hubungan sosial sangat menekankan pentingnya menjunjung martabat dan hak-hak kemanusiaan. []