• Login
  • Register
Senin, 7 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Kenapa Kita Doyan Mencibir Janda?

Fitri Nurajizah Fitri Nurajizah
02/01/2020
in Publik
0
mencibir, janda

Ilustrasi: Kompasiana

49
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Ketika saya ketik istilah janda di dalam laman pencarian Google, setidaknya ini yang saya dapatkan “Janda merupakan sebuah istilah untuk perempuan yang telah bercerai atau ditinggal mati oleh pasangan pernikahannya, dan istilah janda kembang ditujukan bagi seorang janda yang masih muda, dan belum memiliki anak dari hasil pernikahannya.” Terkadang banyak orang yang suka mencibir janda, termasuk oleh perempuan sendiri.

Dari dua penjalasan di atas, kita sudah diberi pemaparan yang seksis dan menyudutkan, bagaimana tidak, seorang janda kembang misalnya selalu dilekatkan dengan prasangka-prasangka buruk, seperti perempuan penggoda suami orang dan perempuan yang kesepian. Sehingga setiap langkahnya selalu dicurigai. Ya, memang begitulah kenyataannya.

Tidak jarang pula kedua istilah di atas  kita jadikan sebagai bahan candaan yang justru jatuhnya malah tidak lucu, tapi berubah jadi mencibir janda.

Selain itu, perempuan yang sudah menikah juga memiliki stigma negatif, seperti disebut sebagai “barang bekas”. Sedangkan laki-laki yang sudah pernah menikah dianggap wajar-wajar saja.  Walaupun,  kita  semua tahu bahwa kedua-duanya sudah pernah menikah. Tetapi  mengapa hanya perempuan saja yang punya citra buruk?

Saya meyakini bahwa sebutan “barang bekas” ini pasti sangat menyakitkan, apalagi jika berdampak pada kehidupan masa depan perempuan tersebut. Misalnya, kasus yang terjadi pada teman perempuan saya, yang hendak melangsungkan pernikahan keduanya. Sebelum saya ceritakan, peluk sayang dulu untuk dia. Kamu perempuan hebat dan tegar.

Baca Juga:

Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif

Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

Mirna (bukan nama sebenarnya), dia seorang perempuan yang diceraikan oleh suaminya tiga tahun yang lalu karena alasan sederhana yaitu sang suami sudah merasa tidak cocok dengan pernikahan tersebut. Setelah bercerai dengan suaminya, dia harus bekerja mencari nafkah untuk dirinya dan juga putranya yang sangat manis.

Setelah berjuang menjadi orang tua tunggal selama tiga tahun, ia menemukan sosok laki-laki baru dalam hidupnya. Dia jatuh hati dan menjalani hubungan, dan tidak butuh waktu lama,  pasangan tersebut saling meyakinkan satu sama lain untuk melangsungkan pernikahan.

Tetapi, dalam proses pernikahan tersebut, Mirna harus berjuang lebih keras untuk meyakinkan kedua orangtuanya, terlebih calon mertuanya. Setiap bertemu dengan calon mertuanya ia harus menghadapi rangkaian pertanyaan yang sangat menyudutkan. Misalnya pertanyaan-pertanyaan bagaimana pernikahan sebelumnya bisa selesai, mengapa suaminya dulu bisa memutuskan untuk bercerai darinya,  mengapa ini, dan mengapa itu.  Hal itu begitu menyakitkan Mirna. Tetapi ia selalu berusaha menjelaskan dengan sangat tenang.

Hingga sampai pada satu keputusan bahwa kedua belah pihak menyetujui rencana pernikahan tersebut. Namun, perjuangan Mirna tidak cukup sampai di situ. Ketika ia menyampaikan keinginannya untuk  mengadakan pesta pernikahan pada pernikahan keduanya ini, calon suami dan keluarganya dengan  kompak dan tegas menolaknya, bukan karena tidak ada biaya, atau perayaan tersebut berlebihan tidak bermanfaat. Tetapi karena ia seorang “JANDA”. Saya yakin penolakan ini sangat menyakitkan.

Ya, kasus seperti ini memang bukan hal baru dilingkungan kita. Saya juga penasaran mengapa jika seoarang single parent yang hendak menikah lagi dengan laki-laki baru, pernikannya seolah-olah tidak patut untuk dirayakan. Bahkan banyak yang dilangsungkan tengah malam, ketika semua tetangga sudah tertidur pulas.

Padahal, walimatul ‘urus (pesta pernikahan) hukumnya sunnah. Dalam hal ini Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ

”Selenggarakanlah walimah meskipun hanya dengan menyembelih seekor kambing.”

Jadi jelas, dari hadis di atas tidak ada pembatasan pernikahan siapa yang disunahkan untuk mengadakan walimatul ‘urus, tetapi semangatnya ialah mengadakan pesta pernikahan  dengan sederhana dan sesuai dengan kemampuan setiap orang yang akan menikah. []

Fitri Nurajizah

Fitri Nurajizah

Perempuan yang banyak belajar dari tumbuhan, karena sama-sama sedang berproses bertumbuh.

Terkait Posts

Ahmad Dhani

Ahmad Dhani dan Microaggression Verbal pada Mantan Pasangan

5 Juli 2025
Tahun Hijriyah

Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

4 Juli 2025
Rumah Tak

Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

4 Juli 2025
Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ulama Perempuan

    Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia
  • Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial
  • Surat yang Kukirim pada Malam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID